Politisi NasDem Buang Hp Di Laut, Diduga Untuk Hilangkan Bukti Percakapannya Dengan Jaksa Pinangki
Ponsel itu berisi percakapan Andi Irfan Jaya dengan jaksa Pinangki dan Djoko Tjandra, saat menyusun action plan kepengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA)
"Namun dalam perjalanannya, ternyata rencana yang tertuang dalam 'action Plan' di atas tidak ada satupun yang terlaksana."
"Padahal Joko Soegiarto Tjandra telah memberikan DP sejumlah $ 500.000 USD kepada terdakwa PSM melalui Andi Irfan Jaya," kata Hari lewat keterangan tertulis, Kamis (17/9/2020).
Hari Setiyono mengatakan, action plan itu pertama kali dipaparkan oleh jaksa Pinangki, mantan politikus Partai Nasdem Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking kepada Djoko Tjandra di Malaysia, pada November 2019.
Ketiganya melobi Djoko Tjandra agar memilih jaksa Pinangki untuk mengurus fatwa MA agar tak dieksekusi sebagai terpidana sekaligus buronan korupsi cessie Bank Bali.
Alhasil, Djoko Tjandra pun luluh dengan rencana atau proposal action plan yang diajukan oleh jaksa Pinangki.
Namun baru sebulan, Djoko Tjandra membatalkan kesepakatannya dengan jaksa Pinangki.
"Sehingga Joko Soegiarto Tjandra pada Bulan Desember 2019 membatalkan action plan."
"Dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dari action plan tersebut dengan tulisan tangan NO," bebernya.
Direktorat Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus bersama Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara jaksa Pinangki Sirna Malasari kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/9/2020).
Jaksa Pinangki didakwa merancang action plan pengurusan fatwa MA, agar Djoko Tjandra tidak dieksekusi sebagai terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali.
Dia melakukan hal tersebut bersama-sama mantan politikus Partai Nasdem Andi Irfan Jaya.
Tak hanya Andi Irfan Jaya, jaksa Pinangki bersama Anita Kolopaking melobi Djoko Tjandra agar menggunakan jasanya, dengan sejumlah proposal imbalan USD 1 juta atau setara Rp 14,8 milliar.
Proposal action plan itu dipaparkan oleh jaksa Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Kolopaking saat menemui Djoko Tjandra di kantornya di The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia, November 2019.
Ketiganya bersama Djoko Tjandra juga sempat bersepakat memberikan uang USD 10 Juta atau Rp 148 milliar kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung.
Hal itu untuk keperluan mengurus permohonan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.
Dalam dakwaannya, Djoko Tjandra disebut baru sempat mengirimkan uang kepada Pinangki sebesar USD 500 ribu atau Rp 7 milliar, sebagai uang muka biaya jasa pengurusan awal.
Uang itu diberikan melalui almarhum adik ipar Djoko Tjandra, Herriyadi, kepada Andi Irfan Jaya.
Selanjutnya, Andi Irfan Jaya meneruskan uang itu kepada jaksa Pinangki.
• Ditanya Apakah Mau Ikut Pilkada DKI Jakarta? Ahok Jawab: Sekalipun Diminta Aku Tidak Bersedia Lagi
• Pulang Merantau Bawa Uang Rp 4,9 Miliar, Istri Malah Minta Cerai Dari Suami Ternyata Ini Penyebabnya
Namun di tengah jalan, Djoko Tjandra memutuskan batal menggunakan jasa jaksa Pinangki untuk mengurus fatwa MA.
Dalam kasus ini, jaksa Pinangki dijerat dengan pasal berlapis.
Di antaranya, pasal 5 ayat 2 jo pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Subsider pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, pasal 3 UU 8/2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.