Prihatin Korban Erupsi Ile Lewotolok Lembata Ini yang Dilakukan Bupati Sikka
Prihatin korban erupsi Ile Lewotolok Lembata ini yang dilakukan Bupati Sikka
Prihatin korban erupsi Ile Lewotolok Lembata ini yang dilakukan Bupati Sikka
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA-Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo atau Roby Idong bersama rombongan dari Kabupaten Sikka datang langsung ke Lembata guna membawa bantuan kemanusiaan dan melihat keadaan pengungsi Gunung Ile Lewotolok.
Rombongan dari Kabupaten Sikka ini tiba di Posko Utama Eks Kantor Bupati Lembata, sekitar pukul 12.30 Wita, Sabtu (5/12/2020).
Di hadapan Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur dan jajaran Forkopimda Kabupaten Lembata, Bupati Roby Idong menyampaikan keprihatinannya terhadap bencana alam erupsi Ile Lewotolok yang berdampak pada warga di Kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur.
Baca juga: Mendorong Percepatan Pemenuhan Hak Anak: ChildFun Urus Akta Kelahiran Anak NTT
"Pemda Sikka merasa prihatin atas kejadian ini. Ini kegiatan kemanusiaan sebagai kabupaten kakak dan adik antara Sikka dan Lembata. Kami hadir bersama Tim Penggerak PKK bersama perwakilan OPD Kabupaten dan paguyuban Lembata di Maumere dan keluarga besar Adonara di Maumere," tandasnya.
Menurut Robby, kehadiran rombongan dari Sikka juga untuk memberi motivasi dan penguatan kepada pemerintah dan masyarakat.
"Kami berkunjung langsung untuk memberi kekuatan," tambah Roby Idong sembari menambahkan bantuan logistik yang dibawa juga merupakan hasil dari donasi dari berbagai pihak di Kabupaten Sikka.
Baca juga: RSIA Dedari Lakukan Terobosan Peningkatan Kualitas dan Keselamatan Pasien Selama Masa Pandemi
Roby Idong menambahkan kejadian bencana alam juga pernah dialami masyarakat Kabupaten Sikka saat meletusnya Gunung Rokatenda dan Egon. Butuh waktu satu tahun untuk memulihkan semuanya seperti sediakala termasuk mental masyarakat.
Pada kesempatan itu, Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur mengucapkan terima kasih atas kepedulian dan keprihatinan Pemda Sikka dan masyarakatnya terhadap musibah bencana alam ini.
Yentji pun menyanjung Bupati Roby Idong dan rombongan yang datang langsung ke Lembata untuk melihat kondisi warga terdampak erupsi Ile Lewotolok.
"Bantuan yang ada pasti dimanfaatkan dengan baik karena ini kepercayaan, kita pakai dengan baik untuk masyarakat," ujarnya.
Dia juga melaporkan bahwa tim gabungan saat ini sedang berupaya memulangkan warga yang berada di luar zona merah erupsi Ile Lewotolok. Di saat yang sama, mereka juga sedang melakukan evakuasi warga yang masih bertahan di 16 desa yang masuk zona merah.
Pada kesempatan itu Pemda Sikka langsung menyerahkan bantuan secara simbolis kepada Pemda Lembata di antaranya uang tunai Rp 60 juta, beras sebanyak 1,5 ton, mie instan sebanyak 119 dos dan logistik lainnya.
Tidak Bisa Jalan
Langkah Pemda Lembata memusatkan semua pengungsi erupsi Ile Lewotolok di posko-posko terpusat yang sudah disiapkan rupanya menuai masalah. Penerapan kebijakan yang ingin mengevakuasi pengungsi yang ada di rumah-rumah keluarga ke posko terpusat ini tidak semudah diucapkan.
Para pengungsi yang memilih bertahan di rumah warga punya alasan tersendiri kenapa tidak pindah ke posko-posko terpusat yang disiapkan Pemda Lembata.
Salah satunya yang diungkap warga Desa Todanara, Kecamatan Ile Ape Timur, Mathias Mado.
Mathias sudah seminggu mengungsi di rumah kerabatnya Thobias Temalan di Kelurahan Lamahora Timur, RT 41/RW 008. Dia tidak sendiri bermukim sementara di rumah itu. Ada 11 orang warga Desa Todanara juga tinggal di rumah yang sama. Tujuh orang di antaranya adalah warga lanjut usia (lansia) berusia 60, 70 dan 80 tahun yang tiga di antaranya hanya berbaring di tempat tidur.
"Kami ke sini karena ada orangtua jompo tiga orang sehingga kami tidak bisa ke posko utama. Nanti siapa yang urus mereka. Sementara mereka saja mau apa-apa harus digendong," keluh Mathias di Kelurahan Lewoleba Timur, Sabtu (5/12).
Disampaikannya, beberapa lansia juga harus mengurus jompo lainnya yang sakit dan terbaring di ranjang tidur.
Mathias yang adalah aparat Desa Todanara mengaku mereka belum pernah mendapat bantuan dari pemerintah sejak erupsi Ile Lewotolok. Sudah satu minggu tinggal di Lewoleba, Mathias dan 11 orang warga lainnya bisa bertahan hidup dengan bantuan dari pemerintah desa, komunitas dan pihak LSM serta swadaya mereka sendiri.
"Kami harap tidak ke posko utama tapi paling tidak ada perhatian pemerintah untuk yang jompo ini, mungkin bisa distribusikan untuk ringankan beban keluarga begitu," tambahnya.
Empat di antara yang lansia itu bernama Matina Kesabo (85), Sisilia Sili (83), Ana Anu (76) dan Paulus Paji (76).
Sebelumnya, Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur menegaskan bantuan kepada pengungsi di rumah-rumah penduduk dihentikan. Jika ingin mendapatkan bantuan maka para pengungsi yang melakukan evakuasi mandiri di rumah-rumah warga harus segera masuk ke tempat-tempat penampungan resmi yang disediakan pemerintah.
"Pemerintah hanya melayani yang terpusat saja. Kalau mau harus ke sini. Yang tuan rumah juga harus inisiatif (bawa pengungsi ke posko terpusat). Evakuasi terpusat yang dari rumah rumah, supaya penanganannya baik," katanya kepada wartawan di Posko Utama Eks Kantor Bupati lama, Jumat (4/12/2020).
Saat ini, Tim Satgas Penanganan Bencana Erupsi Ile Lewotolok juga sudah menyiapkan posko-posko baru di beberapa gedung sekolah yang ada di Kota Lewoleba.
Posko-posko baru ini akan menampung pengungsi yang dipindahkan dari rumah-rumah warga di Kota Lewoleba. Salah satu gedung sekolah yang digunakan adalah SDN Wangatoa. Para pengungsi dari Desa Lamawara dievakuasi dari rumah-rumah warga di Kota Lewoleba ditempatkan di ruang-ruang kelas SDN Wangatoa.
Pantauan Pos Kupang, Sabtu (5/12/2020), fasilitas pengungsian yang ada di sekolah tersebut masih belum memadai sama sekali. Saat para pengungsi tiba di sana, hanya ada tikar tipis berlogo BNPB di lantai tanpa ada bantal tidur. Sejumlah penyintas yang ditemui Pos Kupang di SDN Wangatoa mengeluhkan hal ini. Mereka kecewa karena fasilitas pengungsian minim sekali.
Mathias Beda, warga Desa Lamawara, mengaku tak punya pilihan lain selain mengikuti anjuran pemerintah untuk pindah ke posko yang disiapkan Pemda Lembata.
Mathias Beda pun lebih memilih dievakuasi di gedung sekolah daripada di posko-posko terpal yang menurutnya rawan dihantam banjir, apalagi kebanyakan pengungsi dari Lamawara merupakan lansia. (ll)