HUT ke 56 Tahun Golkar
Kaki Saya Gemetar di Atas Panggung Kampanye Golkar
SEJAK kecil, pria kelahiran Jakarta 8 Desember 1963 ingin menjadi Politisi. Rumah orangtuanya tak sepi dikunjungi politisi yang membahas perpolitikan
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
“Wah, itu benar-benar dunia baru, belajar politik, prosesnya, strukturnya. Saya belajar dari tokoh Golkar, Jusuf Kalla, Agung Laksono, Marzuki Darusman, Fredy Latumahina dan mentor politik saya adalah Blasius Bapa, Akbar Tanjung dan Baramuli (alm),” akunya.
Tak ada yang sia-sia jika ada kesungguhan dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab. Puluhan tahun jadi wakil rakyat, Melky cukup paripurna dalam karir politiknya. Mulai wakil ketua komisi, ketua komisi XI, ketua badan anggaran, ketua pansus perpajakan dan ketua fraksi.
“Karir politik saya banyak dinamikanya. Saya yakin jika tak bikin salah, dicari pun takkan ditemukan. Hukum itu fakta dan bukti, yang salah tetap salah, yang benar tetap benar. Dalam politik, kawan dan lawan itu bedanya tipis, laki-laki maupun perempuan, kawan bisa jadi lawan,” katanya.
Melky belajar soal kepemimpinan Golkar. Akbar Tandjung memimpin tahun 1998 hingga 2004 sangat fokus di partai.
“Akbar politisi tulen, punya jabatan politik organisasi lengkap, Golkar bisa diposisi dua tahun 1999. Ada tantangan, dicaci maki, kantor dibakar, kampanye dihadang tapi Akbar berjalan terus dari ujung barat hingga timur Indonesia dan tahun 2004 Golkar menang,” katanya.

Ditangan Jusuf Kalla 2004, perolehan suara Golkar menurun. Sebagai Wapres, Jusuf Kalla tak fokus ke partai karena banyak bisnis. Begitupun Aburizal Bakrie menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia juga tak fokus kelola partai.
Kepemimpinan Setya Novanto alias Setnov tahun 2016, Golkar terguncang karena Setnov terjerat kasus korupsi.
“Setnov digantikan Airlangga Hartarto tahun 2017 juga tak fokus kelola partai hingga Golkar tak menang pemilu,” jelas Melky.
Kesimpulannya, kata Melky, Golkar bisa terus sukses jika dipimpin orang yang benar-benar fokus di partai, tidak nyambi.
“Golkar mesti memahami isu di masyarakat, segera bahas posisi politik partai lalu bikin steatmen politik agar posisi politik partai jelas dan masyarakat melihat parpol berpihak pada mereka,” pesannya.
Golkar jaman dulu, orang berproses, politik itu representasi suara masyarakat, pembagian kursi, penempatan orang berbasis gender, representasi wilayah, memperhatikan ormas.
“Sekarang, siapa saja jadi politisi, tak berproses, yang disukai, jalannya mulus. Ini mesti dibenahi Golkar. Tapi hal positif, Sekarang Golkar memberi kesempatan orang muda untuk berkarya. Ayo rajin ke masyarakat, berkarya, perjuangkan infrastruktur, air, jalan dan listrik,” yakinnya.
Meski kini Golkar agak terpuruk tapi jangan pesimis. DPD I Golkar NTT dibawah kepemimpinan Emanuel Melkiades Laka Lena akan bisa memenangkan Golkar.
“Laka Lena pernah lewati banyak tantangan, tiga kali gagal jadi gubernur, dia sudah setengah matang. Tinggal dipoles lagi kepemimpinan, perilaku, stetament politik, keberpihakan. Dia orang muda yang egaliter, terbuka, tegas. Jangan tunggu dekat pemilu baru konsolidasi, harus lakukan sekarang di tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan propinsi," katanya.
Masih 4 tahun, siapkan siapa yang maju, bikin peta jelas dan logistik yang baik. Uang dibutuhkan mendukung pekerjaan dan politik, mengunjungi masyarakat harus ada ongkos.