Bahasa Indonesia Tak Lagi Diajarkan di Timor Leste,Tapi Rakyat Bumi Lorosae BisaBerbahasa Karena ini

Pemerintah yang mewajibkan bagi siswa mulai dari SD hingga seterusnya menggunakan bahasa Tetun atau bahasa lokal setempat, kemudian bahasa Portugis da

Editor: Alfred Dama
via Intisari.grid.id
Pedagang aksesoris di Market Tais, di Timor Leste, Dili. 

Dari luar, tempat penjualan kerajinan Timor Leste itu tampak sederhana. Hanya ada tulisan kecil yang samar terlihat, "Market Tais."

Namun, saat melangkah ke dalamnya terlihat cukup banyak petak-petak toko semi permanen yang menjual beberapa kerajinan serta souvenir khas Timor Leste.

Turis yang datang ke sini umumnya berbelanja aneka souvenir.

Fernandes, satu di antara penjual mengaku setiap hari selalu saja ada yang datang baik sekadar melihat-lihat, ambil foto hingga berbelanja.

Tais dan kerajinan lainnya diambil dari pengerajin di distrik atau provinsi sekitar, namun ada juga pengerajin yang tinggal di kota Dili.

Untuk berkeliling di sana, harus bersiap, pasalnya meski pernah menjadi bagian dari wilayah Indonesia, namun di antara penjualnya ada juga yang tak bisa bahasa Indonesia maupun Inggris.

Rata-rata warga Timor Leste terutama di Dili kini menguasai empat bahasa, Tetun, Bahasa Indonesia, dan Inggris sebagai bahasa pergaulan dan bahasa perdagangan serta Portugis sebagai bahasa pemerintahan.

Baca Juga: Jual-Beli Rumah Dilarang di Korea Utara, Ternyata Ini Cara Warga Kim Jong-un Punya Tempat Tinggal

Generasi yang mulai masuk SD tahun 2000 tak lagi diajarkan bahasa Indonesia.

Kini bahasa di sekolah ada Bahasa Tetun, Portugis dan Inggris. Namun anak-anak serta anak baru gede (ABG) menguasai bahasa Indonesia melalui sinetron, berita, lagu dan sejumlah tayangan televisi Indonesia.

Masyarakat biasanya menagkses televisi Indonesia menggunakan parabola, di antaranya ada pula yang menggunakan saluran berbayar seperti Indovision dan Orange TV.

Berjalan-jalan ke Timor Leste laiknya berjalan di satu wilayah di Indonesia. Yang membedakann mereka kini punya presiden dan perdana menteri sendiri.

Kembali ke tais atau kain tradisional, menurut Leonel Ximenes Barbosa, yang mendampingi perjalanan di Timor Leste, masing-masing distrik memiliki ciri khas sendiri. Mulai dari corak hingga warna.

"Kalau sudah biasa mudah membedakan kerajinan tais dari Distrik Baucau atau Distrik Lospalos dan sebagainya," kata Lional, Direktur Eksekutif Fo Naroman Timor Leste (FNTL).

Sementara bagi Fernandes, berjualan tais tak hanya sekadar mengais rezeki.

Halaman
1234
Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved