KPK Koordinasi Polda dan Kejati Terkait Kasus Korupsi di NTT, Araksi : Kami Apresiasi
KPK koordinasi Polda dan Kejati terkait kasus korupsi di NTT, Araksi : kami apresiasi
Penulis: Ryan Nong | Editor: Kanis Jehola
KPK koordinasi Polda dan Kejati terkait kasus korupsi di NTT, Araksi : kami apresiasi
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi) memberi apresiasi terkait kehadiran tim Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia ( KPK RI) dalam rangka melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) di Provinsi Nusa Tenggara Timur ( NTT).
Berdasarkan keterangan resmi yang disampaikan Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri pada Kamis, 5 November 2020, KPK melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) lain terkait penanganan sejumlah perkara di wilayah hukum Nusa Tenggara Timur ( NTT).
Baca juga: Masuk Zona Hijau, Proses Belajar Mengajar di TTU Menggunakan Sistem Tatap Muka
Kegiatan koordinasi utu dilakukan selama dua hari sejak Rabu, 4 November 2020. Koordinasi dilakukan di Mapolda NTT dan Kantor Kejaksaan Tinggi NTT.
Menurut Ali Fikri, koordinasi tersebut membahas mengenai perkembangan penanganan perkara tindak pidana korupsi yang penyidikannya dilakukan oleh Kepolisian Daerah NTT dan juga Kejaksaan Tinggi NTT beserta jajaran.
Baca juga: Anggota TNI Kodim Manggarai Peringati Maulid Nabi Muhammad SAW
Terhadap pelaksanaan koordinasi tersebut, Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi), Alfred Baun menilai KPK melihat a bahwa persoalan korupsi di Provinsi NTT menjadi hal yang urgent.
"Kita mengapresiasi kehadiran KPK dalam rangka merespon laporan Araksi beberapa waktu yang lalu. Kami menganggap bahwa KPK melihat masalah korupsi di NTT menjadi penting sehingga mengagendakan untuk melakukan kegiatan penegakkan hukum khususnya di Polda dan Kejati NTT," kata Alfred kepada wartawan pada Jumat (6/11).
Ia menjelaskan, informasi yang diperoleh pihak Araksi dari KPK, menyebut bahwa kehadiran KPK untuk mensupervisi total terhadap sejumlah kasus korupsi yang dilaporkan Araksi beberapa waktu lalu.
"Fokusnya itu terhadap masalah kasus korupsi bawang merah di Kabupaten Malaka dengan total anggaran Rp 10,8 miliar dan kerugian negara mencapai Rp 4,9 miliar," katanya.
Selain itu, Alfred juga menyebut, kedatangan KPK juga merespon persoalan korupsi DAK di Kabupaten TTU senilai Rp 47,5 miliar yang dilaporkan Araksi. "Itu respon KPK pada waktu lalu kemudian diikuti surat kepada Araksi tertanggal 13 Oktober 2020 dan baru kami terima surat pada 20 Oktober 2020," tambah Alfred.
Araksi, jelas Alfred, berharap agar KPK dapat mengambil alih kasus dugaan korupsi pengadaan bibit bawang merah di Kabupaten Malaka yang kini "gantung".
"Harapan kami, kehadiran KPK dalam rangka melakukan supervisi, KPK segera mengambil alih kasus ini dan melakukan p21 terhadap 9 tersangka yang menjadi polemik Polda NTT dimana petunjuk baru P19 kemudian masa penahanan selesai dan mereka dinyatakan bebas demi hukum," katanya.
Dalam kasus tersebut, lanjut Alfred, pihaknya juga berharap agar para penegak hukum mengesampingkan ego institusi mereka dalam menangani kasus yang merugikan masyarakat dan keuangan negara tersebut.
"Kita harapkan para penegak hukum tidak boleh ego. Kita menganalisa jangan sampai ada tekanan dan intervensi terkait kasus bawang merah. Kita mendapat informasi bahwa ada ada petunjuk secara lisan dari pihak kejaksaan," katanya.
Ia juga menegaskan bahwa pucuk penegakan hukum ada di dua lembaga tersebut. "Jika mentok di Kejari maka Kejati menjadi benteng, demikian pula jika mentok di Polres maka Polda harus menjadi benteng. Jangan sampai penegakan hukum merugikan dan mengorbankan masyarakat," tegasnya.