'Kami Tidak ke Posko Utama Karena Kami Jompo, Tidak Bisa Jalan'

Para pengungsi yang memilih bertahan di rumah warga punya alasan tersendiri kenapa tidak pindah ke posko-posko terpusat

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/RICARDUS WAWO
Sejumlah Pengungsi erupsi Ile Lewotolok lansia asal Desa Todanara yang melakukan evakuasi mandiri di Kelurahan Lewoleba Timur. Para pengungsi yang memilih bertahan di rumah warga punya alasan tersendiri kenapa tidak pindah ke posko-posko terpusat yang disiapkan Pemda Lembata. 

"Pemerintah hanya melayani yang terpusat saja. Kalau mau harus ke sini. Yang tuan rumah juga harus inisiatif (bawa pengungsi ke posko terpusat). Evakuasi terpusat yang dari rumah rumah, supaya penanganannya baik," katanya kepada wartawan di Posko Utama Eks Kantor Bupati lama, Jumat (4/12/2020). 

Dikatakannya, apabila pengungsi masih tetap bertahan di rumah keluarga atau di rumah warga lainnya di dalam Kota Lewoleba maka dianggap sebagai pengungsi mandiri dan menjadi tanggung jawab keluarga yang menampung.

Pemerintah akan lebih mudah memberikan perhatian seperti pemeriksaan kesehatan dan mendistribusikan logistik jika ditampung di posko utama yang sudah disiapkan pemerintah. 

"Pemerintah juga dapat menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19," katanya. 

Kami Mau Tidur Tapi Bantal Juga Tidak Ada

Saat ini, Tim Satgas Penanganan Bencana Erupsi Ile Lewotolok juga sudah menyiapkan posko-posko baru di beberapa gedung sekolah yang ada di Kota Lewoleba. Posko-posko baru ini akan menampung pengungsi yang dipindahkan dari rumah-rumah warga di Kota Lewoleba. Salah satu gedung sekolah yang digunakan adalah SDN Wangatoa. Para pengungsi dari Desa Lamawara dievakuasi dari rumah-rumah warga di Kota Lewoleba ditempatkan di ruang-ruang kelas SDN Wangatoa.

Pantauan Pos Kupang, Sabtu (5/12/2020), fasilitas pengungsian yang ada di sekolah tersebut masih belum memadai sama sekali. Saat para pengungsi tiba di sana, hanya ada tikar tipis berlogo BNPB digelar di lantai tanpa ada bantal tidur. Sejumlah penyintas yang ditemui Pos Kupang di SDN Wangatoa mengeluhkan hal ini. Mereka kecewa karena fasilitas pengungsian minim sekali.

"Hanya ada tikar tipis di lantai, lalu bantal tidak ada, padahal di sini banyak juga ibu hamil dan balita," keluh salah seorang ibu.

Mereka pun membandingkannya dengan situasi saat mereka tinggal di rumah keluarga. Hingga pukul 18.41 Wita, belum ada tanda-tanda ada petugas yang membawa bantal tidur untuk mereka. Sementara beberapa ibu masih tampak gelisah karena anak balita mereka mengeluhkan lapar dan butuh makan lebih awal.

Mathias Beda, warga Desa Lamawara, mengaku tak punya pilihan lain selain mengikuti anjuran pemerintah untuk pindah ke posko yang disiapkan Pemda Lembata

Mathias Beda pun lebih memilih dievakuasi di gedung sekolah daripada di posko-posko terpal yang menurutnya rawan dihantam banjir, apalagi kebanyakan pengungsi dari Lamawara merupakan lansia.

Data sementara jumlah pengungsi erupsi Gunung Ile Lewotolok Kabupaten Lembata yang dihimpun Pos Kupang
Per tanggal 5 Desember 2020

Pukul 12.00 Wita:
Jumlah Pengungsi keadaan terakhir yang dapat dilaporkan pada Pukul 12.00 wita sebanyak 9.028Jiwa.

Jumlah Posko Penanganan Pengungsi

a. Kantor Bupati Lama (Kec. Nubatukan)
: 1389 Jiwa

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved