Penelantaran Anak di Lembata Berujung Pada Kekerasan Seksual
Kasus penelantaran anak di Kabupaten Lembata ternyata membawa dampak yang buruk bagi masa depan anak itu sendiri
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Kasus penelantaran anak di Kabupaten Lembata ternyata membawa dampak yang buruk bagi masa depan anak itu sendiri.
Banyak anak yang ditelantarkan orangtua justru menjadi korban kekerasan seksual, persetubuhan di bawah umur, kehamilan dan terjerumus ke dalam pergaulan bebas.
Maria Loka, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Peduli Perempuan dan Anak Lembata (Permata) menguraikan penelantaran anak oleh orangtua di Lembata membawa dampak yang sangat buruk.
• Ngada Tambah 2 Kasus Corona, Ini Kata Penjabat Sementara Bupati Linus Lusi
Hal ini bisa berujung pada hak-hak anak yang tidak bisa terpenuhi, seperti anak tidak mempunyai akta kelahiran, dan akses pendidikan mereka tidak terpenuhi dengan baik.
"Akibat yang paling buruk itu anak alami kekerasan seksual, bahkan jadi pelaku kekerasan," tambah Maria di Sekretariat Permata, Waikomo, Lewoleba, Kamis (8/10/2020).
Maria mengatakan alasan anak ditelantarkan itu biasanya karena orangtuanya bercerai dan pergi merantau.
LSM Permata mencatat kalau pada tahun 2020, anak di Lembata yang jadi korban penelantaran itu sebanyak 28 anak, dengan rinciannya perempuan sebanyak 12 dan laki-laki sebanyak 16 anak. Jumlah ini meningkat dari tahun 2019 sebelumnya yang tercatat hanya 9 kasus penelantaran anak.
• Bunda Julie dan Bunda Maria Djogo Ngopi Bareng Wartawan NTT
Menurut Maria, kasus penelantaran pastinya lebih banyak sebab ada banyak kejadian penelantaran yang tidak terdata.
Salah satu relawan Permata, Adriana Banguhari, menuturkan saat ini mereka sementara menangani kasus persetubuhan anak di bawah umur hingga menyebabkan kehamilan. Kasus ini sudah dilaporkan ke pihak Polres Lembata, Rabu (7/10/2020) kemarin.
Mirisnya, kata Adriana, terduga pelaku dan korban yang merupakan warga desa Dolu, Kecamatan Omesuri sama-sama tergolong anak di bawah umur. Pihak perempuan saat ini sedang hamil tujuh bulan.
Saat ini, orangtua terduga pelaku dan korban tidak jelas keberadaannya. Orangtua mereka ada yang sudah bercerai dan kini sudah lama tinggal di perantauan.
"Kasihan mereka ini tidak tahu baca tulis juga dan sekarang tinggal dengan keluarga," paparnya. "Ini kan salah satu dampak dari penelantaran anak," tambah Adriana.
Bagi Adriana, peran serta masyarakat dan pemerintah desa itu sangat perlu dalam mengatasi dampak buruk dari penelantaran anak.
"Lihat anak-anak jalan malam itu harus tegur dan kembalikan ke rumah. Kalau tidak, pergaulan mereka tidak bisa dikontrol dan mereka juga bisa dimanfaatkan orang-orang yang tidak bertanggungjawab," pungkasnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)