Wawancara Khusus Achmad Yurianto, Tanpa Kesehatan Segalanya tak Berguna

Nama lengkapnya Achmad Yurianto, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan ( Ditjen P2P Kemenkes)

Editor: Kanis Jehola
DOKUMENTASI BNPB
Achmad Yurianto, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, memberi keterangan di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Senin (6/7/2020). 

POS-KUPANG.COM - Pria yang akrab disapa Yuri ini mengaku belum pulang semalam. Di atas meja kerjanya berserakan kertas, data-data perkembangan Covid-19 di Indonesia. Yuri menyebut dirinya sebagai, "Perawat datanya covid. Saya tidur di sini semalam," ujar Yurianto kepada Tribun Network di Ruang Kerjanya di Kantor Kementerian Kesehatan, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (9/11/2020).

Nama lengkapnya Achmad Yurianto, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan ( Ditjen P2P Kemenkes).

Yuri memaparkan apa saja yang telah dilakukan pemerintah dalam menangani Covid-19.

Orang Muda PDKK St. Cecilia Berkatekese dan Dalami Kitab Suci

Perbincangan berlangsung melalui virtual. Bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dan Staf Direksi Cecep Burdansyah.

Berikut wawancara Tribun Network bersama Achmad Yurianto:

Upaya paling signifikan yang sudah dilakukan untuk menangani pandemi Covid-19?

Pertengahan Desember 2019 WHO sudah memperingatkan ke seluruh dunia, public health emergency. Jadi ini darurat kesehatan masyarakat, saat itu seluruh dunia diminta memberikan perhatian terhadap Covid-19.

Lolos KSN-P, Ketiga Siswa SMAK Giovanni Kupang Punya Cara Belajar Masing - Masing

Public health emergency oleh international concern harus memberikan perhatian karena sangat berpotensi untuk menyebar dengan cepat bahkan bisa menjadi pandemi, dan peringatan itu terbukti.

Di Indonesia pun, kita waktu itu merespons dengan cara satu segera lakukan penguatan, pengawasan, di pintu masuk negara. Saat itu langkah ini kita lakukan karena lotus awalnya tidak di Indonesia, dari China. Artinya tidak mungkin masuk sendiri tanpa melalui pintu masuk.

Di aspek kebijakan sudah dikatakan bahwa ini adalah kedaruratan kesehatan masyarakat. Ini ditandai terbitnya peraturan menteri sampai peraturan presiden. Begitu dinyatakan sebagai pandemi, maka sudah masuk di dalam kerangka UU nomor 24 tahun 2007 tentang wabah ini bencana.Hanya kemudian pada aspek implementasi ini yang akhirnya kita gagal fokus menurut saya.

Ini kedaruratan kesehatan masyarakat, mohon maaf, bukan kedaruratan kesehatan rumah sakit. Mestinya respon itu di hulu (masyarakat), rumah sakit itu di hilir, tetapi kita terbalik.Ini bukan saja yang terjadi di negara kita saja, di banyak negara pun juga sama.

Jadi, tidak mungkin virusnya jalan sendiri-sendiri, harus ikut tubuhnya manusia. Artinya mobilitas manusia untuk kepentingan kehidupan sosial termasuk kerja dan sebagainya, itu akan juga seiring dengan pergerakan faktor penularnya.

Ini masalah kesehatan. Saya sering katakan memang kesehatan bukan segala-galanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak ada gunanya. Jadi tidak ada lagi sebenarnya tawar-menawar apakah ini masalah kesehatan apakah ini masalah ekonomi, tidak ada.

Kita harus menempatkan masyarakat sebagai subyek, sekaligus obyek. Kalau kita melihat mengapa pakai masker, sebagian akan menjawab karena tidak mau didenda, bukan pakai masker karena tidak kepingin ketularan.

Satu tolak untuk mendeteksi orang yang terinfeksi adalah dengan tes PCR atau swab. Masyarakat terkadang meragukan hasil tes tersebut?

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved