Meski Tinggal Beratap Daun Gewang dan Terpal, Warga Besipae Tetap Bertahan

Sempat direlokasi secara paksa dari kawasan Hutan Pubabu, Besipae yang diwarnai penembakan peluru gas warga Pubabumenempati kawasan hutan

Penulis: Dion Kota | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Dion Kota
Warga Besipae memilih bertahan di dalam tenda darurat ketimbang menempati rumah relokasi yang dibangun Pemprov NTT 

POS-KUPANG.COM | SOE - Sempat direlokasi secara paksa dari kawasan Hutan Pubabu, Besipae yang diwarnai penembakan peluru gas, warga Pubabu, Besipae kembali menempati kawasan hutan Pubabu.

Warga yang sempat diarahkan untuk menempati rumah yang dibangun Pemprov NTT di luar kawasan hutan Pubabu pada Selasa (18/8/2020), enggan menempati rumah tersebut dan memilih bertahan di dalam hutan Pubabu.

Masyarakat membangun rumah darurat dengan menggunakan daun lontar yang dibentuk kerucut. Selain itu dengan menggunakan tarpal bantuan lembaga perlindungan anak (LPA) warga membangun tenda darurat yang ditempati sekitar 20-an KK.

328 Peserta CPNS di Malaka Sudah Mendaftar Ikut SKB

Warga mengaku, enggan menempati rumah yang dibangun Pemprov NTT karena merasa tanah dimana rumah itu dibangun merupakan milik keluarga Selan. Selain itu, tanah yang diberikan Pemprov dirasa terlalu kecil untuk digarap menjadi lahan pertanian.

" Rumah yang Pemprov bangun itu di belukat milik orang kami takut nanti kami diusir. Selain itu, kami ini hidup dari pertanian kalau kasih lahan 20 meter kali 40 meter tidak akan cukup untuk kami olah guna memenuhi kebutuhan makan selama setahun," keluh Damaris Tefa saat ditemui di Besipae, Kamis (20/8/2020) siang.

Merasa Sakit Hati Masyarakat Pubabu Besipae TTS Tak Mau Bertemu Gubernur NTT

Ia bersama 28 KK lainnya memilih membangun kembali tenda darurat dan rumah berbahan daun lontar di kawasan hutan Pubabu untuk terus memperjuangkan tanah hutan adat Pubabu.

Walau harus tidur beralaskan tarpal dan daun Gewang, ia bersama warga Pubabu lainnya memilih untuk bertahan.

" Pak lihat sendiri, kami tinggal ada yang ditenda tarpal ada juga yang di rumah dari daun lontar. Kami bertahan di sini untuk memperjuangkan hutan adat kami," tegasnya.

Hal senada juga diungkapkan Anida Manisa. Dirinya enggan menempati rumah yang dibangun Pemprov NTT karena merasa rumah tersebut dibangun di atas belukat milik orang. Dirinya khawatir sewaktu-waktu dirinya bersama keluarga akan diusir.

Selain itu, tanah yang diberikan Pemprov NTT seluas 800 meter persegi dirasa terlalu kecil untuk bercocok tanam.

Dirinya memilih bertahan di dalam kawasan hutan Pubabu walau hidup harus serba terbatas. " Kami hidup begini sudah pak untuk bertahan hidup. Tidur di tenda dari tarpal dapur langsung beratap langit. Tidak ada MCK. Kami akan tetap di sini. Kami mau terus memperjuangkan hutan adat Pubabu ini walaupun rumah kami sudah dirubuhkan Pemprov NTT," sebutnya.

Ketika ditanyakan apa yang mereka butuhkan saat ini, Anida langsung menjawab kembalikan tanah hutan Pubabu kepada masyarakat.

" Hanya hanya mau hutan Pubabu dikembalikan dijaga dan dikelola masyarakat," pungkasnya. (Laporan Reporter Pos-Kupang.Com, Dion Kota)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved