Merasa Sakit Hati Masyarakat Pubabu Besipae TTS Tak Mau Bertemu Gubernur NTT

Masyarakat Pubabu, Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten TTS yang ditanyakan wartawan apakah masih mau bertemu Gubernur NTT karena sakit hati

Penulis: Dion Kota | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Dion Kota
Dua anak, warga Besipae sedang berdiri di atas puing-puing bangunan yang digusur Pemprov NTT di kawasan Besipae, Kabupaten TTS 

POS-KUPANG.COM | SOE - Masyarakat Pubabu, Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan Kabupaten TTS yang ditanyakan wartawan apakah masih mau bertemu Gubernur NTT, Viktor Laiskodat memberikan jawaban yang menggelitik. Masyarakat mengaku, tak ingin lagi bertemu dengan orang nomor satu di NTT tersebut.

Alasannya, masyarakat sudah sangat sakit hati dengan perlakuan yang selama ini mereka terima dari Pemprov NTT. Rumah mereka digusur, pagar mereka dirusak, mereka diperhadapkan dengan aparat Brimob yang bersenjata lengkap. Hal tersebut membuat hati mereka terluka besar.

Paket AG Resmi Dapat SK Hanura dan PAN Untuk Maju Dalam Pilkada Mabar

" Kami sudah tidak mau lagi pak. Hati kami sakit, ada luka besar di hati kami," ujar beberapa warga Pubabu, diantaranya Damaris Tefa dan Anida Manisa yang ditemui POS-KUPANG.COM, Kamis (20/8/2020) siang.

Warga mengaku, teroma diperhadapkan dengan Brimob bersenjata Laras panjang. Apa lagi, peristiwa penembakan peluru gas membuat mereka ketakutan dan teroma.

Namun hal tersebut tidak akan membuat mereka angkat kaki dari hutan Pubabu. Masyarakat memiliki untuk bertahan dan memperjuangkan tanah hutan Pubabu.

12 Petugas Kesehatan di RS Cancar Kontak Erat Dengan RJ Pasien Covid-19 yang Meninggal Dunia

" Kami takut pak diperhadapkan dengan aparat bersenjata. Kami teroma mendengar letusan peluru," ujar Damaris.

Ketika ditanyakan bagaimana dengan kebutuhan makan minum sehari-hari, Damaris mengaku, mereka mendapatkan bantuan dari berbagai pihak untuk memenuhi kebutuhan makan minum sehari-hari.

Satu hal yang menjadi kesulitan mereka saat ini yaitu air bersih. Pasalnya mereka harus membeli air per jirgen untuk memenuhi kebutuhan air untuk mandi mencuci. Kesulitan air membuat mereka terpaksa mandi hanya sehari sekali atau dua hari sekali.

" Kalau untuk makan, kami dapat sumbangan termaksud dari gereja. Kami masih bisa makan dua kali sehari. Kami kesulitan air bersih, karena sumber air di hutan Pubabu tidak ada. Karena itu, untuk memenuhi kebutuhan air kami harus membeli air yang dijual per Jirgen," terangnya.

Ketika ditanyakan keberadaan bangunan MCK, Damaris memangku tidak ada. Selain itu jika malam hari, di lokasi tempat warga bertahan gelap gulita karena tidak terdapat penerapan listrik. Warga menyalahkan api di luar tenda sebagai sumber penerangan.

" Kami kalau malam bakar api di luar sampai pagi sebagai sumber penerangan dan menghangatkan tubuh kami," tuturnya. (Laporan Reporter Pos-Kupang. Com, Dion Kota)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved