Dulu Sebut Indonesia Penjahat Kemanusiaan, Kini Beri Pujian Setinggi Langit, Ada Apa Timor Leste?

Referendum yang didukung PBB itu mengakhiri konflik berdarah sekaligus mengakhiri kependudukan mereka sebagai Warga Negara Indonesia.

Editor: Frans Krowin
Zika Zakiya via intisari
Mantan perdana menteri Timor Leste, Mari Alkatiri selepas bersembahyang Idul Fitri bersama rombongan 

Kemudian awal tahun berikutnya, 1976, Timor Leste jatuh ke tangan Indonesia, menjadi provinsi termuda RI.

Timor Leste diinvasi Indonesia di era Soeharto dan menjadi wilayah Indonesia selama 24 tahun selanjutnya, ternyata rakyat Timor Leste tetap memandang Presiden ke-2 RI tersebut berjasa bagi Bumi Lorosae.

Melansir Kompas.com (28/1/2008), seluruh rakyat Timor Timur, yang kini dikenal Timor Leste, kapan saja dan dimana pun berada tidak akan pernah melupakan jasa besar mantan Presiden Soeharto dalam membangun rakyat dan tanah Timor Lorosae selama masa integrasi Timor Timur dengan Indonesia tahun 1976-1999.

Pengakuan itu disampaikan peraih Nobel Perdamaian 1996 dan mantan Administrator Apostolik Dioses Dili, Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo SDB di Mogofores , Portugal, Senin (28/1) kepada ANTARA melalui email. "Orang Timor Lorosae tidak akan pernah melupakan jasa besar Pak Harto dalam membangun Timtim di segala bidang kehidupan.

"Kita berharap, walaupun Pak Harto telah meninggal dunia namun para pemimpin bangsa Indonesia yang menggantikannya memiliki semangat membangun seperti Pak Harto dan terus menjalin kerja sama Indonesia dengan Timor Leste demi tercapai perdamaian dan kesejahteraan bersama," kata Belo.

Hal tersebut disampaikan Belo selepas meninggalnya Mantan Presiden Soeharto . Saat itu, Belo juga menyampaikan rasa belasungkawa yang mendalam kepada keluarga Pak Harto dan Bangsa Indonesia atas wafatnya mantan Presiden Soeharto.

Uskup Belo mengatakan, ketika mendapat berita bahwa Pak Harto meninggal dunia pada Minggu (27/1) Pkl.13.10 WIB, dirinya seakan-akan pulang ke tanah Timor Lorosae memutar kembali film perjalanan Pak Harto di "bumi matahari terbit" itu antara tahun 1976 hingga 1999.

Presiden Soeharto
Presiden Soeharto (kompas.com)

"Kesan saya tentang pribadi Pak Harto, walupun banyak masalah di Timor Timur, tetapi Pak Harto memandang semua itu dengan penuh arif-bijaksana. Beliau adalah Bapa Pembangunan, dan itu benar adanya. Saya bertemu dengan beliau sebanyak tiga kali," kata Uskup Belo.

Saat itu, Uskup Belo juga mengenang pertemuan-pertemuannya dengan Presiden Soeharto.

Pertemuan pertama kali ketika Pak Harto bersama Ibu Tien Soeharto datang ke Dili untuk meresmikan Gereja Katedral Dili.

Pertemuan kedua, ketika Presiden Soeharto meresmikan Patung Kristus Raja di Fatucama, Dili Timur dan perjumpaan ketiga di kediaman Pak Harto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat.

"Saya sudah lupa tanggal dan hari pertemuan kami dengan Pak Harto itu tetapi seingat saya, ketika itu saya bersama Uskup Basilio do Nascimento datang ke Jakarta untuk silaturahmi dengannya. Kami bertemu pada malam hari, dari jam sembilan malam sampai dengan jam 10 malam waktu Jakarta," kata Uskup Belo.

Ia pun masih mengingat bagaimana Presiden Soeharto menerangkan ideologi Pancasila pada mereka.

"Ketika bertemu, beliau menerima kami dengan senyum seorang bapak yang arif-bijaksana. Ketika itulah Pak Harto secara panjang lebar menerangkan ideologi Pancasila kepada kami berdua selaku Uskup Gereja Katolik di Timor Timur," katanya.

Pak Harto sangat berharap agar dua Uskup dari Timtim ini dapat kembali ke tanah Timor Lorosae dan menjelaskan isi Pancasila itu kepada umat Katolik di sana.

"Sebagai manusia, Pak Harto adalah sosok yang simpatik. Sebagai negarawan, beliau telah memimpin Republik Indonesia secara disiplin," kata Uskup Belo.

Jadi Neraka Bagi Perempuan Dilecehkan Hingga Dibunuh

Harapan masyarakat Timor Leste mengakhiri masa kelam setelah lepas dari Indonesia tidak seperti yang diimpikan yaitu hidup bebas dan sejahtera

Aksi para pejuang yang bertahun-tahuin meninggalkan rumah saat kembali menjadikan neraka bagi para perempuan Timor Leste yang dengan setia menjadi benteng di rumah mereka

Kemerdekaan adalah sesuatu yang terdengar menyejukan bagi bangsa yang merasa telah berada di bawah penjajahan.

Sebagian rakyat Timor Leste mungkin merasakannya ketika referendum 1999 menunjukkan hasil bahwa mereka akan segera merdeka.

Tahun itu menjadi saat bagi Timor Leste lepas dari Indonesia setelah 24 tahun menjadi provinsi ke-27 RI.

Konflik, kelaparan, hingga penyakit disebut membuat mereka ingin berpisah dari Indonesia.

Dengan kemerdekaannya, Timor Leste memulai perjalanan sebagai negara yang berdiri sendiri.

Perjuangan para militan pro-kemerdekaan seolah terbayar dengan hasil yang demikian.

Namun, siapa sangka, itu justru awal bagi tragedi baru bagi para perempuan Timor Leste

Melansir theguardian.com (15/1/2001), Tragedi bagi perempuan Timor Timur adalah bahwa mereka yang tewas dalam serangan parang dibunuh oleh suami atau saudara mereka sendiri.

Setelah bertahun-tahun mengalami konflik yang kejam dan brutal, kekerasan yang dipelajari oleh kaum revolusioner saat itu berpindah menyerang wanita mereka.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga meningkat dalam tahun-tahun awal kemerdekaan Timor Leste, menurut Milena Pires (34), seorang pelobi politik Timor yang didanai oleh Institut Katolik untuk Hubungan Internasional.

Disebut bahwa tahun 2000, 169 kasus didokumentasikan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga sekarang menjadi kejahatan umum di negara itu, yang merupakan 40% dari semua pelanggaran.

"Mungkin saja perempuan membicarakannya untuk pertama kali - tapi mungkin itu satu-satunya masalah terpenting yang dihadapi perempuan Timor saat ini," kata Pires.

Warga Dili mengantri untuk mendapat pelayanan kesehatan
Warga Dili mengantri untuk mendapat pelayanan kesehatan (tangkap layar youtube)

"Di musim panas kami mengadakan konferensi wanita pertama kami dan itu adalah hal yang muncul berulang kali," katanya.

Dikatakan bahwa masalahnya terletak pada ketegangan yang muncul setelah Timor Leste kembali ke negara merdeka.

Pada musim gugur 1999, kekerasan meletus di seluruh wilayah menyusul kemenangan gerakan kemerdekaan dalam referendum yang diselenggarakan PBB.

Pendukung rezim Indonesia mengamuk dan ratusan dibunuh atau dipaksa masuk ke kamp-kamp di seberang perbatasan di Timor barat.

Pada saat tentara Indonesia pergi, hampir semuanya telah hancur.

Namun, setelah kekerasan segera mereda, ketegangan yang lebih dalam, lebih langgeng terungkap ketika orang-orang dari tentara pemberontak Timor Timur , Falantil , kembali ke rumah yang tidak mereka lihat sejak 1975.

Ketika Indonesia menyerang, mereka meninggalkan keluarga mereka di kota-kota dan di pertanian, dan menuju pegunungan dan hutan.

Lima jam perjalanan dari ibu kota Dili, di lembah Ulimori, pertempuran untuk Timor Leste merdeka dilakukan oleh orang-orang yang bertahan hidup dengan makan rusa, kerbau, monyet, dan buah-buahan.

Kode perilaku sangat ketat, tidak ada seks untuk kaum revolusioner dan satu-satunya wanita yang hadir adalah juru masak.

Di antara laki-laki yang ikut berperang adalah Adtik Lintil, yang mengaku jarang bertemu istri dan anak-anaknya selama 17 tahun bersama Falantil.

"Saya tidak menyesal," katanya. "Kami harus berjuang untuk apa yang benar."

Setelah 24 tahun pendudukan Indonesia, orang-orang seperti Lintil kembali ke rumah, ke dunia yang telah berpindah.

Sementara itu, ketika para pria bersembunyi di pegunungan, para wanita Timor melanjutkan pendidikan mereka di pengasingan atau memegang benteng di rumah, seperti yang dilakukan wanita Inggris selama dua perang dunia.

"Wanita terlibat di setiap tingkatan," kata Pires, yang keluarganya sendiri mengasingkan diri ketika dia berusia sembilan tahun dan kemudian belajar sosiologi dan sastra Inggris di Australia.

"Mereka membantu menjalankan kamp, ​​mengirim perbekalan, menyelundupkan informasi. Dan sekarang, saat para lelaki keluar dari persembunyian, mereka tidak ingin kembali ke peran tradisional mereka."

Salah satu kasus yang menimpa wanita Timor Leste setelah negaranya merdeka, yaitu ketika lima wanita yang mengenakan kaos lengan pendek dilempari batu di pasar sentral Dili karena berpakaian tidak pantas dan berbicara di telepon seluler.

Sudah 20 Tahun Merdeka Timor Leste Tak Sanggung Obati Penyakit Warganya Sampai Minta Bantuan Indonesia
Sudah 20 Tahun Merdeka Timor Leste Tak Sanggung Obati Penyakit Warganya Sampai Minta Bantuan Indonesia (via sosok grid.internatinal.la-croix.com)

Lainnya yaitu kekerasan meletus di pantai keluarga ketika sekelompok pria muda menyerang dua wanita yang mengenakan atasan bikini dan sarung.

"Ini adalah masyarakat Katolik yang sangat tradisional yang telah dibekukan oleh tahun-tahun perang," kata Pires.

"Orang-orang itu mencoba menegaskan kembali otoritas mereka," katanya.

Tingginya tingkat pengangguran juga membuat situasi negara yang baru merdeka tersebut kacau.

Laki-laki dipermalukan karena tidak memiliki pekerjaan di negara di mana orang asing kulit putih tampaknya memiliki segalanya untuk mereka, dan kekecewaan mereka telah mengakibatkan meningkatnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

"Ada banyak kemarahan sekarang," kata Pires, "karena orang-orang melihat bahwa apa yang mereka perjuangkan tidak terjadi. Sekarang mereka hanya ingin PBB pergi," katanya saat itu.

Dikatakan, selama pendudukan Indonesia, perempuan dipisahkan dari suami dan anak laki-lakinya, dilecehkan dan sering dilecehkan.

Di kamp-kamp pengungsian, yang sebagian besar dihuni oleh wanita dan anak-anak, kondisi kehidupan sangat buruk, dengan kekurangan makanan, sanitasi yang buruk, dan penyakit yang merajalela. (*)

Sebagian artikel ini sudah tayang di intisari.grid.id dengan juduL: Negaranya Merdeka Malah Terjerumus dalam 'Neraka', Inilah Kisah Para Perempuan Timor Leste yang Jadi Sasaran Amukan Suami atau Saudara Sendiri https://intisari.grid.id/read/032397039/negaranya-merdeka-malah-terjerumus-dalam-neraka-inilah-kisah-para-perempuan-timor-leste-yang-jadi-sasaran-amukan-suami-atau-saudara-sendiri?page=all

Sebagian artikel ini sudah tayang di intisari.grid.id dengan judul: Indonesia Menginvasi Timor Timur di Era Soeharto, Tapi Sosok Ini Pernah Katakan Jasa Presiden ke-2 RI Tidak akan Terlupakan oleh Rakyat Timor Leste https://intisari.grid.id/amp/032387473/indonesia-menginvasi-timor-timur-di-era-soeharto-tapi-sosok-ini-pernah-katakan-jasa-presiden-ke-2-ri-tidak-akan-terlupakan-oleh-rakyat-timor-leste?page=all

Artikel ini telah tayang di grid.id: https://intisari.grid.id/read/032399454/dulunya-sebut-indonesia-penjajah-kejam-dan-pembantai-begini-pernyataan-mantan-pemimpin-timor-leste-ketika-berbicara-di-hadapan-media-arab-puji-indonesia-setingg?page=all

Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved