UU Cipta Kerja

Legislator PKS Beri Peringatan Keras Soal UU Cipta Kerja: Waspada Pasal Karet!

Polemik UU Cipta Kerja masih terus berlanjut. Legislator PKS beri peringatan keras soal UU Cipta Kerja: Waspada pasal karet!

Editor: Adiana Ahmad
Dok.DPR RI
Politis PKS, Buchori Yusuf 

Legislator PKS Beri Peringatan Keras Soal UU Cipta Kerja: Waspada Pasal Karet!

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Meski sudah beberapa perbaikan, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi PKS, Bukhori Yusuf tetap mengingatkan masyarakat soal penerapan UU Cipta Kerja.

Pasalnya, ada pasal dalam UU Cipta Kerja yang bersifat menjebak. 

Politisi PKS itu mengungkapkan, UU Cipta Kerja menyimpan pasal karet

Temuan ini ia peroleh setelah melakukan penyisiran pada Pasal 68 UU Cipta Kerja terkait perubahan beberapa ketentuan dalam UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU).

Baca juga: Direktur PUSaKO Kritik Keras UU Cipta Kerja, Feri Amsari: Disahkan dengan Cara Berantakan!

"Pada mulanya, Fraksi PKS mencermati pasal 68 merupakan concern utama kami, yakni terkait syarat Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang harus kami pastikan adalah WNI dan muslim sebagaimana dalam UU No. 8/2019 (eksisting). Sebab sebelumnya, dalam draf RUU versi 1029 halaman, pemerintah secara gegabah menghapuskan syarat muslim dan WNI tersebut dan menggantinya dengan klausul persyaratan yang ditetapkan pemerintah pusat," kata Bukhori kepada wartawan, Sabtu (31/10/2020).

Alhasil, Fraksi PKS bersikeras untuk mempertahankan syarat semula hingga akhirnya berhasil
terakomodir kendati harus melalui proses pembahasan yang alot di Baleg.

Namun di sisi lain, pembahasan perihal sanksi sayangnya dibahas oleh pemerintah dan DPR secara
terpisah, khususnya terkait sanksi pidana pada pasal 125 dan 126 UU No. 8/2019 dengan menambahkan batas waktu 5 hari, imbuhnya.

"Sebagai konsekuensi, di UU Cipta Kerja yang terbaru kemudian memunculkan pasal tambahan, yakni
pasal 118A dan 119A sebagai pasal sisipan. Kedua pasal yang mengatur pengenaan sanksi
administratif ini nyatanya memiliki kaitan dengan pasal 125 dan 126 terkait sanksi pidana
sehingga memunculkan potensi sanksi berlapis," ujarnya.

Ketua DPP PKS ini menilai pasal sisipan tersebut sesungguhnya memiliki maksud yang baik, yakni
memberikan proteksi kepada jemaah dari praktik penyimpangan pihak penyelenggara haji/umrah yang merugikan jemaah sebagaimana pernah terjadi sebelumnya pada kasus penipuan biro haji dan umrah First Travel.

Baca juga: Meski Sudah Diresmikan DPR, Refly Harun Bongkar Kejanggalan UU Cipta Kerja Diubah Setneg, LENGKAP!

"Namun anehnya, di dalam pasal selanjutnya, yakni pasal 125 dan pasal 126 disebutkan bahwa PIHK
maupun PPIU yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 118A dan 119A juga bisa
dikenakan pidana penjara paling lama 10 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 10 miliar,"
ucapnya.

Sebagai informasi, pasal 118A dan 119A mencakup sanksi administratif, dari yang ringan yaitu
berupa denda administratif sampai yang paling berat yakni pencabutan izin usaha.

Selain itu, ditambah kewajiban pengembalian biaya yang sudah disetor oleh jemaah kepada PPIU
dan/atau PIHK serta kerugian immateriil lainnya.

"Bila dicermati lebih lanjut, sebenarnya pasal 125 dan pasal 126 memiliki maksud yang absurd
akibat definisinya yang tidak jelas. Karena tampaknya pembentukan pasal tersebut dimaksudkan
untuk memberlakukan sanksi pidana untuk menjerat PPIU/PIHK nakal, akan tetapi sangat disayangkan rumusan pasalnya menjadi ambigu karena pasal rujukannya adalah 118A dan 119A yang berisi tindakan yang menyebabkan kegagalan keberangkatan, kepulangan, dan keterlantaran," ujarnya.

Baca juga: Kata Mensesneg Tebalnya 1.187, Naskah UU Cipta Kerja Sah Diteken Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved