Mendorong Percepatan Pemenuhan Hak Anak: ChildFun Urus Akta Kelahiran Anak NTT
Every Child's Birth Right adalah program ChildFund di Indonesia bekerja sama dan Pemerintah Kabupaten Belu melalui Disdukcapil Belu
POS-KUPANG.COM - Every Child's Birth Right adalah program ChildFund di Indonesia bekerja sama dan Pemerintah Kabupaten Belu melalui Disdukcapil Belu untuk mendorong pemenuhan hak anak atas identitas.
Program telah dimulai sejak 2018 hingga 2019, kemudian diperpanjang hingga Juli 2020 yang fokus untuk anak usia di bawah 18 tahun. ChildFund bekerja untuk pemenuhan anak dan memastikan setiap anak sehat, terlindungi, punya pendidikan, dan kecakapan hidup.
Renny Rebeka Haning dari ChildFund Internasional Indonesia menjelaskan, intervensi program tersebut di Kabupaten Belu telah meningkatkan kepemilikan akta kelahiran dari 50 persen pada tahun 2017 menjadi 73 persen.
Baca juga: RSIA Dedari Lakukan Terobosan Peningkatan Kualitas dan Keselamatan Pasien Selama Masa Pandemi
Kabupaten Belu dipilih karena berada dalam wilayah strategis, yakni perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Letak geografis itu menyebabkan anak-anak rentan ketiadaan akta kelahiran sehingga berisiko mengalami kekerasan baik perdagangan anak, pekerja anak, dan bentuk eksploitasi anak lainnya.
"Kami pun membuat aplikasi bernama e-mapper untuk membantu pemerintah mempermudah pelayanan dari sisi permintaan akan hak identitas," ungkap Renny dalam acara Ngobrol Asyik Pos Kupang tentang Hak Anak Atas Identitas, Rabu (2/12/2020) malam.
Baca juga: Pilkada Manggarai Tinggal H-2, Begini Persiapan KPU Manggarai
Aplikasi e-mapper, lanjut Renny, menolong kader/aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di desa untuk membantu anak dan orang tua yang tidak memiliki akta.
Formulirnya menggunakan formulir pemerintah yang akan diisi dengan data masyarakat dan bisa digunakan baik online maupun offline. Kader/aktivis PATBM itu akan membantu orang tua dan anak untuk mendaftarkan kelengkapan berkas mereka. Aplikasi ini pun sangat memungkinkan untuk penyandang disabilitas mendapatkan hak atas identitas mereka.
Kepala Bidang Pelayanan Pencatatan Sipil Disdukcapil Kabupaten Belu, Maksimus Mau Meta menambahkan, akta kelahiran merupakan salah satu bentuk pemenuhan hak atas identitas seorang individu.
Kepemilikan akta kelahiran memengaruhi beragam aspek kehidupan terutama terkait dengan pemenuhan hak dasar anak, perlindungan anak, dan akses terhadap beragam pelayanan publik lainnya.
Manfaat akta kelahiran antara lain untuk mendaftar sekolah, mendapatkan beasiswa, mengurus passport, mengurus kartu identitas anak, mengurus kartu tanda penduduk elektronik, pelayanan kesehatan, dan pelayanan publik.
"Sehingga setiap anak harus memiliki akta kelahiran. Tanpa akta kelahiran, secara de jure keberadaan anak itu tidak diakui negara," urai Maksimus.
Sebelum kehadiran ChildFund Internasional Indonesia di Kabupaten Belu, cakupan kepemilikan akta kelahiran masih rendah, yakni sekitar 50 persen. Kemudian, pada tahun 2018, ChildFund bermitra dengan LPPA Kabupaten Belu dan bekerja sama dengan Pemkab Belu untuk meningkatkan askes layanan hak identitas anak.
Maksimus melanjutkan, cakupan kepemilikan akta kelahiran meningkat menjadi 73 persen tahun 2018 setelah kehadiran ChildFund. Bahkan data terakhir di tahun 2020, presentase kepemilikan akta kelahiran anak di Belu naik menjadi 85,5 persen.
Strategi yang dilakukan oleh Pemkab Belu sehingga bisa mencapai angka tersebut yakni inovasi Jemput Bola Pelayanan Keliling dan Akta Pencatatan Sipil Jemput Bola. Selain itu, ada kolaborasi bersama instansi lintas sektor.
Maksimus juga mengapresiasi aplikasi e-mapper dari ChildFund Internasional Indonesia yang sangat membantu dinas dalam melakukan pendataan pencatatan kelahiran di Kabupaten Belu. Aplikasi tersebut dilakukan oleh enumerator/aktivis PATBM.
"Mereka door to door membantu masyarakat yang belum memiliki akta. Persyaratan diunggah ke aplikasi, diteruskan ke disdukcapil, dan disdukcapil masukkan ke dalam sistem informasi administasi kependudukan. Akta dicetak dan diserahkan melalui aktivis PATBM," urai Maksimus.
Para aktivis PATBM di Kabupaten Belu berjumlah 5 orang dan yang mengikuti pelatihan sebanyak 30-an orang. Mereka tersebar di lima desa dampingan di Kabupaten Belu.
Ia mengakui tantangan yang dihadapi adalah rendahnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya dokumen kependudukan. Berikutnya, letak geografis sehingga sulitnya mengakses layanan.
"Ada juga adat istiadat; yang belum mengurus akte itu karena adat. Juga sarana prasarana, sumber daya manusia, itu juga tantangan," tambahnya.
Menyambung dua pembicara sebelumnya, Kepala Bidang Pendudukan Pencatatan Sipil Dinas Kesehatan Provinsi NTT Hendrik Manesi mengungkapkan bahwa pada target nasional untuk cakupan akta kelahiran telah terpenuhi. Namun, NTT belum memenuhi target yang telah diberikan.
Dari jumlah wajib akta kelahiran anak berusia 0-18 tahun sebanyak 1,485 juta anak, baru terpenuhi sebanyak 76,62 persen per 30 November 2020. "Jadi masih 20 persen lebih untuk kita kejar," katanya.
Strategi yang akan dilakukan untuk mengejar target yang telah diberikan antara lain upaya peningkatan cakupan layanan kualitas melalui Permendagri 19/2018. Ia berharap perlu adanya kolaborasi bersama berbagai stakeholder dan mitra, salah satunya ChildFund Internasional Indonesia.
"Kabupaten Belu dua tahun kemarin baru 50 persen. Ini dua tahun sudah 85 persen. Kita berharap ini akan menjadi model karena kaitan dengan peningkatan layanan ini ya diharapkan untuk bermitra dengan berbagai stakeholder," ujarnya.
Hendrik menjelaskan, permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kesadaran masyarakat. Namun, seringkali masyarakat mengurus kelengkapan identitas apabila akan mendapatkan bantuan.
Kendala lainnya adalah perubahan sistem informasi. Ia berharap, program Gerakan Indonesia Sadar Administrasi (GISA) yang telah dicanangkan bisa membuat masyarakat sadar mencatatkan peristiwa pentingnya. Aparat pun perlu sadar dengan update database.
Sementara itu, menyikapi berbagai kendala yang terjadi di masyarakat semisal tidak lengkapnya persyaratan karena orang tua belum menikah secara sah atau anak terlantar, pemerintah memberikan solusinya.
Hendrik menguraikan, ada beberapa akta kelahiran yang dibuat berkaitan dengan pengajuan akta sesuai persyaratan yang diberikan, yakni akta yang tercatat orang tua, akta dengan orang tua belum menikah, juga akta untuk anak hasil dari ibu tanpa ayah.
"Terhadap semua persyaratan yang tidak terpenuhi, bisa membuat surat pernyataan tanggung jawab mutlak. Artinya, ketika seseorang tadi terhalang dengan hal yang tadi, membuat pernyataan ke dukcapil, dan dukcapil keluarkan akta. Ketika seseorang membuat pernyataan tidak valid, maka dukcapil bisa menarik akta tadi," paparnya.
"Melindungi anak artinya kita harus mencatatkan mereka agar mereka ada. Supaya membuat pekerjaan kita akuntabel karena kita stakeholders dan membuat program kita menjadi tepat sasaran. Alangkah baiknya mari bergandengan tangan mencatat semua anak Indonesia terutama NTT agar mereka ada secara hukum dan menjadi bagian dari pembangunan di NTT," ungkap Renny dalam pernyataan penutupnya.
"Semua anak harus tercatat kelahirannya atau semua anak harus memiliki identitas hukum yaitu akta kelahiran. Kerja sama atau kolaborasi pemerintah bersama instansi terkait dan lembaga perlu ditingkatkan supaya semua anak terpenuhi hak identitasnya. Apa yang sudah dilakukan oleh kami di Belu kiranya menjadi replikasi bagi kabupaten lain di NTT," Maksimus menambahkan.
Hendrik pun mengakhiri pernyataannya dengan menegaskan bahwa hak identitas seorang anak wajib dicatat dalam bentuk akta kelahiran.
"Seorang anak yang terlahir tanpa akta kelahiran, ibarat hidup tapi tidak ada sehingga akses terhadap semua pelayanan publik dan jaminan sosial tidak dimungkinkan. Kita berharap ada upaya bersama untuk mendorong percepatan pemenuhan akta kelahiran bagi semua anak," tutup Hendrik. (intan nuka)