Jemi Sesali Sikap Komisi IV DPRD Kota Kupang
Jemi Tepa menyesali sikap Komisi IV DPRD Kota Kupang dalam RDP terkait kejelasan status karyawan dan penonaktifan 20 karyawan Barata
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Wakil Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia Kota Kupang dan Kabupaten Kupang, Jemi Tepa menyesali sikap Komisi IV DPRD Kota Kupang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait kejelasan status karyawan dan penonaktifan 20 karyawan Barata Department Store Kupang. Pasalnya pembicaraan dalam RDP tersebut tidak menyentuh substansi persoalan.
"Di dalam RDP itu kami (SBSI) tidak diberi kesempatan berbicara. Karena gugup, arah pembicaraan perwakilan karyawan melenceng dari apa yang diharapkan," ujarnya kepada POS-KUPANG.COM, Rabu, 19/08/2020.
• Kabar Gembira! RSUD dr Ben Mboi Ruteng Sudah Punya Laboratorium Test Swab
Jemi menjelaskan, Komisi IV DPRD harus jeli melihat maksud para pekerja mengadukan persoalan yang dialaminya. Sedangkan proses hukum atas persoalan yang dialami 20 karyawan tersebut telah bergulir pada tingkat mediasi di Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kota Kupang.
Ia menilai Barata Department Store Kupang melakukan penelantaran terhadap para karyawan tanpa persoalan dan status yang jelas.
"Inikan pelanggaran HAM sebenarnya. Setelah itu, dibawa datang ke DPRD, tetapi DPRD bukan berbicara menyangkut hal ini tetapi, malah menjelaskan dan meminta para karyawan untuk mengikuti apa yang diinginkan oleh perusahaan," tuturnya.
• 14 Warga Nagekeo Reaktif Hasil Rapid Test, Satu Orang Kontak Erat dengan Pasien Corona
Jemi menambahkan bahwa, dirinya sempat mengacungkan tangan untuk diberikan kesempatan berbicara namun tidak diindahkan. Ia bermaksud untuk menyampaikan akar serta kronologi persoalan sebenarnya.
Menurut Jemi, pihaknya memaklumi bahwa DPRD bukan lembaga peradilan. Namun, ada hal-hal yang berkaitan dengan kemanusiaan yang harus didengarkan oleh DPRD Kota Kupang mengenai persoalan yang dialami pihak pekerja.
Penelantaran yang dilakukan pihak perusahaan kepada para karyawan, baginya, merupakan pelanggaran HAM yang sebenarnya harus dilihat secara baik oleh DPRD.
Selain itu, pihaknya ingin menyampaikan kepada DPRD bahwa, mediator (Dinas Ketenagakerjaan Kota Kupang) tidak lagi menjalankan tugas sebagai penengah. Tetapi, mendorong pihak karyawan untuk mengikuti keinginan perusahaan.
"Sampai ada kata yang bilang begini, kamu ini tidak mau juga silahkan. Tetapi nanti kalian punya anjuran itu saya yang buat. Sampai pengadilan juga saya yang akan jadi saksi di sana. Supaya saya jelaskan ini dong semua," ungkap Jemi menirukan pernyataan mediator.
Para karyawan dan SBSI mempertanyakan maksud pernyataan mediator dalam mediasi tahap dua tersebut. Hal ini, menurut Jemi, menjadi momok bagi penegakan keadilan pada persoalan yang dialami para karyawan. Karena pihaknya menilai mediator tidak lagi berfungsi sebagai mediator yang baik.
Ia menyayangkan sikap DPRD yang tidak memberikan kesempatan kepada SBSI selaku pendamping para karyawan untuk menjelaskan, tetapi menggiring para karyawan untuk mengakui kelemahannya.
"Bahkan ada anggota DPRD yang bilang nanti kalian sampe di pengadilan nol. Sangat disayangkan betul seorang DPRD mengatakan begitu,"imbuh Jemi menirukan pernyataan salah satu anggota DPRD. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oncy Rebon)