Sebelas Tahun NTT Memikul Beban Petaka Laut Timor
Apakah kami ini adalah rakyat dan bangsa Indonesia? Dan kapankah kami bisa menikmati sebuah kegembiraan?
Penulis: Paul Burin | Editor: Rosalina Woso
Sebelas Tahun NTT Memikul Beban Petaka Laut Timor
POS-KUPANG.COM| KUPANG - Pada tanggal 21 Agustus 2020 nanti, tepat sebelas tahun terjadi kebocoran ladang minyak Montara yang dilakukan oleh Australia di Celah Timor. Kondisi ini menunjukkan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) dibiarkan memikul beban petaka ini.
Hal ini dikatakan Direktur Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni di Kupang, Minggu (9/8/20200). Ferdi mengatakan, penyelesaian ganti rugi oleh Pemerintah Australia dan perusahaan pencemar dibayangi tanda tanya. Luasan perairan laut yang tercemar, menurut data hasil investigasi tim Australia yang dirujuk oleh Direktur Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdi Tanoni, mencapai 90.000 kilometer persegi.
Ferdi mengatakan, sebanyak 70-80 persen wilayah yang tercemar itu berada di wilayah Indonesia. Petaka lingkungan telah terjadi. Di sisi lain, praktik tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) diuji.
"Dampak yang dirasakan rakyat NTT luar biasa. Usaha budidaya kelautan dan perikanan di sepanjang pesisir Timor Barat hingga Pulau Rote, Sabu, dan Sumba gagal total," kata Ferdi. Aktivis World Wildlife Fund (WWF) ini mengatakan, kebocoran itu merupakan petaka lingkungan yang dahsyat dan mengancam keselamatan biota laut di Laut Timor.
Pemerintah Indonesia kata dia, dimungkinkan menggunakan klausul dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS), di mana negara peratifikasi wajib menjaga lingkungan laut. Pemerintah Australia pun pantas "diingatkan" dan "diminta" pertanggungjawabannya serta menekan PTTEP Australasia segera membayar klaim ganti rugi Montara. Jika ini tak dilakukan Pemerintah Indonesia, maka predikat sebagai "bangsa yang kalah" adalah kisah masa depan (Kompas.com - 18/8/2011).
Pengorbanan di 13 kabupaten dan kota di NTT mencapai lebih dari 100,000 mata pencaharian rakyat, puluhan orang meninggal dunia, banyak warga yang menderita sakit, puluhan ribu hektar terumbu karang hancur di perairan laut Sawu dan puluhan kali lipat ikan Paus terdampar dan ratusan ekor yang mati di NTT. Semua ini akibta tumpahan kilang minyak di Montara ini.
Timbul pertanyaan yang paling mendasar dalam benak rakyat NTT, antara lain di manakah Indonesia? Bergembirakah Indonesia dengan diberlakukannya Perjanjian Perdagangan RI-Australia IA-CEPA? "Siapakah kami ratusan ribu rakyat NTT yang menderita ini? Apakah kami ini adalah rakyat dan bangsa Indonesia? Dan kapankah kami bisa menikmati sebuah kegembiraan? Mungkinkah sudah menjadi takdir jika rakyat NTT jadi tumbal dan seterusnya," tanya Ferdi.
Selaku Ketua Tim Advokasi Rakyat Korban Montara, Ferdi kembali mendesak Tim Satuan Tugas Montara yang berjumlah 5 orang ini untuk segera menyampaikan konsep surat yang telah disepakati dan dikirim ke Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani kemudian segera dikirim ke Perdana Meneteri Australia Scott Morrison di Canberra.
• WASPADA! WABAH Aneh Muncul di Afrika Timur, 1.000 Orang Lebih Tak Bisa Berhenti Tertawa Berhari-hari
• Razia Polisi Temukan THM Heo Belum Kantongi Izin Keramaian
• Milenials Catat Ini, Inilah Deretan Drama Korea Romantis Terbaru Bulan Agustus Tayang di Netflix
Dengan demikian jika Perdana Mengteri Australia tidak menjawabnya dan juga menjawab dengan nada yang abu-abu maka tim segera membawa kasus ini ke ITLOS (Internationa Tribunal Law of the Sea) agar kasus Petaka Pencemaran Laut Timor ini segera berakhir. Dan menjadi suatu keyakinan bahwa petaka Montara ini akan dimenangkan oleh rakyat NTT dan Pemerintah RI. Alangkah gembiranya jika Presiden Joko Widodo telah menandatangani surat yang telah disepakati tersebut. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Paul Burin)