Buntut Korupsi Edy Prabowo dan Batubara, Kini Jokowi Terancam Diperiksa KPK, Benarkah? Cek Fakta

Buntut Korupsi Edy Prabowo dan Batubara, Kini Jokowi Terancam Diperiksa KPK, Benarkah? Cek Fakta

Editor: maria anitoda
Kolase (Instagram/@edhy.prabowo) dan (Instagram/@jokowi)
Buntut Korupsi Edy Prabowo dan Batubara, Kini Jokowi Terancam Diperiksa KPK, Benarkah? Cek Fakta 

POS-KUPANG.COM - Buntut Korupsi Edy Prabowo dan Batubara, Kini Jokowi Terancam Diperiksa KPK, Benarkah? Cek Fakta

Pakar Hukum Faisal Santiago menyoroti tertangkapnya dua menteri Presiden Jokowi dalam kabinet Indonesia Maju, yakni Edhy Prabowo dan Juliari Batubara.

Keduanya diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) hampir di waktu bersamaan. 

Baca juga: Aldi Taher hingga Sule, Inilah 5 Artis yang Akhiri Masa Duda di Tahun 2020, Siapa Saja?

Baca juga: PT Hikam dan Relawan Koppral Bagikan Minyak Tanah Gratis Bagi Pengungsi Erupsi Ile Lewotolok

Baca juga: Daftar 5 Artis yang Hijrah dan Jadi Istri Para Aktor Kaya di Indonesia, Nomor 4 Baru Saja Menikah

Melihat tertangkapnya dua menteri Jokowi itu, Faisal Santiago menilai KPK juga harus memeriksa Presiden Jokowi.

Mengapa?

Penangkapan sekaligus penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap dua orang menteri dinilai sebagai preseden buruk Kabinet Indonesia Maju.

Terlebih, dugaan tindak pidana korupsi kedua menteri, yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia,

Eddy Prabowo dan Menteri Sosial Republik Indonesia, Juliari Batubara dilakukan di tengah pandemi Covid-19.

Hal tersebut disampaikan oleh Pakar Ilmu Hukum Faisal Santiago.

Menurutnya, meski belum ditemukan adanya aliran dana yang diterima Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi),

KPK dipandang perlu memeriksa Jokowi terkait kasus korupsi.

"Bagaimanapun juga sebagai atasan langsung, mestinya presiden juga bertanggung jawab atas kejadian ini," ungkap Faisal dihubungi pada Jumat (18/12/2020).

"Kalau saya melihat kedua menteri yang ditangkap KPK adalah oknum yang ingin memperkaya diri sendiri dikarenakan gaya hidup yang berlebihan," tuturnya.

KPK pun dinilai Faisal memiliki kewenangan untuk memeriksa Jokowi.

Baca juga: Aldi Taher hingga Sule, Inilah 5 Artis yang Akhiri Masa Duda di Tahun 2020, Siapa Saja?

Baca juga: PT Hikam dan Relawan Koppral Bagikan Minyak Tanah Gratis Bagi Pengungsi Erupsi Ile Lewotolok

Baca juga: Pevita Pearce Positif Covid-19, Lima Hari Jalani Perawatan, Wajah Pucat Jadi Sorotan

Baca juga: Gesit Lembata Salurkan Logistik di Setiap Posko Pengungsi Erupsi Ile Lewotolok

Sebab, semua warga negara tanpa terkecuali kedudukannya, ditegaskannya sama di mata hukum, termasuk Jokowi.

Terlebih, pemeriksaan Jokowi pun dianggapnya penting untuk membuktikan kasus dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19.

"KPK bisa memanggil siapa saja dalam hal untuk memeriksa dalam rangka penyelidikan

dan penyidikan suatu tindak pidana korupsi. Equality before the law, semua sama di mata hukum," jelas Faisal.

"Masalahnya kewenangan KPK terkait dengan urgensi untuk memanggil presiden," ujarnya.

Sementara itu, pendapat berbeda disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis.

Menurutnya, pemeriksaan Jokowi serta sejumlah saksi lainnya bergantung kepada fakta hukum

yang terungkap dalam penyidikan kasus korupsi tersebut.

Baca juga: Aldi Taher hingga Sule, Inilah 5 Artis yang Akhiri Masa Duda di Tahun 2020, Siapa Saja?

Baca juga: PT Hikam dan Relawan Koppral Bagikan Minyak Tanah Gratis Bagi Pengungsi Erupsi Ile Lewotolok

Baca juga: Pevita Pearce Positif Covid-19, Lima Hari Jalani Perawatan, Wajah Pucat Jadi Sorotan

Walau begitu, pemeriksaan saksi tidak dilihat dari status atau jabatan seseorang.

"Pemeriksaan seseorang dalam sebuah perkara itu sangat tergantung pada fakta, bukan pada status orang itu,

apa dia menteri atau bukan menteri, dia di bawah presiden atau tidak, tergantung pada fakta," kata Margarito dihubungi pada Jumat (18/12/2020).

Selain itu, dirinya menegaskan pemanggilan tersebut jika ditemukan fakta hukum adanya keterkaitan antara eks Mensos Juliari Batubara

dengan Presiden yang tidak didasarkan pada status jabatannya.

"Bukan status yang menentukan seseorang dalam kasus itu (dana bansos covid-19).

Tapi fakta kasus itu yang menentukan siapa yang akan dipanggil. Bukan status dia menteri anggota partai, atau siapapun," tegasnya.

Namun demikian, kata Margarito, jika tidak ditemukan fakta hukum, maka penyidik KPK tidak bisa memanggil Jokowi untuk diperiksa sebagai saksi.

"Jika tidak ada fakta hukum, maka tidak bisa memanggil presiden di dalam perkara ini.

Tidak ada fakta yang dapat dipakai sebagai dasar untuk memanggil presiden. Ini bicara hukum, bukan bicara politik," jelasnya.

* Wahyu Trenggono Dikabarkan Bakal Ganti Edhy Prabowo Jadi Menteri KKP, Presiden Jokowi Sudah Setuju?

Hingga saat ini, jabatan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih lowong pasca Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berbagai spekulasi pun muncul dengan menyebut sejumlah nama seperti Fadli Zon maupun Sandiaga Uno.

Tapi tiba-tiba, nama Sakti Wahyu Trenggono juga disebut-sebut untuk menggantikan edhy Prabowo menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menanggapi itu, Anggota Komisi IV DPR Bambang Purwanto menyebut penunjukkan Menteri Kelautan dan Perikanan pengganti Edhy Prabowo, merupakan hak prerogatif presiden.

"Itu ranahnya Presiden, kami tidak banyak komentar. Tapi ruang lingkup kelautan dan perikanan itu kan luas dan sangat komplek, sehingga perlu orang tepat dan sangat menguasai peta Kementerian Kelautan dan Perikanan, agar kebijakannya bisa tepat," ujar Bambang saat dihubungi, Jakarta, Jumat (18/12/2020).

Menurut Bambang, menteri kelautan dan perikanan ke depan harus bisa mengatasi persoalan pencurian ikan, optimalisasi pengelolaan ikan, dan meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Selain itu, kata Bambang, kebijakan izin ekspor benih lobster atau benur juga perlu dihentikan, karena merugikan Indonesia.

"Sejak awal saya memang minta dihentikan izin ekspor itu. Kayak di Pacitan banyak lobster mutiara, bayi lobsternya diambil dan induknya diambil juga, lama-lama kan punah," ujar politikus Demokrat itu.

"Vietnam sendiri kan dari kita, bahan pakannya dari kira juga. Lama-lama mereka yang punya lobster, dan kita habis," sambung Bambang.

Jabat Wamenhan

Dikutip dari Kompas.com, Presiden Joko Widodo menunjuk Bendahara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Sakti Wahyu Trenggono, menjadi Wakil Menteri Pertahanan.

Hal itu diungkapkan Jokowi saat memperkenalkan 12 nama wakil menteri di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (25/10/2019).

Menurut Jokowi, Wahyu Trenggono merupakan figur yang berpengalaman.

"Profesional, sangat berpengalaman dalam korporasi akan menjadi Wakil Menteri Pertahanan," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan sudah meminta Wahyu untuk mengembangkan industri-industri strategis pertahanan Indonesia.

Ia juga mengatakan, Sakti akan memperkuat Kemenhan bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

"Saya berikan tugas khusus agar bisa mengembangkan industri-industri strategis pertahanan, yang juga akan memberikan dukungan terhadap Menhan Pak Prabowo Subianto," ujar Jokowi.

Berikut Profil Singkat Wahyu Trenggono

Pada kontestasi Pilpres 2019, Wahyu Sakti Trenggono menjabat sebagai bendahara tim kampanye nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin.

Dilansir dari Kontan, Trenggono mempunyai latar belakang sebagai seorang pebisnis di bidang telekomunikasi, meskipun ia sempat berkecimpung di dunia politik sebagai Bendahara Umum PAN (Partai Amanat Nasional) saat ketua umum partai kala itu dijabat Hatta Rajasa.

Ia mendirikan PT Teknologi Riset Global (TRG) Investama pada 2007, yang berfokus dalam bidang telekomunikasi, teknologi, properti, media, dan e-commerce.

Sebelum mendirikan PT TRG, pria lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Bina Nusantara (Binus) ini telah merintis PT Solusindo Kreasi Pratama (SKP) dan membangun PT Tower Bersama Infrastruktur.

Pria kelahiran Semarang ini dibesarkan di lingkungan keluarga yang sederhana.

Kariernya dimulai ketika Trenggono menjadi karyawan di PT Astra International Tbk lewat program Astra Basic Training atau management trainee pada 1988.

Statusnya saat itu masih sebagai mahasiswa semester akhir ITB dan belum mendapat gelar sarjana.

Ia pun ditempatkan ke dalam unit bisnis informasi teknologi.

Terjun di Bisnis Kayu

Trenggono mengaku belajar banyak hal selama di Astra, mulai dari membangun infrastruktur IT, membangun budaya perusahaan, hingga mengembangkan pabrik.

Ia mengaku banyak berelasi dengan lembaga konsultan kelas dunia seperti Boston Consulting Group (BCG).

Trenggono memilih mundur setelah 11 tahun berkarier di Astra.

Jabatan akhirnya menjadi Senior General Manager atau setingkat direktur di anak perusahaan Astra.

Dari perusahaan kaliber tersebut, ia mengantongi ilmu dan pengetahuan tentang IT dan manajemen. Pada 1995, Trenggono pernah menjajal dunia bisnis bidang kayu, namun usahanya gulung tikar lantaran krisis tahun 1998.

Hal ini justru menjadi peluang yang dimanfaatkan Trenggono.

Ia melihat di awal tahun 2000-an, Indonesia memasuki era teknologi mobile telekomunikasi yang ditandai dengan munculnya operator-operator seluler dan pengguna ponsel terus tumbuh.

Melihat peluang itu, Trenggono pun mendapat sinyal kuat untuk mengembangkan bisnis di dunia telekomunikasi.

Meskipun sempat diremehkan, Trenggono tetap yakin membangun 70 menara telekomunikasi dalam waktu tiga tahun.

Operator besar seperti Telkomsel, XL, dan Indosat melirik bisnisnya.

Mereka memilih menyewa menara-menara tersebut daripada menghabiskan uang untuk membangun menara sendiri. 

Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul Profil Sakti Wahyu Trenggono, Dikabarkan akan Gantikan Menteri KKP Edhy Prabowo, Kata DPR, https://sumsel.tribunnews.com/2020/12/18/profil-sakti-wahyu-trenggono-dikabarkan-akan-gantikan-menteri-kkp-edhy-prabowo-kata-dpr?page=all

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul https://wartakota.tribunnews.com/2020/12/18/edhy-prabowo-dan-juliari-terlibat-korupsi-pakar-hukum-kpk-bisa-periksa-presiden-jokowi?page=all&_ga=2.111888836.174172955.1607648795-857069526.1598522647

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved