Opini Pos Kupang

Mendambakan Pemimpin yang Mengutamakan NTT

Perayaan HUT ke-62 NTT, mengingatkan kita bahwa NTT yang kita lihat, alami dan rasakan sekarang lahir dari perjuangan para tokoh politik

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Mendambakan Pemimpin yang Mengutamakan NTT
Dok POS-KUPANG.COM
Logo Pos Kupang

Oleh : Frans X. Skera LSM Bhakti Flobamora-Kupang

POS-KUPANG.COM - Perayaan HUT ke-62 Provinsi NTT, hendaknya selalau mengingatkan kita bahwa NTT yang kita lihat, alami dan rasakan sekarang lahir dari perjuangan para tokoh politik dan pemerintahan saat itu.

Mereka berkeyakinan bahwa dengan menjadi daerah otonom, NTT berpeluang mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan potensi yang tersedia dan aspirasi yang berkembang demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah.

Para pendiri NTT yakin bahwa orang-orang daerah lebih tahu potensi manusia, dan sumber daya alamnya serta apa saja yang dibutuhkan guna mencapai tujuan yang diinginkan.

Baca juga: Kado Istimewa Buat NTT

Keyakinan para pendiri NTT, dijawab tepat oleh Gubernur El Tari yang memetakan secara jitu masalah-masalah dan potensi NTT. Ketergantungan rakyat pada pertanian dan peternakan, keterbatasan persediaan air untuk pertanian dan konsumsi, pembukaan isolasi guna mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, dan pendidikan rakyat merupakan pusat perhatiannya.

Tak mengherankan kalau diera kekuasaannya program "tanam sekali lagi tanam" terus didengungkan dan dilaksanakan, karena hanya dengan menanam, rakyat mampu bertahan hidup, berkembang dan maju. Julukan "bapak pertanian NTT" patut disematkan pada almarhum El Tari.

Baca juga: Maknai Natal, Aston Kupang Hotel Berbagi Kasih di Panti Asuhan

Penerus-penerusnya, Ben Mboi dan Fernandez tetap mengutamakan pertanian dan nasib para nelayan mulai diperhatikan melalui program Gerakan Masuk Laut (Gemala).

Keterbatasan sumber daya (dana dan manusia) menyebabkan porsi perikanan dan kelautan yang sangat potensial belum mendapat alokasi memadai.

Catatan bahwa tidak disebutkan nama Gubernur pertama, W.Y. Lalamentik karena perannya lebih menonjol sebagai Gubernur transformasi yang menyatukan tiga daerah, Sumba, Flores dan Timor. Dia adalah peletak dasar Provinsi NTT dan pembangunan budaya Pemerintahan dan Politik Otonomi Daerah.

Melihat peran El Tari, Ben Mboi dan Fernandez yang sangat mengutamakan pertanian dalam arti luas (baca: tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan kelautan) maka penulis berkesimpulan bahwa ketiga pemimpin terdahulu sangat mementingkan Nelayan (N), Tani (T), Ternak (T).

Sehubungan dengan judul tulisan ini, harapan kita agar para pemimpin sekarang bisa menghidupkan lagi semangat dan tekad para pendahulunya, karena memprioritaskan Nelayan, Tani (petani), Ternak (peternak) sangat beralasan.

Kepanjangan NTT sebagai Nelayan, Tani, Ternak disuarakan pertama kali oleh wakil rakyat Ansy Lema (Komisi IV DPR RI) yang peka dan peduli sekaligus pemerakarsa bantuan alsintan (alat mesin pertanian) kedaerah pemilihannya.

Ada tiga alasan kuat mengapa Gubernur-gubernur terdahulu memprioritaskan pertanian dalam arti luas, pertama, sebagian besar rakyat adalah petani.

Mereka sangat menggantungkan kelanjutan hidup, pendidikan anak dan perawatan kesehatannya, pada usaha pertanian. Kenyataan menunjukkan para petani dan nelayan adalah kelompok masyarakat yang miskin dan tertinggal.

Kedua, banyak anak bisa bersekolah karena hasil pertanian, adalah bukti bahwa usaha pertanian berperan penting.

Ketiga, para pedagang NTT berkembang dan menjadi kaya karena hasil bumi dan ternak seperti sapi, asam, cendana, bawang putih, ketumbar/kwenter di Timor. Kelapa, kopi, padi/beras, coklat, cengkeh dan jambu mete di Flores, serta ternak dan hasil bumi di Sumba.

Ketiga alasan tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa di era El Tari ada ekspor sapi, kerbau dan cendana ke Hongkong dan Singapura, serta penjualan sapi kerbau kebeberapa pulau di Indonesia.

Sayang, para pengganti Gubernur Fernandez tidak meneruskan kebihjakan pembangunan pertanian. Lebu Raya mewacanakan tekad Provinsi Jagung, Ternak dan Cendana, tetapi setelah 10 tahun berkuasa yang ada hanya nama programnya, hasil nyata tak ada.

Secara umum dapat dikatakan bahwa di era reformasi, perhatian para pemimpin terhadap pertanian tidak terlalu besar, kecuali Kabupaten Malaka, pemimpinnya mengutamakan pertanian, karena kenyataan rakyatnya sangat membutuhkan.

Timbul pertanyaan, mengapa para pemimpin tidak/kurang mengutamakan pertanian, padahal sektor ini menyangkut mati hidupnya rakyat banyak. Sekurang-kurangnya ada empat alasan yang dipercaya berperan dalam hal ini.

Pertama, biaya pilkada yang mahal memaksa pemimpin terpilih untuk memrioritaskan pembangunan infrastruktur yang lebih pasti rentenya, dan sulit diawasi penyelewengannya, agar bisa mengembalikan pinjaman modal sewaktu berkompetisi. Lebih mudah mendapatkan uang dari jalan, jembatan dan gedung dibandingkan dari hasil pertanian.

Kedua, struktur anggaran yang timpang karena lebih besar porsi untuk belanja pegawai daripada belanja pembangunan. Ketiga, terlampau banyak program yang diusung dan coba dikerjakan dalam tempo 5 tahun, akibatnya yang berhasil sedikit- sedikit, dan yang banyak gagal.

Keempat, keroposnya birokrasi akibat keterlibatan dalam politik praktis (baca: memihak salah satu calon), sehingga sulit menjabarkan dan melaksanakan kebijakan-kebijakan karena kurangnya kapasitas dan integritas.

Era Victor-Jos, diharapkan membawa angin segar dan perubahan, apalagi ada tekad untuk mengurangi kemiskinan. Latar belakang Sang Gubernur sebagai pengusaha dan politisi dipercaya tidak terkotori/tercemar oleh politik uang saat bertarung.

Karena itu Victor-Jos tampil percaya diri dan harusnya tak ada tekanan dan hutang budi kepada siapapun. Karena itu walaupun program prioritas adalah pengembangan pariwisata, tetapi pertanian dalam arti luas-pun mendapat perhatian memadai.

Harapan rakyat, karena Pemerintah Pusat sangat menaruh perhatian pada pariwisata NTT dengan investasi besar-besaran di Manggarai Barat, maka Victor-Jos bisa lebih konsentrasi pada pertanian dalam arti luas. Bukan mustahil agro wisata dan wisata bahari bisa terlaksana.

Tekad berkontribusi mengurangi impor garam nasional dengan hadirnya tambak-tambak garam dibeberapa kabupaten, bantuan untuk meningkatkan budidaya rumput laut, pengembangan budidaya ikan karapu dengan keramba, tekad menanam kelor ribuan hektar dan pengembangan produksi jagung, adalah bukti bahwa Victor-Jos juga memperhatikan N (nelayan), T (tani/petani), T (ternak/peternak).

Tak berlebihan kalau dikatakan bahwa Victor-Jos pun yakin dan percaya bahwa pembangunan pertanian dalam arti luas adalah jalan terbaik dan tercepat untuk mengurangi kemiskinan. Apalagi di NTT tidak ada industri yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi, sehingga pendapatan rakyat hanya bisa meningkat melalui usaha pertanian.

Victor-Jos sudah berbuat benar dalam urusan garam, budidaya rumput laut dan keramba kerapu. Karena kenyataan membuktikan bahwa nelayan pendapatannya jauh lebih kecil dari pada pengusaha ikan, sebagaimana petani padi kalah pendapatannya dibanding pedagang beras.

Maka keberpihakan Victor-Jos kepada para nelayan harus lebih nyata sehingga nelayan NTT beda dengan nelayan di daerah lain dalam hal kesejahteraannya.

Pengembangan kelor dan prospek bisnisnya memang menguntungkan, tetapi rakyat butuh informasi yang tepat tentang protap penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pemasaran dan pengolahannya.

Adanya demplot-demplot bisa membantu petani. Upaya peningkatan produksi jagung sudah dimulai walaupun hasilnya belum memuaskan karena berbagai hambatan antara lain, adopsi TJPS yang bermasalah dan penanaman pada musim panas.

Peningkatan produksi jagung hanya bisa terwujud apabila terjadi pada musim tanam November/Desember, dan untuk meningkatkan pendapatan petani jagung, Program Gerakan Masyarakat Agribisnis Jagung (GEMA AGUNG) bisa menjawabnya karena ada kepastian keberhasilan.

Apalagi ada dukungan kuat dari BPTP lembaga professional. Memang upaya merubah petani subsisten menjadi petani komersial butuh upaya terencana, sistematis dan kontinyu.

Posisi sentral gubernur sebagai wakil pemerintah dengan peran sebagai koordinator dan pengawas pembangunan bisa menggerakkan para bupati/walikota untuk kembali mengutamakan nelayan, petani dan peternak.

Bantuan daerah bawahan memadai, alsintan, tenaga ahli pertanian dan pengawasan berkala dari provinsi bisa memotivasi para bupati untuk mengutamakan pertanian dalam arti luas.

Sudah sekian lama petani tanaman perdagangan seakan terlupakan, padahal komoditi yang mereka tanam bernilai tinggi dan sangat berperan dalam meningkatkan pendapatan petani. Contoh : Kopi Flores yang permintaannya tinggi tetapi kemampuan suplai terbatas karena produksi kecil.

Sungguh satu potensi besar, sayang jikalau tidak dikembangkan, karena ini merupakan peninggalan/warisan Ben Mboi dan Fernandez.

Kalau Victor-Jos bertekad mengurangi kemiskinan NTT, maka sangat diharapkan agar mendorong dan menggerakkan para Bupati untuk meremajakan dan menanam lagi tanaman perdagangan seperti Kopi, Coklat, Cengkeh, Jambu Mete, Kelapa, Jeruk, bawang putih, ketumbar/kwenter dan Vanili (green gold).

Rakyat TTS dan TTU, terutama Molo dan Eban bermimpi Gubernur bisa menggerakkan Bupati TTS dan TTU untuk menanam Jeruk Mandarin dan Apel sesuai protap.

Kalau saja setiap tahun, tiap kabupaten menanam 10.000 anakan jeruk, maka setelah 5 tahun ada sekitar 100.000 pohon jeruk di dua kabupaten tersebut. Kalau tiap petani memiliki 100 pohon dengan produksi tiap pohon +10 kg, dan harga per kg Rp.40.000, maka setiap petani akan mendapat Rp. 4.000.000 pertahun.

Belum lagi jika mereka menanam bawang putih dan ketumbar yang harganya bagus di pasaran. Adanya hamparan tanaman jeruk, bawang putih dan ketumbar dilereng gunung Mutis akan berfungi pula sebagai Agro Wisata menarik mendukung wisata alam Gunung Mutis yang sudah dikenal.

Ini mimpi rakyat, yang hanya bisa jadi kenyataan kalau pemimpinnya berbuat.
Jadi dihari HUT ke-62 NTT kalau rakyat mendambakan pemimpin yang mengutamakan NTT (Nelayan,Tani,Ternak), sangatlah beralasan, karena hanya pemimpin pro-NTT yang dapat meningkatkan pendapatan mereka dan mengurangi angka kemiskinan.

Mengutamakan NTT adalah Conditio Sine Qua Non untuk bisa mewujudkan tekad "keluar dari jurang kemiskinan". Memang berat, butuh kerja keras dan "kurang menguntungkan" untuk sementara pelaksana, tetapi rupanya untuk saat ini, mengutamakan NTT adalah pilihan terbaik demi rakyat.

Jika Victor-Jos bisa menggerakkan dan mendorong para Bupati/Walikota untuk mengutamakan Nelayan, Tani, Ternak dan berhasil, maka para pemimpin ini akan menorehkan tinta emas dalam perjalanan Provinsi ini.

Provinsi NTT bukan lagi provinsi dengan Nasib Tidak Tentu, atau Nanti Tuhan Tolong, tetapi berubah menjadi Provinsi Nelayan, Tani dan Ternak yang produktif dan berdaya saing. Semoga dan Dirgahayu Provinsi NTT. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved