Pemilik Lahan Pahang Waq: Sudah Ada yang Datang Foto Sertifikat Tanah
Warga Desa Mampir melakukan deklarasi menuntut Pemda Lembata menerapkan konsep 'Pariwisata Berbasis Masyarakat' di kawasan Pantai Pahang Waq
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | OLEBA-Warga Desa Mampir melakukan deklarasi yang menuntut Pemda Lembata menerapkan konsep 'Pariwisata Berbasis Masyarakat' di kawasan Pantai Pahang Waq, Kecamatan Buyasuri, Kabupaten Lembata, Senin (23/11/2020).
Dalam deklarasi tersebut, warga juga menandatangani pernyataan sikap bersama yang pada intinya menolak Pantai Pahang Waq dikelola pemilik modal. Pernyataan sikap tersebut ditujukan langsung kepada Bupati Lembata, Wakil Bupati Lembata dan Ketua DPRD Lembata.
Usai deklarasi menolak wisata berbasis pemodal ini, warga juga berencana melakukan audiensi dengan wakil rakyat di Kantor DPRD Lembata.
Baca juga: DPRD Kota Menilai Penerapan Sanksi dan Isolasi Mandiri Bukan Solusi
Deklarasi 'Pariwisata Berbasis Masyarakat' ini rupanya buah dari keresahan warga dan para pemilik lahan.
Laurensius Lado, salah satu pemilik lahan, berujar sejak kawasan Pantai Pahang Waq ini viral di media sosial banyak sekali pengunjung yang datang berwisata.
Bahkan, sudah dua kali ada oknum tertentu yang datang ke rumahnya dan meminta melepaskan lahan.
Baca juga: Tingkatkan Pasokan Listrik Pulau Timor, PLN ULTG Kupang Lakukan Pemeliharaan Transmisi
Oknum-oknum tersebut, kata dia, sudah memfoto sertifikat tanah dan KTP miliknya dan lima orang warga yang punya lahan di sekitar Pantai Pahang Waq. Tak hanya itu, anak-anak pemilik tanah juga dijanjikan pekerjaan.
"Secar pribadi sudah ada yang lakukan pendekatan. Tapi kalau mau bangun pariwisata asalkan berbasis masyarakat," tandasnya usai deklarasi.
Dia ingin pembangunan pariwisata di kawasan Pantai Pahang Waq seperti apa yang dituangkan dalam deklarasi masyarakat tersebut.
Erik Watan, salah satu warga, menerangkan keindahan Pantai Pahang Waq tak hanya memikat banyak wisatawan lokal datang ke sana, tapi bisa juga mendatangkan para pemodal yang cenderung membawa bahaya privatisasi lahan.
Dalam deklarasi tersebut, warga menuntut pengakuan khusus akan hak-hak masyarakat terhadap aset-aset tanah yang sudah diwariskan turun temurun.
Mereka ingin pendekatan wisata yang berbasis masyarakat dan bukan pendekatan pemilik modal.
"Kita lihat sudah ada sinyal-sinyal privatisasi di sini. Jadi ini deklarasi untuk kepentingan masyarakat lokal," tandasnya.
"Kita tidak tolak program pemerintah untuk kembangkan pariwisata. Tapi harus berbasis masyarakat," tambah Eman Ubuq, salah satu aktivis lokal Lembata.
Penandatanganan pernyataan sikap deklarasi tetap melakukan penerapan protokol kesehatan.
Dalam Deklarasi Wisata Masyarakat Desa Mampir, Eman menuturkan warga menuntut pengakuan khusus akan hak hak masyarakat, lahan potensi dan aset aset wisata turun temurun kelola dsni dari nenek moyang.