Opini Pos Kupang

Protokol Keadilan dalam Sengketa Pilkada

Pemilihan Kepala Daerah ( Pilkada) pada 9 Desember 2020 kemarin menimbulkan fluktuasi rasa puas di antara para pasangan calon ( Paslon)

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Protokol Keadilan dalam Sengketa Pilkada
Dok POS-KUPANG.COM
Logo Pos Kupang

Dari sana, kucuran dana bisa mengalir sebagai penjamin putusan yang memenangkan pihak yang bersengketa.

Hal lain yang juga kerap kali terjadi saat sengketa pilkada ini adalah kasus penculikan berkas-berkas perkara oleh satpam dan pengawai MK. Orang-orang dalam ini sengaja ditodong dengan besaran tawaran finansial agar mendapatkan kisi-kisi putusan dari meja hakim.

Sampai pada titik ini, uang memang berkuasa. Uang memang menggoda. Untuk segala sesuatu, uang adalah alasan utama. Publik perlu cermat menilai peran uang dalam sengketa Pilkada kali ini.

Dengan demikian, demi menjaga rasa keadilan selama masa persidangan di MK, maka diperlukan protokol ketat, baik di dalam ruang sidang maupun di luar ruang persidangan. Ada beberapa protokol terkait perkara sengketa Pilkada kali ini.

Pertama, transparansi proses persidangan. Keterbukaan dalam dinamika persidangan adalah salah satu mekanisme pengetatan pengawasan sengketa Pilkada. Dalam hal ini, proses persidangan harus dibuka ke publik dengan menggunakan platform digital.

Dengan mekanisme persidangan yang disiarkan secara langsung, publik dengan mudah memberikan evaluasi atas putusan yang ditetapkan MK dan menelusuri jejak-jejak putusan yang bermasalah.

Kedua, membuat garis batas larangan antara hakim MK dan pihak yang bersengketa. Garis batas ini, sejatinya dikelola dan dikawal oleh Dewan Etik MK. Jika terjadi hal-hal yang melanggar garis batas -kode etik MK -tim penyangga kode etik MK segera membuat kebijakan.

Skema pengetatan pengwasan ini sejatinya menjamin dinamika monitoring internal lembaga MK. Dengan kehadiran tim pengawas internal, seperti Dewan Etik MK, peluang jual-beli putusan di ruang MK mudah dikontrol dan dicegat.

Kita berharap, tim Dewan Etik MK bekerja secara profesional, transparan, dan jujur. Selain itu, partisipasi publik di ruang persidangan virtual harus kelihatan. Publik diminta untuk memberikan evaluasi secara daring agar proses persidangan bisa menemukan rasa keadilan yang sesungguhnya.

Mekanisme pengawalan yang ketat sejatinya mampu mengurangi kecenderungan-kecenderungan dan rencana-rencana oknum tertentu dalam membanderol putusan. Dengan demikian, hakim MK sebagai "Yang Mulia," tidak mudah tergoda dan jatuh pada tawaran lelang besaran sogok dari mereka yang bersengketa. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved