Imigran Curhat ke LBH APIK NTT Asif Mengaku Perempuan NTT Terlalu Baik

Seorang imigran curhat ke LBH APIK NTT Asif mengaku Perempuan NTT terlalu baik

Editor: Kanis Jehola
POSKUPANG.COM/NOVEMY LEO
FOTO BERSAMA-Direktris LBH APIK NTT, Ansi D Rihi Dara bersama pembicara dan peserta workshop Penyusunan Mekanisme Penanganan Kasus Gender Base Violence atau GBV bagi Pengungsi di Hotel Kristal Kupang, Selasa (17/11/2020) 

Seorang imigran curhat ke LBH APIK NTT, ini pengakuan Asif soal Perempuan NTT

POS-KUPANG.COM - Asif Pazhwak alias Asif salah seorang imigran atau pengungsi asal Afghanistan sudah lima tahun di Kota Kupang berbagai banyak cerita tentang negara asalnya dan suka duka serta harapannya selama menetap di Kota Kupang.

Mengenakan kemeja lengan pendek berwarna biru, Asif duduk menghadap belasan peserta Workshop Penyusunan Mekanisme Penanganan Kasus Gender Base Violence atau GBV bagi Pengungsi. Kegiatan ini diselenggaran LBH APIK NTT bekerjasama dengan IOM dan menghadirkan peserta dari Departemen Hukum dan HAM, Rudenim, P2TP2A, DP3A, Rumah Perempuan, LBH APIK NTT, Dinas Sosial, Polda NTT.

Baca juga: Feby Febiola: Lebih Bahagia

Pria dengan tinggi 180-an cm ini memulai ceritanya dengan mengaku ditempatkan di Hotel Lavender bersama sejumlah pengungsi yang berstatus single sedangkan yang berstatus keluarga ditempatkan terpisah.

Asif berterimakasih kepada IOM dan Pemerintah Indonesia dan Pemprop NTT karena selama berada di Kupang kehidupan mereka ditanggung oleh IOM. Setiap bulan Asif mendapatkan uang saku senilai Rp 1.250.000 yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan makan minum, peralatan mandi termasuk kesehatan jika sakit dan berobat ke puskesmas serta kebutuhan lainnya.

Baca juga: Polres TTU Limpahkan Bekas Perkara Kasus Korupsi Dana Desa Tautpah Pekan Depan

Jika sakit, mereka berobat ke 3 puskesmas yang sudah ditetapkan. Tiap kali berobat, mereka membayar Rp 5.000 dan mendapatkan obat gratis kecuali obat yang tidak ada di puskesmas tersebut. Namun jika sakitnya parah dan mesti diopname di rumah sakit, maka IOM akan menanggungnya.

Untuk makan minum sehari hari, mereka patungan membeli beras, sayur mayur, minyak goreng, minyak tanah, garam dan bumbu sebagainya. Lalu beberapa orang berbelanja ke pasar memasak dan mereka makan bersama. Jumlah uang itu memang kurang bisa memenuhi kebutuhan mereka namun disyukuri karena paling tidak bisa menopang kehidupan mereka.

Asif menceritakan tentang kehidupan di Afganistan. Banyak persoalan di sana sehingga menyebabkan dia mesti keluar dari negaranya itu untuk mencari kehidupan yang lebih baik di negara ketiga. Karenanya dia memilih untuk keluar dari negaranya itu.

Asif menilai dalam bidang penegakan hak asasi terutama bagi perempuan dan anak di negaranya itu tidak sebaik Indonesia. Dinegaranya, Asif adalah guru bahasa Inggris dan dia juga terlibat dalam berbagai komunitas yang bergerak membantu penegakan hak asasi.

"Terlalu keras untuk perempuan di sana. Ada kasus banyak untuk perempuan dan anak, mereka terlalu kasihan ," kata Asif.

Asif melihat kondisi kehidupan perempuan di Indonesia khususnya di Kupang jauh lebih baik dibandingkan di negaranya. "Perempuan di negara Indonesia terlalu baik, perempuan di sini bisa bicara, bisa kemana-mana," kata Asif.

Asif menilai pengungsi perempuan di Kupang ini pun belum mendapatkan haknya dengan baik. Pengungsi perempuan yang ingin belajar bahasa Indonesia itu masih ada yang dilarang oleh keluarganya. Dan ini juga sangat menyedihkan.

"Sampai sekarang tidak ada wanita yang bisa bahasa Indonesia dengan baik karena keluarga bilang tidak boleh belajar bahasa Indonesia, untuk apa. Terlalu banyak pertanyaan," kata Asif.

Asif juga prihatin dengan kondisi anak anak pengungsi yang tidak bisa belajar dan sekolah mengenyam pendidikan. "Baru satu tahun anak anak boleh belajar tapi sebelum itu tidak belajar," kata Asif.

Pendidikan itu juga baru untuk anak anak SD sedangkan untuk lainnya belum ada. Padahal pendidikan itu juga perlu untuk pengungsi lainnya yang SMP, SMA dan perguruan tinggi.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved