DPRD dan Pemkab Lembata Harus Selesaikan Masalah Kantor Camat Buyasuri Bersama
Lembaga DPRD dan Pemkab Lembata Harus Selesaikan Masalah Kantor Camat Buyasuri Bersama
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola

Lembaga DPRD dan Pemkab Lembata Harus Selesaikan Masalah Kantor Camat Buyasuri Bersama
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Kondisi fisik gedung Kantor Camat Buyasuri yang ada di Desa Wairiang sangat memprihatinkan. Gedung yang belum tuntas dikerjakan itu kini dibiarkan merana.
Banyak sekali coretan pada dinding tembok. Balok-balok kayu yang ada di bagian atap sudah mulai lapuk dan hancur. Lembaga DPRD Lembata sendiri sudah membentuk panitia khusus (pansus) untuk menyelidiki masalah mangkraknya gedung kantor ini.
Camat Buyasuri Nelson Ndapamerang mengatakan pemerintah dan lembaga DPRD Lembata memang perlu bersama-sama menuntaskan masalah pembangunan kantor Camat Buyasuri.
• Hotel Pantai Pede Permai Ditutup Sementara, Ini Alasannya
Sebagai kepala wilayah, lanjut Nelson, tugasnya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang belum dituntaskan kepala wilayah sebelumnya.
"Kewajiban saya itu. Saya tidak bisa bilang kemarin salah atau sekarang benar. Bukan itu. Saya harus selesaikan tugas itu. Jadi bukan orang lain punya masalah," ungkap Nelson di Wairiang, Kamis (24/9/2020).
Nelson Ndapamerang yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pembangunan gedung kantor camat tersebut, mengungkapkan, dalam ikatan perjanjian kerja ada syarat-syarat umum kontrak.
• Bhayangkari Paga Ajak Masyarakat Peduli Kebersihan Lingkungan dan Pantai Paga
Misalnya, ketika pihak ketiga lalai dalam menunaikan tanggungjawabnya maka perlu ada tindakan-tindakan yang dikenakan terhadapnya seperti adendum atau pemutusan hubungan kerja (PHK).
Maka dari itu, sebagai PPK, Nelson telah memutus hubungan kerja (PHK) rekanan yang membangun gedung Kantor Camat Buyasuri kala itu.
"Untuk proses pembayaran kita hanya bayar sampai di slof atas. Acian, plester dan plafon, itu kami tidak bayar karena belum ada perhitungan tentang pembayaran. Jadi posisi ini kita kembali ke aturan, sehingga saya lakukan PHK," papar Nelson.
Menurut dia, pembangunan kantor memang bermasalah karena pekerjaannya tidak selesai. Namun, statusnya masih kontruksi dalam pekerjaan. Itu berarti wewenangnya masih ada pada ruang lingkup pemerintah. Apalagi pembayarannya belum dilakukan 100 persen.
"Pemerintah dan DPRD perlu berjibaku selesaikan masalah bersama," tegasnya.
Kalau kemudian lembaga legislatif menyetujui kembali anggaran untuk melanjutkan pembangunan, maka lembaga pun harus mengetahui strategi atau langkah-langkah selanjutnya untuk mengawasi sambil mendengar aspirasi masyarakat.
"Tahapan pertama karena pembayaran yang kita lakukan baru sampai di slof maka kita ada utang kepada pihak ketiga. Dalam tanda kutip. Karena secara kasat mata dia sudah melakukan pekerjaan sesuai apa yang direncanakan. Tapi belum tentu mutu pekerjaan dan kuantitasnya terselesaikan," papar Nelson.
Kemudian, katanya, perlu ada tenaga ahli untuk menguji kelayakan bangunan untuk pekerjaan selanjutnya.
"Mungkin saja bisa lakukan pembongkaran, rehab yang perlu. Semua itu dihitung kembali," ujarnya.