Aneh Tapi Nyata, Para Jenderal di Pentagon Kebingungan Sampai Yakin Kopassus Pakai Ilmu Hitam, Lho?

Misalnya makan beling sewaktu mempraktikkan ilmu debus, benar-benar membuat para pasukan khusus AS sama sekali tak berkutik.

Editor: Frans Krowin
Ilustrasi
Dirgahayu Kopassus, Ini 6 Kehebatan Pasukan Kopassus TNI Bikin Militer Negara Lain Kagum 

Para pemberontak tak mengira pasukan TNI telah mendarat.

Melihat pasukan Komando bergerak cepat sembari mengumbar tembakan, pasukan PRRI lari kocar kacir masuk ke dalam hutan.

Pasukan pemberontak ini meninggalkan peralatan perang dan bantuan dari Amerika Serikat yang baru dikumpulkan di landasan.

Saat di landasan Letnan II Dading Kalbuadi, rekan Benny, menendang sebuah peti kayu.

Mereka terkejut melihat isi di dalam peti tersebut.

Ternyata di dalam peti berisi uang dalam jumlah banyak.

Dading sempat bertanya kepada Benny yang dijawab untuk ditinggalkan saja.

"Sudahlah jangan kau hiraukan. Tinggalkan saja, nanti kamu mati," kata Benny.

Selain uang, pasukan baret merah itu dikejutkan dengan persenjataan para pemberontak. Semuanya senjata modern.

Walau menerima bantuan senjata dari asing, rupanya PRRI tak punya semangat juang yang tinggi.

Hanya dalam hitungan menit, Lapangan Udara Simpang Tiga jatuh ke tangan RPKAD.

Benny, dengan inisiatifnya sendiri menyuruh seorang anggota PRRI yang menyerah untuk menyetir sebuah truk berkeliling beberapa kali di landasan.

Ini untuk memastikan tidak ada ranjau atau bobby trap yang dipasang PRRI disekitar landasan.

Demi Bertahan Hidup, Kopassus Tidur di Antara Mayat-Mayat

Memang kondisinya saat itu sangat parah hingga tak bisa bergerak jauh. 

Akhirnya, prajurit RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat, sekarang Kopassus) harus bertahan hidup di antara jenazah teman-temannya yang menjadi korban penyergapan musuh.

Saat Letda Agus Hernoto ditangkap dalam kondisi luka parah, anggota Kopassus PU II Pardjo ternyata masih hidup.

Selama lima hari, Pardjo tidur di antara jenazah tanpa ada obat-obatan dan makanan.

Kisah nyata anggota RPKAD ini terjadi saat Operasi Trikora atau Tri Komando Rakyat.

Saat itu, anggota Resimen Para Komando Angkatan Darat berjibaku di ganasnya belantara Irian Barat (sekarang Papua) dalam OperasiTrikora.

Satu di antara yang dilakukan dengan infiltrasi militer Indonesia melalui Operasi Banteng I.

Operasi itu melibatkan personel Pasukan Gerak Tjepat (PGT) yang saat ini bernama Paskhas dan RPKAD.

Gabungan Kopassus dan Paskhas ini bakal diterjunkan di tengah hutan belantara di Irian Barat. Mereka ditugaskan untuk masuk dalam wilayah pertahanan Belanda dan mengacaukan konsentrasi pasukan Belanda.

Para prajurit yang siap bertempur tersebut dibagi ke dalam dua tim yakni Banteng I di Fak-fak dan Banteng II di Kaimana.

Tentang Operasi Trikora:

- Operasi Tri Komando Rakyat

- Usaha pemerintah Republik Indonesia untuk menggabungkan wilayah Papua bagian barat (Merebut kembali Irian Barat)

- Pelaksanaan 19 Desember 1961-15 Agustus 1962

- Indonesia melakukan upaya diplomasi dan militer.

- Pengiriman AL, AU dan AD.

- Operasi rahasia militer

Banteng I dilakukan misi penerjunan di Fak-Fak yang dipimpin Letda Inf Agus Hernoto, sedangkan di Kaimana dipimpin Lettu Heru Sisnodo.

Sambil menunggu perintah berangkat, pasukan memilih leyeh-leyeh di bawah sayap pesawat.

Mereka berusaha tidur sekenanya untuk mengumpulkan tenaga.

Tiga pesawat Dakota yang dipimpin Mayor Udara YE Nayoan, Komandan Skadron 2 Transport, disiapkan untuk menerbangkan pasukan ke Fak-Fak.

Lengkapnya, operasi ini akan menerjunkan satu tim gabungan yang terdiri dari 10 prajurit PGT, 30 prajurit RPKAD ditambah dua orang Zeni.

Tim ini dipimpin Letda Agus Hernoto dari Kopassus.

Penghujan di April-Juni

Sewaktu lepas landas dari Laha, hujan turun deras.

April hingga Juni memang musimnya penghujan di kawasan Indonesia Timur.

Dropping dilaksanakan di tengah temaramnya subuh di sebelah utara Fak-Fak.

Ketika formasi pesawat dalam perjalanan pulang, terlihat di laut sebuah kapal yang lampunya berkelap-kelip.

Setelah Dakota pada posisi sejajar dengan kapal, diketahui dengan jelas bahwa ternyata kapal dimaksud milik angkatan laut Belanda.

Lampu yang terlihat berkelap-kelip ternyata tembakan dari kapal ke Dakota.

Formasi Dakota langsung berbelok ke kanan dengan arah menjauh.

Setelah konsolidasi di pagi hari itu, rombongan PU II Pardjo yang diterjunkan di Fak-Fak ternyata selamat dan satu anggota dinyatakan hilang.

Beberapa hari kemudian datang Marinir Belanda sehingga terjadi kontak senjata.

Sesuai instruksi sebelumnya, bila kekuatan tidak seimbang segera masuk hutan.

Setelah keadaan tenang mereka menyusup kembali ke kampung tersebut dan ternyata sudah kosong.

Rumah-rumah penduduk dibakar oleh Belanda dan penduduknya mengungsi entah ke mana.

Sementara pasukan yang diterjunkan di Fak-Fak, sekitar satu bulan bertahan di sekitar kampung Urere, kemudian mendapat perintah meninggalkan kampung.

Dalam kondisi sudah lemah karena kekurangan makanan, pasukan berhenti sejenak di kebun pala untuk istirahat.

Kemudian secara tiba-tiba diserang pasukan Belanda dari arah seberang sungai.

Dalam kontak senjata, lima anggota gugur yaitu KU I Adim Sunahyu, PU I Suwito, PU I Lestari, dua orang dari RPKAD yakni Sukani dan seorang lagi tak diketahui namanya.

Komandan Peleton Letda Agus Hernoto tertembak di kedua kakinya dan ditawan Belanda.

Sedangkan PU II Pardjo, kaki kanannya tertembak namun dengan sisa tenaganya berusah menyelinap.

Setelah Belanda pergi, Pardjo berusaha merangkak (karena tak sanggup berdiri) menuju tempat kelima temannya yang gugur.

Dia hanya sanggup berdoa dan tetap bertahan hidup di situ sekitar lima hari di antara mayat teman-temannya yang mulai membusuk.

Sebuah kebetulan beberapa orang Papua lewat.

Mungkin kasihan melihat Pardjo yang terluka, ia digotong dan dibawa ke kampung terdekat.

Setelah beberapa hari dirawat, digotong lagi bersama-sama menyusuri pantai menuju rumah sakit angkatan laut Belanda di Fak-Fak.

Di sini ia memperoleh perawatan medis sebelum ditahan.

Pada saat penahanan itu ia mendengar melalui radio Belanda bahwa telah terjadi gencatan senjata.

Setelah menjalani interogasi, ia dikirim dengan kapal laut ke Biak dan dari sana dibawa ke penjara di Pulau Wundi.

Di sinilah akhirnya ia bertemu pasukan Resimen Pelopor, Kapten Kartawi dengan pasukannya, pasukan Peltu Nana, Serma Boy Tomas, Kapten Udara Djalaludin, Letnan Udara I Sukandar dan kru pesawat Dakota T-440.

(*)

Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Kopassus Bertahan Hidup Tidur di Antara Mayat-mayat, Kisah Nyata saat Penyerbuan di Papua, https://jambi.tribunnews.com/2020/01/21/kopassus-bertahan-hidup-tidur-di-antara-mayat-mayat-kisah-nyata-saat-penyerbuan-di-papua?page=all

Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Kopassus Menemukan Peti Pernuh Uang, 'Sudah Tinggalkan Saja, Nanti Kamu Mati', https://jambi.tribunnews.com/2020/02/07/kopassus-menemukan-peti-pernuh-uang-sudah-tinggalkan-saja-nanti-kamu-mati?page=all

Artikel ini telah tayang di Tribunjambi.com dengan judul Para Jenderal di Pentagon Kebingungan dan yakin Kopassus Pakai Ilmu Hitam, Sangat Khawatir, https://jambi.tribunnews.com/2020/11/02/para-jenderal-di-pentagon-kebingungan-dan-yakin-kopassus-pakai-ilmu-hitam-sangat-khawatir?page=all

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved