Salam Pos Kupang

Perihal Status Honorer Lolos PPPK

WACANA diangkatnya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ( PPPK) disambut dengan gegap gempita

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Perihal Status Honorer Lolos PPPK
Dok POS-KUPANG.COM
Logo Pos Kupang

POS-KUPANG.COM - WACANA diangkatnya Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja ( PPPK) disambut dengan gegap gempita. Peluang kerja baru. Terutama oleh para guru honorer yang tak kesampaian menjadi pegawai negeri sipil ( PNS). Selain karena faktor usia dan pelbagai regulasi yang menghadang, para guru honor yang kerap disebut sebagai pahlawan tanpa tanpa jasa itu ingin mendapat 'penghargaan.'

Yang paling prestisius adalah menjadi PNS. Hampir dicari oleh semua lulusan setiap perguruan tinggi. Bak gayung bersambut regulasi tentang pengangkatan PPPK pun diterbitkan, termasuk
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan. Para guru honor di setiap daerah pun mengikuti seleksi untuk diangkat menjadi PPPK. Mereka berebutan karena gaji menggiurkan. Sama dengan PNS. Tertinggi Rp 6,78 juta, terendah Rp 1,7 Juta. Menggiurkan memang.

Baca juga: Penguatan Karakter Siswa ADEM 3T SMAK Giovanni Intensifkan Pendampingan

Sebagaimana PNS tunjangan untuk PPPK pun ada. Ada tunjangan keluarga, pangan, jabatan struktural, jabatan fungsional, dan tunjangan lainnya. Gaji dan tunjangan PPPK di instansi pemerintah pusat dibebankan kepada APBN. Sedangkan gaji dan tunjangan PPPK di instansi pemerintah daerah dibebankan kepada APBD. Ini yang memberatkan, meski beberapa daerah di NTT tetap melakukan seleksi karena masih kekurangan pegawai, terutama guru. Konsentrasi guru hanya di kota, sementara di daerah terpencil 'merana'. Kadang-kadang yang ada hanya kepala sekolah dengan enam rombongan belajar. Memrihatinkan.

Baca juga: Kampanye Digital dan Buzzer Politik

Persoalannya bukan pada sumber daya manusia (SDM) atau gurunya. Tetapi kepada masalah finansial. Orangtua merasa berat menanggung beban gaji para guru honor. Apalagi penghasilan mereka pas- pasan. Para guru pun tak mau mengajar prodeo. Kalaupun mengajar, mereka (guru) juga nyambi kerja kebun atau menjadi tukang ojek. Dampaknya tak konsentrasi mengajar. Materi ajar sekenannya saja. Tak berdampak pada perkembangan kognitif siswa, kalau tak mau siswa tetap bodoh.

Kehadiran PPPK memberi peluang kepada para guru untuk mengadu nasib. Mengikuti seleksi untuk mengubah nasib. Deputi Bidang SDM Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi merilis pada tahun 2019 sebanyak 71.000 peserta mengikuti seleksi PPPK di seluruh daerah. Hasilnya 51.000 peserta lulus seleksi. Peserta yang lulus kemudian dikelompokkan berdasarkan keahlian dan latar belakang pendidikan.

Ternyata yang lulus adalah sebagian besar guru yang bernaung di bawah pemerintah daerah. Pendidikan minimal S1 dan masuk klasifikasi golongan IX. Banyak yang menilai ketika Perpres Presiden Nomor 9 Tahun 2020 keluar, nasib para peserta yang lolos seleksi PPPK semakin jelas. Hanya menunggu surat keputusan (SK) dari pemerintah untuk mulai bekerja, mengabdi kepada negara.

Ternyata bertepuk sebelah tangan. Virus corona membuat semuanya sirna. Pemerintah memutuskan tidak mengangkat pegawai baru. Uang negara maupun daerah difokuskan untuk penanganan covid-19. Beberapa anggota Komisi II DPR RI pun mempertanyakan seputar nasib pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK yang telah dinyatakan lolos sejak Januari 2019 lalu.

Pasalnya, sampai saat ini surat keputusan (SK) pengangkatan para pegawai tersebut belum juga diterbitkan oleh Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait yakni Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Apa yang terjadi? Pemerintah hingga kini belum menerbitkan aturan soal pengangkatan peserta yang lolos seleksi perekrutan PPPK tahap I. Kebijakan ini tentu akan berbenturan dengan (Perpres) yang ditandatangani Presiden Jokowi. Di sisi lain, pemerintah awalnya berinisiasi untuk membuka dua tahap perekrutan PPPK pada 2019 lalu. Dengan ketidakpastian ini, apakah perekrutan PPPK tahap II bakal kembali dibuka? Konon, pemerintah tak akan membuka pendaftaran PPPK lagi sebelum perpres pengangkatan anggota yang lulus seleksi di tahap pertama keluar.

Semangatnya, butuh ketegasan dari pemerintah. Perlu dievaluasi lagi apakah PPPK ini masih diperlukan. Kalau diperlukan, yang lulus tahap pertama agar diproses dan tidak membuka peluang lagi untuk membuka gelombang kedua. Dengan demikian, PPPK yang lolos seleksi tahap pertama tidak menunggu dalam ketidakpastian. Kasihan!

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved