Surat Kontroversi Bagi Pengungsi Ile Lewotolok Mengabaikan Hak Asasi Sebagai Warga Negara
ditandatangani oleh kepala desa, lurah, kepala keluarga penjamin dan pengungsi yang melakukan evakuasi mandiri di rumah.
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
Surat Kontroversi Bagi Pengungsi Ile Lewotolok Mengabaikan Hak Asasi Sebagai Warga Negara
POS-KUPANG.COM|LEWOLEBA-Pemerintah Kabupaten Lembata mengeluarkan surat pernyataan yang kontroversial bagi pengungsi erupsi Ile Lewotolok yang melakukan evakuasi mandiri di rumah warga di Kota Lewoleba.
Surat pernyataan yang ramai dibahas di media sosial itu ditujukan kepada pengungsi dan ditandatangani oleh kepala desa, lurah, kepala keluarga penjamin dan pengungsi yang melakukan evakuasi mandiri di rumah.
Isi surat itu menyatakan bahwa warga pengungsi yang tidak bersedia dievakuasi dari rumah ke shelter atau penampungan pengungsi yang disiapkan Pemda Lembata bersedia memenuhi seluruh kebutuhan hidup dan fasilitas dasar yang dibutuhkan secara mandiri (tanggungjawab pribadi) selama masa tanggap darurat sampai berakhirnya masa tanggap darurat yang ditetapkan Pemda Lembata.
Sekretaris Daerah Kabupaten Lembata Paskalis Ola Tapobali membenarkan bahwa surat pernyataan tersebut berasal dari Pemda Lembata.
Kendati demikian, dia menjelaskan bunyi penegasan dalam surat tersebut sudah diperlunak dalam penerapannya meski dalam rapat bersama Forkopimda Kabupaten Lembata kemarin sudah disepakati seperti itu.
"Namun tadi ada kelunakan. Bagi yang tidak mau dipusatkan, silakan ditampung mandiri namun kita memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan menyiapkan makan secara terpusat di posko dalam bentuk nasi bungkus/nasi kotak. Keluarga disilakan mengambil ke posko," ungkap Sekda Paskalis saat dihubungi melalui pesan What's App, Sabtu (5/12/2020).
Khusus kelompok rentan, kata Paskalis, pemerintah juga siap memenuhi kebutuhan mereka sesuai ketersediaan stok yang ada. Lalu bagi yang sakit diminta untuk segera melapor ke klaster kesehatan untuk ditangani tenaga medis.
"Ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, difabel, ditangani sesuai kebutuhan mereka dan ketersediaan stok," tambahnya.
"Ada kekhawatiran ketika ditampung secara mandiri lalu ada kejadian luar biasa seperti kematian dll. Pemerintah bisa saja disalahkan bahwa mengapa tidak memberi mereka tempat," ungkap Sekda Paskalis.
Penjelasan senada juga diutarakan oleh Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lembata, Kanisius Making ketika dihubungi terpisah, Sabtu malam, yang menyatakan bahwa pemerintah tetap punya tanggungjawab mendistribusikan logistik kepada pengungsi yang ada di rumah-rumah warga.
Surat pernyataan itu, kata dia, lebih merupakan pernyataan bahwa mereka tidak bersedia pindah ke posko pengungsian. Bukan menghentikan bantuan logistik kepada para pengungsi erupsi Ile Lewotolok yang lakukan evakuasi mandiri di rumah.
"Jangan sampai mereka mondar-mandir, tidak terkontrol, celaka di jalan dan ada musibah, nanti kita lagi yang disalahkan," pungkasnya.
Koodinator Divisi Advokasi Forum Peduli Kesejahteraan Difabel dan Keluarga (FPKDK) Kabupaten Lembata Freddy Wahon menegaskan pemerintah daerah punya kewajiban membantu pengungsi dan bukan saja membantu pengungsi yang hanya berada di kamp pengungsian.
Itu artinya, menurut Freddy Wahon, siapa saja dan di mana saja warga korban erupsi Ile Lewotolok berada, pemerintah punya kewajiban membantu mereka karena mereka punya hak sebagai warga negara, apalagi sedang berada dalam situasi kesusahan karena bencana alam.