Berita Timor Leste

Sepak Terjang Alfredo Reinado, Tokoh Kunci di Balik Krisis Hebat Timor Leste, Diredam Xanana Gusmao

Timor Leste merdeka dari Indonesia tahun 1999, namun secara resmi diakui merdeka pada tahun 2002 setelah memenangka referendum.

Editor: Hasyim Ashari
oneroadtolondon.com
Tentara wanita di parade militer merayakan peringatan ke-17 pasukan pertahanan Timor Leste, Dili 2 Februari 2018 

Sepak Terjang Alfredo Reinado, Tokoh Kunci di Balik Krisis Hebat Timor Leste, Diredam Xanana Gusmao

POS-KUPANG.COM - Timor Leste merdeka dari Indonesia tahun 1999, namun secara resmi diakui merdeka pada tahun 2002 setelah memenangka referendum.

Sejak saat itu, Indonesia tidak lagi memiliki campur tangan atas kawasan itu, dan Timor Leste menjadi negara yang berdiri sendiri.

Namun, pada masa awal kemerdekaan yang baru seumur jagung, tepatnya tahun 2006, negara yang belum 5 tahun merdeka itu pernah dilanda krisis hebat.

Melansir Red Pepper, pada April 2006, Dili terbakar setelah 600 tentara berselisih dengan pemerintah Timor Leste.

Krisis tersebut menyebabkan bentrokan antara kepolisian nasional Timor Leste (PNTL) dan pasukan militer (F-FDTL).

Akibatnya, terjadilah kekosongan kekuasaan dan rusaknya hukum hingga ketertiban di seluruh negeri.

Baik PNTL maupun F-FDTL tidak memiliki kepercayaan dari penduduk atau kapasitas untuk memberikan keamanan dan ketertiban yang memadai.

Tuduhan berulang tentang pelecehan seksual, pelanggaran hak asasi manusia, distribusi senjata ilegal, dan keterlibatan dalam perdagangan gelap telah melemahkan kepercayaan publik pada PNTL pada khususnya.

Penyebab utama kiris tersebut adalah konflik antarelemen militer Timor Leste yang disebabkan oleh diskriminasi di dalam tubuh militer.

Dekitar 1.400 prajurit dipecat, atas tuduhan desersi, tindakan diskriminatif ini memicu pemberontakan hebat.

Hal itu berubah menjadi upaya kudeta dan aksi kekerasan di ibu kota Dili, krisis ini bahkan memicu intervensi militer hebat dan mundurnya Perdana Menteri Mari Alkatiri.

Krisis tahun 2006 menunjukkan baik polisi maupun militer tidak netral secara politik, kedua lembaga tersebut terpecah-pecah karena kesetiaan daerah dan politik yang bercampur dalam jajaran.

Dengan runtuhnya sektor keamanan dan hukum dan ketertiban secara umum, pasukan penjaga perdamaian multinasional diminta untuk memulihkan ketertiban pada akhir Mei 2006.

Sejak itu berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang mempengaruhi kedua institusi, tetapi membalikkan kerusakan bukanlah suatu tugas sederhana.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved