Tiga Tahun Menunggu BPN Belu Belum Terbitkan Sertifikat Tanah Dolviana Kolo
Sudah tiga tahun menunggu BPN Kabupaten Belu belum terbitkan sertifikat tanah Dolviana Kolo
Sudah tiga tahun menunggu BPN Kabupaten Belu belum terbitkan sertifikat tanah Dolviana Kolo
POS-KUPANG.COM | ATAMBUA - Warga Kimbana, Kabupaten Belu, Dolviana Kolo sudah tiga tahun menunggu proses pembuatan sertifikat tanah tapi sampai saat ini belum juga diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional ( BPN) Kabupaten Belu.
Ketika dihubungi Pos Kupang.Com, Selasa (10/11/2020), Dolviana mengisahkan, dirinya mengurus berkas sertifikat tanah sejak 2017 saat ada program prona dari pemerintah. Menyambut program baik ini, Dolviana mengurus dua bidang tanah. Dolviana menyiapkan seluruh berkas termasuk uang Rp 200 ribu per bidang tanah yang diminta oleh aparat desa. Sesuai penjelasan aparat desa, uang senilai Rp 200 ribu itu digunakan untuk biaya pilar, materai dan makan minum petugas ukur.
Baca juga: Bupati Agas Resmikan Jembatan Wae Laku Hulu
Dolviana tidak mempersoalkan biaya Rp 200 ribu tetapi yang dibutukannya proses pembuatan sertifikat harus sampai jadi, tanpa banyak alasan.
Menurut Dolviana, setelah berkas disiapkan, petugas dari pertanahan difasilitasi pemerintah desa melakukan pengukuran tanah. Setahun kemudian, sertifikatnya belum juga diterbitkan oleh Badan Pertanahan. Tahun 2019, Dolviana mengecek ke pemerintah desa tapi jawabannya kurang jelas alias kabur.
Baca juga: Puji Tuhan! 58 Pasien Covid-19 di Kabupaten Manggarai, Provinsi NTT Dinyatakan Sembuh
Dari situ, Dolviana bergerak sendiri untuk mencari tahu informasi ke BPN Kabupaten Belu. Pihak BPN menyampaikan kepadanya agar menunggu saja.
"Saya bertanya langsung ke kantor Pertanahan. Sampai di sana, petugas jawab tunggu proses",
Lanjutnya, sampai Maret 2020 setifikat belum juga diterbitkan sehingga ia pergi bertanya lagi ke BPN Kabupaten Belu. Karena ia terlalu sering bertanya, akhirnya BPN menunjukan surat pengaduan dari pihak lain yang isinya meminta BPN agar tidak mensertifikat sejumlah bidang tanah di Desa Bakustulama termasuk bidang tanah milik Dolviana.
Merasa tidak puas dengan surat pengaduan tersebut, Dolviana membuat surat tanggapan. Dari surat itu, Dolviana dan beberapa warga lainnya dipanggil Kepala BPN untuk menghadap sekalian memberikan penjelasan.
Dari Kantor BPN Kabupaten Belu memberi jaminan bahwa sertifikat akan diterbitkan. Namun, sampai dengan saat ini sertifikatnya belum diterbitkan. Sesuai penjelasan dari BPN, sertifikat untuk dua bidang tanah miliknya tidak bisa diproses lagi karena sudah dari tahun 2017 dan saat ini sudah sistem online sehingga ketika sistem tidak bisa dibuka maka sertifikat susah diterbitkan.
Dari Pertanahan panggil kami 300 orang untuk klarifikasi dan mereka berjanji mereka mau menerbitkan sertifikat. Tapi apa yang terjadi, sampai minggu kemarin saya kontak lagi, mereka bilang mohon maaf ibu karena pengurusan sertifikat ini sudah dari tahun 2017. Kita (BPN-Red) sudah online jadi kalau sudah lewat tahun tidak bisa diterbitkan lagi. Saya sudah telpon tapi jawab bilang agak susah, soalnya kalau sistem tidak terbuka berarti tidak bisa diterbitkan", tutur Dolviana.
Dolvi juga menyayangi pelayana dari BPN kurang memuaskan malah membuat masyarakat bigung. Seharusnya ketika sudah terjadi permasalahan seperti itu, BPN memberikan penjelasan yang bisa menemukan solusi sehingga pemohon bisa mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan.
Kepala Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Belu, Jose M. Fernando ketika dikonfirmasi Pos Kupang.Com, mengatakan, BPN akan melakukan inventarisir data pengusulan sertifikat dari desa-desa.
"Kita juga perlu inventarisir data dari desa-desa yang pernah usulkan pembuatan sertifikat. Kita harus memberikan pelayanan dengan baik", kata Fernando.
Didampingi enam pejabat di BPN, Fernando menjelaskan, permasalahan dalam membuat sertifikat cukup kompleks. Ada permasalahan karena letak tanah di kawasan hutan, status tanah ulayat dan juga karena permasalahan batas tanah yang belum diselesaikan dengan baik oleh sesama pemilik tanah. Selain itu, ada juga permasalahan kebijakan, artinya diusulkan banyak tetapi quota yang diberikan pemerintah pusat terbatas sehingga ada sertifikat tanah yang diterbitkan duluan dan ada juga yang menyusul.
