Breaking News

Gerakan 30 September

KISAH Sebenarnya, DN Aidit Coret 3 Nama, Kenapa PKI Bunuh 6 Jenderal & 1 Perwira 30 September 1965

Peristiwa Gerakan 30 September atau G30S/PKI menjadi sejarah kelam Indonesia. Dalam peristiwa G30S/PKI banyak yang menjadi korban.

Editor: Benny Dasman
KOMPAS/ WAWAN H PRABOWO
Warga mengunjungi Monumen Pancasila Sakti di kawasan Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur, Selasa (30/9/2014). Monumen tersebut dibangun untuk menghormati para Pahlawan Revolusi yang gugur dalam peristiwa Gerakan Tiga Puluh September atau G-30-S/PKI pada 1965. 

Apakah mereka berniat menghabisi para jenderal

Dalam buku Mengapa G30S/PKI Gagal?: Suatu Analisis (2004) karya Samsudin, Latief mengaku jenderal-jenderal itu dibunuh atas perintah Syam.

Syam duduk dalam pimpinan intel Cakrabirawa.

Sebenarnya dalam perundingan tidak ada rencana untuk membunuh para jenderal.

Pada awalnya, niat mereka untuk membawa para jenderal menghadap kepada Presiden/Pangti Soekarno di Istana.

Pelaksanaannya oleh resimen "Cakrabirawa" yang dikomandoi Letkol Untung.

Dalam G30S, Fakta atau Rekayasa? (2013) karya Julius Pour, Untung membagi eksekutor ke dalam tiga satuan tugas.

Satgas Pasopati pimpinan Letnan I (Inf) Abdul Arief dari Resimen Tjakrabirawa bertugas menangkap tujuh jenderal yang jadi sasaran.

Satgas Bimasakti dipimpin Kapten (Inf) Soeradi Prawirohardjo dari Batalyon 530/Brawijaya, bertugas mengamakan Ibu Kota dan menguasai kantor Pusat Telekomunikasi dan Studio RRI Pusat.

Terakhir, satgas Pringgodani di bawah kendali Mayor (Udara) Soejono, bertugas menjaga basis dan wilayah di sekeliling Lubang Buaya, yang rencananya akan jadi lokasi penyanderaan para jenderal.

Julius Pour mencatat dalam buku G30S, Fakta atau Rekayasa? (2013), operasi penculikan di bawah Untung direncanakan secara serampangan.

Banyak yang akan dilibatkan, tak jadi datang. Jumlah pasukan kurang dari 100 personel, jauh dari yang diharapkan mampu memantik revolusi. Yang berikutnya terjadi persis yang dikhawatirkan Untung. Penculikan berubah jadi serangan berdarah.

Pukul 03.30, anggota Batalyon I Resimen Tjakrabirawa Sersan Kepala Bungkus mengingat pasukannya yang terakhir diberangkatkan dari Lubang Buaya.

Ia khawatir, alokasi 15 sampai 20 menit untuk meluncurkan penculikan Menteri/Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal (Letjen) Ahmad Yani, tak akan cukup.

"Saya sendiri berpikir kok hanya 20 menit, peluangnya pasti singkat sekali? Meski begitu saya tidak lupa. Perintahnya jelas, saya mendengar langsung dari Letnan I Abdul Arief, '...tangkap sasaran, hidup atau mati'," kata Bungkus.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Manado
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved