KISAH PETANI KOPI BELEK LEMBATA: Sebastianus Suplai Kopi Bubuk Cap Bana
Kopi dengan cita rasa jahe dan gingseng ini racikan pasangan suami istri Dominikus Demon dan Fransiska Tuto
Penulis: Ray Rebon | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM - KOPI Bana merupakan salah satu brand kopi Kabupaten Lembata. Kopi dengan cita rasa jahe dan gingseng ini racikan pasangan suami istri Dominikus Demon dan Fransiska Tuto.
Penikmatnya tidak hanya warga Lembata, melainkan penyuka kopi asal Kota Kupang hingga Australia.
Bubuk Kopi Bana berasal dari biji kopi Robusta. Tanaman kopi Robusta dibudidaya petani Kampung Belek Desa Baolangu, Kecamatan Nubatukan.
Dominikus memanfaatkan kopi Robusta milik petani Desa Baolangu sebagai penyuplai utama untuk kopi bubuk Cap Bana.
Belek terkenal sebagai kawasan perkebunan dan pertanian hortikultura. Tempat di daerah itu ini sangat subur.
Secara historis, Belek adalah kawasan kampung lama tempat sebagian warga Lewo Kukung bermukim dulu. Karena biji kopi berasal dari Belek sehingga warga Lembata menyebutnya dengan Kopi Belek.
Seorang petani yang sukses membudidaya Kopi Belek adalah Sebastianus Ali (48). Sebastianus menjadi produsen utama biji Kopi Belek, sudah berlangsung selama empat tahun. Selanjutnya, biji Kopi Bele diolah Dominikus Demon dan istri menjadi kopi bubuk Cap Bana.
• 3 Rancangan Terbaru Erwin Yuan Ditampilkan di Expo UMKM
Pada Kamis (17/9), Sebastianus mendatangi kediaman Dominikus Demon di Jl Sola Fide Kelurahan Selandoro, Lewoleba. Dia membawa satu karung biji Kopi Belek untuk diracik menjadi Kopi Bana.
Menurut Sebastianus, sampel Kopi Belek tersebut hasil panen perdana tahun ini. Ia menjelaskan, Kopi Belek merupakan varian kopi robusta yang dibudidayakan sejak tahun 1988 di lokasi perkebunan Belek.
Dia memiliki perkebunan kopi seluas 1 hektar. Selain menjual komoditi lainnya seperti vanili dan kemiri, Sebastianus menghidupkan istri dan enam orang anaknya dari budidaya Kopi Belek.
Sebastianus memang tak sendiri. Di Baolangu ada kelompok tani Petik Pile yang juga fokus budidaya Kopi Belek. Saat ini, pohon-pohon kopi di sana sedang dalam masa peremajaan dan perawatan. Hal itu berdampak jumlah panenan sedikit berkurang.
"Setahun satu kali panen, sebelum peremajaan itu mendekati satu ton hasilnya," ucapnya.
"Saya biasa over di Pasar Pada, ada yang langganan. Sekarang sudah kerja sama dengan Kopi Bana jadi langsung saja ke sini," tambah Sebastianus.
Menurutnya, Kopi Belek terasa asli dan alamiah. Budidaya kopi belek sama sekali tak memakai pupuk.
"Yang jadi unggulan di kampung itu kopi. Saya biasa jual dengan Rp 40 ribu per kilogram. Sejak belum nikah, saya sudah panen kopi sendiri dengan bantuan penyuluh pertanian. Komoditi unggulan ini kopi dan punya harapan hidup di kopi saja," ujar Sebastianus. (ricko wawo)