Otto Hasibuan Mati-Matian Bela Djoko Tjandra Penahanan Itu Tidak Sah, Tak Ada Perintah Untuk Ditahan

"Kok ada putusan yang batal demi hukum, dilaksanakan untuk alasan menahan orang. Ya wajar kalau Djoko Tjandra merasa diperlakukan tak adil," kata Otto

Editor: Frans Krowin
Tribunnews.com/Kompas.com/Kolase
Pengacara Otto Hasibuan dan Djoko Tjandra 

Otto Hasibuan Mati-Matian Bela Djoko Tjandra: Penahanan Itu Tidak Sah, Tak Ada Perintah Untuk Ditahan

POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Setelah 11 tahun melarikan diri dan dinyatakan sebagai buronan, Djoko Tjandra akhirnya diringkus pula. Oknum buronan ini dibekuk di apartemennya di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (30/7/2020).

Setelah diringkus pada Kamis siang, Djoko Tjandra langsung dibawa paksa pulang ke Indonesia dan tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta malam harinya.

Keesokan harinya, Jumat (31/7/2020), Kejaksaan Agung kemudian melakukan eksekusi putusan Mahkamah Agung pada tahun 2009 atas peninjauan kembali (PK) yang diajukan jaksa. 

Putusan Mahkamah Agung itu menyebutkan,  MA menerima dan menyatakan Direktur PT Era Giat Prima itu bersalah, sehingga Djoko Tandra dijatuhi hukuman dua tahun penjara.

Djoko juga diharuskan membayar denda Rp 15 juta subsider tiga bulan penjara serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Kini, Djoko telah berstatus sebagai narapidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali.

Tapi, untuk sementara waktu, Djoko Tjandra menjalani hukuman di Rutan Salemba Cabang Mabes Polri, Jakarta.

Belum diketahui pasti, apakah hukuman yang dijalankan di Rutan Salemba Cabang Mabes Polri itu untuk menjalani putusan MA tersebut, ataukah hukuman badan itu lantaran kasus pelarian yang menjadikan Djoko Tjandra sebagai buronan dan diringkus di apartemennya di Kuala Lumpur, Malaysia.

Namun atas penahanan itu, pengacara  Otto Hasibuan pun mempertanyakannya.

Bahkan, menurut Otto Hasibuan, ada ketidakadilan yang dirasakan kliennya, Djoko Tjandra.

"Kok ada putusan yang batal demi hukum, dilaksanakan untuk alasan menahan orang. Ya wajar kalau Djoko Tjandra merasa diperlakukan tak adil," kata Otto Hasibuan ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (2/8/2020).

Pasca Dijebloskan Ke Penjara, Djoko Tjandra Tunjuk Otto Hasibuan Jadi Pengacaranya, Begini Kisahnya

 • Gegara Jenderal Prasetijo Utomo, Anggota Polsek Bandara Supardio Pontianak Diperiksa Bareskrim Polri

Choky Ramadhan Bilang: KPK Bisa Ambil Alih Pengananan Kasus Buronan Djoko Tjandra, Oh Ya?

Petugas kepolisian membawa buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) yang ditangkap di Malaysia menuju Bareskrim Polri setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7/2020).
Petugas kepolisian membawa buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra (tengah) yang ditangkap di Malaysia menuju Bareskrim Polri setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta, Kamis (30/7/2020). (ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI)

Ia berpandangan bahwa penahanan tersebut tidak sah karena dalam amar putusan tak tertulis perintah agar Djoko Tjandra ditahan.

Otto merujuk pada Pasal 197 ayat (1) huruf (k) KUHAP yang menyebut bahwa putusan pemidanaan harus memuat perintah supaya terdakwa ditahan atau dibebaskan.

Lalu, Pasal 197 ayat (2) KUHAP menyebutkan, putusan batal demi hukum apabila tidak memuat perintah penahanan atau pembebasan terhadap terdakwa.

"Dalam Pasal 197 KUHAP disebutkan, putusan yang tidak memenuhi syarat tersebut mulai dari a sampai k, sampai y kalau tidak salah, kalau itu tidak dipenuhi, maka akibatnya adalah putusan itu batal demi hukum,” ujarnya.

"Itulah bunyi undang-undang, dengan demikian karena UU sendiri, Pasal 197 dikatakan itu sudah harus batal, lantas di mana dasarnya jaksa untuk mengeksekusi dia,” sambung dia.

Menurut dia, putusan terhadap Djoko Tjandra keluar sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pasal 197 ayat 1 huruf (k) KUHAP pada 22 November 2012.

MK berpendapat, putusan perkara pidana tanpa status penahanan tidak membuat putusan batal demi hukum.

Namun, Otto mengatakan, putusan MK tidak berlaku surut sehingga hanya dapat diterapkan pada putusan setelah 22 November 2012.

Tanggapan Kejagung

Menanggapi pendapat tersebut, Kejaksaan Agung menegaskan, pihaknya bukan menahan Djoko, melainkan mengeksekusi hukuman badan atas putusan MA tahun 2009.

"Yang dilakukan oleh jaksa adalah melakukan eksekusi hukuman badan untuk menjalankan putusan hakim PK, bukan melakukan penahanan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono melalui keterangan tertulis, Senin (3/8/2020).

Hari mengatakan, eksekusi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah dalam perkara pidana adalah wewenang jaksa.

Lebih lanjut, Kejagung juga berpandangan bahwa hakim PK tidak berwenang memerintahkan penahanan.

"Hakim PK tidak akan memberikan penetapan mengenai status terdakwa seperti dalam pasal 197 ayat (1) huruf k KUHAP karena memang tidak terdapat kewenangan hakim PK untuk melakukan penahanan, apabila disebutkan maka justru merupakan hal yang melawan hukum," ucap dia.

Setelah eksekusi dilaksanakan, Hari mengatakan bahwa tugas jaksa selaku eksekutor telah selesai.

Kata Pakar Hukum

Sementara, Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar berpendapat, putusan kasasi atau PK merupakan putusan paling akhir dalam proses perkara pidana.

Akhir dari proses pidana tersebut, katanya, adalah eksekusi, baik hukuman penjara maupun denda atau ganti rugi.

Terkait Pasal 197 ayat (1) huruf (k) KUHAP yang disoroti Otto, Fickar menilai pasal tersebut menjadi mekanisme penahanan bagi perkara pidana dengan ancaman hukuman yang tidak mewajibkan penahanan.

Misalnya, hukuman percobaan seperti yang turut tercantum dalam KUHP.

"Jika Pasal 197 ayat 1 k dilihat secara kaku, maka semua putusan pemidanaan percobaan harus dianggap tidak sah, dan ini sesuatu yang tidak mungkin," kata Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (4/8/2020).

"Apalagi, putusan kasasi atau PK dalam perkara pidana itu adalah putusan akhir yang mempunyai kekuatan hukum mengikat untuk dijalankan atau dieksekusi," tambah dia.

Ramalan Zodiak Cinta Jumat 7 Agustus 2020, Aries Harus Jujur, Taurus Bergairah, Cancer Romantis

GM Amaris Hotel Kupang Ingin Budaya Santika Lebih Dikenal Masyarakat

Balai Karantina Pertanian Kupang Musnahkan Media Pembawa HPHK, Berbahaya? Simak Info Ini

Buron Djoko Tjandra setiba di Bandara Halim Perdanakusuma pada Kamis (30/7/2020) malam.(KOMPAS TV)
Buron Djoko Tjandra setiba di Bandara Halim Perdanakusuma pada Kamis (30/7/2020) malam.(KOMPAS TV) (Kompas.com)

Langkah Selanjutnya

Setelah mempertanyakan dasar penahanan terhadap kliennya, Otto mengaku, pihaknya belum menentukan langkah selanjutnya.

Menurut dia, pihaknya sedang membahas lebih lanjut langkah apa yang akan diambil.

"Kami jalan baik dulu apakah kita akan mengklarifikasi dulu ke jaksa, apakah kita harus membawa upaya hukum ini ke praperadilan atau upaya hukum yang lain, ini sedang kami pertimbangkan," ucap Otto.

Di sisi lain, Kejagung telah menyatakan siap apabila permasalahan eksekusi Djoko Tjandra dibawa ke ranah hukum.

"Jadi kalaupun ada yang berpendapat bahwa itu tidak sah ataupun itu harus batal demi hukum, maka kami siap jika memang hal tersebut akan dipermasalahkan dalam tataran ranah hukum," ucap Hari. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Saat Pengacara Protes Terhadap Eksekusi Djoko Tjandra: https://nasional.kompas.com/read/2020/08/05/06062561/saat-pengacara-protes-terhadap-eksekusi-djoko-tjandra?page=all#page2

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved