‘Denyut Jantung’ Negara, Mimpi APBN Di Tangan Dingin Kepala Desa
Dana desa yang dialokasikan dari APBN berdampak bagi warga desa sebagai bentuk kehadiran negara untuk memajukan SDM-nya, infrastruktur dan lainnya
Penulis: Hermina Pello | Editor: Hermina Pello
POS-KUPANG.COM- SUKACITA warga Desa Nita, Kabupaten Sikka tak terbendung. Di siang hari yang terik, ratusan warga begitu antusias menyambut seorang lelaki yang turun dari tangga pesawat di Bandara Udara Frans Seda, Maumere. Bak pahlawan pulang dari medan perang, Antonius B. Ludju, pemuda tegap yang selalu melempar senyum ini disambut dan diarak dari Kota Maumere menuju Desa Nita, sekitar 15 kilometer dari jantung Kota Maumere, ibukota Kabupaten Sikka.
Antonius yang sering disapa Hans Ludju sebagai kepala desa, membawa pulang trophy kemenangan sebagai juara satu desa terbaik nasional. Sejak meraih prestasi ini di tahun 2016, Desa Nita terus memberikan inspirasi bagi tata kelolah desa yang baik dibawah payung semangat: partisipasi, transparansi dan akuntabilitas.
Dua tahun setelah itu, Soter Sani Nurak, Kepala Desa Bloro yang wilayah desanya berbatasan langsung dengan Desa Nita mengukir presetasi serupa. Desa terbaik nasional untuk transparansi dan akuntabilitas public diboyong kades muda ini. Ia sukses mengajak warganya terlibat bersama-sama merencanakan pembangunan desanya. Tentu karena kemauan untuk transparan dan akuntabel yang menumbuhkan kepercayaan warganya untuk terlibat.

Hari-hari ini, dua figur muda kepala desa di Nusa Tenggara Timur pun menjadi buah bibir. Ferdinandus Watu alias Nando Watu, Kepala Desa Detusoko Barat, Kabupaten Ende dan Klemens Kwaman, Kepala Desa Hadekewa, Kabupaten Lembata. Prestasi BUMDES Au Wula di Desa yang dinakodai Nando Watu dan BUMDES 7 Maret di Desa Hadekewa masuk dalam nominasi BUMDES terbaik di Indonesia sangat membanggakan. Kedua pemimpin muda ini telah memberikan inspirasi pengelolahan potensi-potensi yang dimiliki desa untuk kemajuan dan kesejahteraan warganya.
Negara Hadir
Terlepas dari ceritera sukses sosok-sosok kepala desa di atas maupun banyak pemimpin desa lain yang sangat inspiratif melalui inovasi dan terobosan mereka seolah menghidupkan kembali ‘denyut jantung’ negara bagi bagian tubuh yang paling penting dari negara itu sendiri yakni desa.
Negara dirasakan hadir melalui kemajuan-kemajuan yang hari-hari ini makin terasa di berbagai pelosok tanah air terutama di desa. Hal ini terutama karena mimpi pemerintah Jokowi melalui alokasi APBN untuk dana desa. Dana desa tidak hanya sekedar distribusi kekayaan negara yang menjadi hak seluruh warga tetapi lebih dari itu untuk mewujudkan mimpi pemerintah Jokowi tentang Indonesia maju berdenyut dan terasa langsung oleh masyarakat sampai ke pelosok desa.
Dana desa yang dialokasikan dari APBN setiap tahun, berdampak bagi warga desa sebagai bentuk kehadiran negara untuk memajukan sumber daya manusianya, infrastruktur yang baik hingga tata kelolah pemerintahan atau birokrasi yang makin baik.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perbendaharaan Provinsi NTT, Lidya Kurniawati Christyana pada sejumlah kesempatan memaparkan bahwa dana desa yang dialokasi untuk NTT setiap tahun terus meningkat.
Alokasi dana desa untuk NTT pada tahun 2017 sebesar Rp 2,3 triliun, sedangkan pada tahun 2018 sebesar Rp 2,54 triliun, sementara untuk tahun 2019 meningkat menjadi Rp 3,02 triliun. Pada tahun 2020 alokasi dana desa untuk 3.026 desa di NTT meningkat menjadi Rp 3,06 triliun.
“Karena ini lebih kepada komitmen pemerintah terkait pembangunan Indonesia dari pinggiran sehingga dananya semakin tahun terus meningkat,” ungkap Lidya .
Lidya menjelaskan, pada tahun 2017 lalu, rata-rata tiap desa di NTT mendapatkan alokasi dana sebesar Rp 880 juta dan pada tahun 2018 naik menjadi Rp 930 per desa.
“Ini sudah hampir menyentuh angka sesuai yang dijanjikan waktu itu yakni Rp 1 miliar untuk tiap desa,” terang Lidya.
Mimpi APBN
Kebijakan pemerintah mengalokasikan Dana Desa dari APBN yang dimulai di bawah pemerintah Jokowi ini, tujuannya agar APBN memberikan dampak yang langsung dirasakan rakyat. Salah satu peran penting alokasi APBN dan penyerapannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi terutama melalui peningkatan Pendapatan Domestik Regional Brutto (PDRB).
“Kontribusi APBN terus kami dorong karena konsumsi pemerintah sendiri men- support PDRB NTT hingga 30%-40%. Artinya pertumbuhan NTT sangat tergantung pada APBN, terutama belanja modal untuk mendukung PMTB (pembentukan modal tetap bruto),” tutur Lydia, Jumat (15/11).
Pertumbuhan ekonomi NTT selama tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Pada 2016 tumbuh 5,12 persen, 2017 tumbuh hanya 5,11 persen dan 2018 tumbuh sebesar 5,13 persen dan tahun 2019, Bank Indonesia, mencatat pertumbuhan mencapai 5,20%.

Pada kesempatan terpisah, saat rilis pers di Kupang terkait kinerja APBN Semester I di Provinsi NTT, Lydia Kurnia Christyana mengharapkan agar alokasi APBN untuk dana desa dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan ekonomi desa. Program dana desa yang terus meningkat untuk NTT merupakan wujud perhatian yang serius dari pemerintah pusat untuk pembangunan di NTT melalui APBN.
Penyerapan APBN yang baik pada berbagai sector pembangunan diharapkan aakn dapat mempercepat pergerakan ekonomi dan pertumbuhan. Pertumbuhan yang dimaksud tidak hanya dalam hal mekin bertambahnya fasilitas atau sarana publik seperti jalan, jembatan, sekolah atau fasilitas publik lainnya.
Pertumbuhan yang diharapkan dari penyerapan APBN adalah makin bergeliatnya ekonomi masyarakat yang diharapkan meningkatnya pendapatan masyarakat yang pada suatu saat nanti tercipta kemandirian ekonomi di daerah bahkan desa.
Inovasi yang dilakukan oleh sejumlah desa dalam pemanfaatan dana desa baik melalui program pembangunan yang berdampak langsung secara sektoral seperti pendidikan, kesehatan maupun dalam rangka menggerakan roda ekonomi desa melalui BUMDES harus terus didorong.
Ceritera sukses BUMDES Au Wula di Detusoko Barat maupun BUMDES 7 Maret di Desa Hadekewa maupun inovasi seperti yang dilakukan puluhan desa lainnya harus menjadi inspirasi pemanfatan dana desa.
Dari 3.026 desa di Provinsi NTT dan telah terbentuk 978 Badan Usaha Miliki Desa (BUMdes) dengan 781 unit statusnya aktif dan total penyertaan modal sebesar Rp 118 miliar.
Modal tersebut berasal dari Alokasi Dana Desa dan dari jumlah tersebut 55 Desa telah memiliki produk unggulan dan dapat melakukan ekspor.
Kepala OJK NTT, Robert Sianipar pada Sosialisasi Penguatan BUMdes Provinsi NTT, di Aula Kantor Gubernur NTT, Senin (20/5/2019) mengatakan, sekitar 1.041 desa telah memiliki produk unggulan
Ia menyampaikan aktivitas ekonomi BUMdes yang dilakukan meliputi pengelolaan air bersih, pengembangan ternak, produksi meubel, pariwisata, pakan ternak dan usaha lainnya.
‘Tangan Dingin’ Pemimpin
Sebesar apapun harapan akan pemanfaatan dana desa secara baik, sangat ditentukan oleh tangan dingin pemimpin atau komitmen kepala desa bersama masyarakat.
Antonius Ludju melukiskan tiga hal sederhana yang dilakukan dalam tata kelolah desa yang dilakukannya bersama warga desanya yakni: partisipasi, transparansi dan akuntabilitas.

Melalui tagline semangat membangun desa, ruang partisipasi warga dibuka selebar-lebarnya. Warga terlibat langsung menyampaikan aspirasinya secara terbuka.
Bahkan, kantor desa yang sangat formal disulap menjadi lebih ramah dengan sebutan Rumah Desa Nita yang menjadi simbol dari partisipasi itu sendiri.
Desa ada rumah bersama untuk bersama-sama merencanakan, melaksanakan dan mengawasi program-program pembangunan desa. Dana desa harus direncanakan secara partisipatif sehingga pemanfaatannya juga sesuai dengan kebutuhan termasuk merencanakan pemanfaatannya untuk usaha produktif melalui BUMDES.
Pada aspek transparansi, komitmen pemimpin desa untuk melaporkan secara terbuka pelaksanaan pemerintahan termasuk tata kelolah keuangan atau anggaran desa menjadi penting. Semua penggunaan keuangan desa termasuk dana desa dilaporkan secara transparan.
Desa Nita maupun Bloro menjadi pengagas dengan membuat laporan ke warga termasuk pemanfaatan dana desa dibuat dalam bentuk baliho besar dan dipajang di tempat yang bisa dilihat warga maupun brosur-brosur yang dibagikan ke setiap rumah warga.
Tujuannya, adalah agar setiap warga bisa menjadi pengawas terhadap pelaksanaan dana desa karena dana desa adalah uang rakyat yang perencanaan serta peruntukkannya harus diketahui warga desa.
Selain itu agar pelaksanaanya menjadi lebih tepat sasaran dan meminimalisir tindakan korupsi.
Komitmen untuk terbuka atau transparan dan memberikan ruang partisipasi akan melahirkan akuntabilitas. Menciptakan kinerja aparatur desa yang akuntabel.
Kepala desa dengan sendirinya tidak menjadi pelaku tunggal dalam pembangunan di desa. Warga desa menjadi pelaku utama dibawah kepemimpinan yang professional seorang kepala desa.
Belajar dari praktek-praktek baik maupun ceritera-ceritera sukses para kepala desa dalam tata kelolah pemerintahan desa termasuk pemanfaatan dana desa kembali pada komitmen dan pola kepemimpinan yang diimplementasikan.
Seberapa besar pun dana desa dialokasikan, sukses tidaknya pemanfaatan sangat ditentukan oleh komitmen para kepala desa mendorong partisipasi, tranparansi dan akuntabilitas didesa masing-masing. Semoga makin banyak para kepala desa yang terinspirasi. (hermina pello)