Kerukunan Antarumat Beragama Nyata di NTT

FGD dimulai dengan arahan Edi Junaedi mengenai fokus dari diskusi, yang meliputi konsep tentang kerukunan, indikator, masalah kerukunan, solusinya

Editor: Agustinus Sape
Foto: Engky/Kanwil Kemenag NTT
Suasana Focus Group Discussion tentang Kerukunan Umat Beragama di aula FKUB NTT, Jl. El Tari Kupang, Jumat (2/10/2020). 

Kerukunan Antarumat Beragama Nyata di NTT

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Agama (Balitbang & Diklat Kemenag) RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka pengayaan informasi kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia, termasuk untuk mendapatkan indeks kerukunan umat beragama di Provinsi NTT.

Untuk tingkat Provinsi NTT, FGD tersebut dilangsungkan di aula Rapat Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi NTT, Jl El Tari Kupang, Jumat (2/10/2020). Diskusi dipimpin oleh Edi Junaedi, peneliti dari Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Pusat.

Hadir sebagai narasumber, yakni Maria Theresia Geme (Ketua FKUB Provinsi NTT), Huki Yeanri Oktovianus (Kasubbag Ortala dan KUB Kanwil Kemenag Provinsi NTT), Kusmanto R. Djo Naga (Kabid Seni Budaya, Agama Kemasyarakatan dan Ekonomi, Kesbangpol Pemprov NTT), Ahmad Atang (Dosen Universitas Muhammadiyah Kupang), dan Agustinus Sape (Harian Pos Kupang).

FGD dimulai dengan arahan dari Edi Junaedi mengenai fokus dari diskusi, yang meliputi konsep tentang kerukunan, indikator kerukunan, masalah kerukunan dan solusinya, juga tentang praksis kerukunan beragama di tempat kerja dan dalam masyarakat NTT.

Poin-poin diskusi ini sudah disampaikan sehari sebelumnya kepada para narasumber yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan tertulis untuk dijawab oleh masing-masing narasumber.

Selain dijawab secara tertulis, masing-masing narasumber juga diminta mamaparkan jawaban dan pengalaman-pengalamannya, terutama selama tahun terakhir, di hadapan forum diskusi.

Pemaparan dimulai oleh Ketua FKUB NTT, Maria Theresia Geme, disusul Kusmanto R. Djo Naga, lalu Huki Yeanri Oktovianus, Agustinus Sape, dan diakhiri dengan indah oleh Ahmad Atang.

Tentang konsep kerukunan umat beragama, para narasumber pada umumnya memberikan konsep yang tidak jauh dari konsep umum, yakni kondisi di mana antarumat beragama saling menerima, menghormati keyakinan masing-masing, saling menolong, dan bekerja sama dalam mencapai kesejahteraan bersama.

Kondisi itu menurut para narasumber benar-benar nyata terjadi di NTT. Menurut Kusmanto, dalam setahun terakhir tidak terjadi masalah yang sungguh mengganggu kerukunan umat beragama di NTT. Sempat terjadi perselisihan di Kelurahan Kolhua sebelumnya berkaitan dengan pengeras suara dari rumah ibadah, namun masalah itu sudah diselesaikan dengan baik lewat pengaturan jadwal ibadah sehingga tidak saling mengganggu.

Hal yang sama disampaikan Oktovianus. Menurut dia, tidak ada hal signifikan yang mengganggu kerukunan umat beragama di NTT. Yang terjadi justru konflik internal gereja menyangkut perpindahan jemaat ke gereja lain dengan berbagai iming-iming.

Ahmad Atang mengatakan, mengetahui indeks kerukunan di suatu daerah lebih mudah diketahui dari apa yang dirasakan oleh kelompok minoritas. Dia mengatakan bahwa mayoritas penganut agama di NTT adalah Kristen (Katolik dan Protestan), sedangkan Muslim, Hindu, Budha dan lain-lain adalah minoritas.

Secara umum Ahmad Atang menyebut kondisi kerukunan beragama di NTT baik, namun sempat juga terjadi satu dua kasus. Dia menyebut adanya penolakan pembangunan pesantren di Lembata dan di Desa Ndete, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka.

Alasan penolakan pesantren di Lembata, menurut Atang, karena tanah pesantren itu adalah milik Pemda Lembata, sedangkan penolakan di Sikka karena takut terpapar paham radikal seperti pesantren di Jawa.

Semua narasumber mengakui kerukunan antaragama di NTT, terutama antara umat Kristen dan Islam, sudah terbina sejak dulu. Meskipun berbeda agama, mereka lebih diikat oleh kesatuan adat dan budaya di tempat mereka tinggal. Mereka dipertemukan dalam setiap upacara adat dan kegiatan budaya dengan tetap menghormati agama masing-masing.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved