Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik, Minggu 1 November 2020: Menjadi Kudus di Tengah Dunia
Pada Pesta Semua Orang Kudus ini, marilah kita berjuang melalui hidup kita ini dengan inspirasi Injil.
Renungan Harian Katolik, Minggu 1 November 2020
Menjadi Kudus di Tengah Dunia
Pesta Semua Orang Kudus
(Why 7:2-4,9-14; 1Yoh 31-3; Mat 5:1-12a)
Oleh: Pastor Steph Tupeng Witin SVD
POS-KUPANG.COM - Romo Mangunwijaya pada satu kesempatan mengatakan, “Sebelum mempelajari surga dan malaikat, mbok ya belajar dulu menjadi manusia.”
Kata-kata ini menarasikan seluruh hidupnya sebagai orang beriman yang tetap sahaja di tengah orang kecil, miskin dan terbuang dari lingkaran stratifikasi sosial.
Kesahajaan hidup yang menarasikan energi spiritual menjadikan Romo Mangun tetap seorang manusia biasa yang mempersembahkan hidupnya secara total untuk mengangkat martabat sesamanya yang tidak beruntung dan terhempas dari badai persaingan hidup yang keras dan pertarungan nasib berbasis individualisme.
Orang-orang miskin dan menderita tidak lebih dari onggokan sampah sosial yang berdiri di garis pinggir zaman tanpa harapan.
Inilah momen pengujian kualitas iman dari semua orang beragama. Banyak orang yang beruntung hidupnya hanya mampu berjalan lewat dengan pongah seperti seorang imam dalam kisah orang Samaria yang murah hati “yang melewatinya dari seberang jalan” (Luk 10:30).
Romo Mangunwijaya justru melepaskan segala privilese dan “kehormatan” duniawi dan dengan murah hati penuh belas kasih “membalut luka-lukanya” melalui kehadiran dan karya yang membangkitkan harapan.
Orang-orang kudus adalah manusia biasa seperti kita yang telah berjuang sepanjang hidupnya agar menjadi persembahan yang bermakna bagi orang lain.
Dalam bahasa Biblis, orang-orang biasa ini telah menyalibkan egoisme, keluar dari zona nyaman diri dan mengarahkan segenap kekuatannya kepada sesama yang susah.
Memberi diri dan segala yang dimiliki bukanlah perkara mudah. Apalagi pemberian itu lahir dari keterbatasan dan kekurangan. Ada rasa sakit yang tak tertahankan. Rasa sakit itu mencapai puncak pada korban diri, perasaan dan sesuatu yang amat berharga.
Orang-orang inilah yang disebut berbahagia di hadapan Anak Domba Allah tanpa sekat karena telah berhasil mengatasi segala rintangan, kesusahan dan penderitaan duniawi. Mereka berani mempertaruhkan apa yang dimiliki, bahkan hidupnya sendiri karena cinta pada Kristus tersalib.
Mereka adalah martir yang mengenakan jubah altruisme: kehilangan diri demi kebahagiaan hidup orang lain. Santo Yohanes melukiskan orang-orang ini “Mencuci bersih jubahnya dalam darah Anak Domba” (Why 7:14).
Menurut Santo Yohanes, orang-orang yang mendedikasikan diri dan hidup secara total bagi sesama adalah orang beriman yang percaya dan lahir baru untuk sebuah hidup baru. Mereka telah berpartisipasi dalam narasi besar solidaritas Allah. Hidup di tengah dunia melampaui kefanaan.