Dampak Pandemi Covid-19 Siswa Mulai Bosan Belajar Online
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berbasis information communication technology (ICT) pada masa Corona ( Covid-19) masih terkendala sarana prasarana
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) berbasis information communication technology (ICT) pada masa pandemi Corona ( Covid-19) masih terkendala sarana prasarana.
Selain jaringan internet, mayoritas siswa di Nusa Tenggara Timur tidak memiliki handphone (Hp) android dan pulsa data. Berbarengan dengan itu, siswa pun mulai jenuh belajar online.
Di Kabupaten Sikka, sebanyak 180 siswa SMP Negeri 1 Maumere belum memiliki Hp android. Umumnya berasal dari keluarga tidak mampu. Agar tidak ketinggalan pelajaran, mereka terpaksa belajar bersama temannya yang memiliki smartphone.
• Profesor Cornelis Lay Wafat: Sosok Murah Hati Penyusun Teks Pidato Jokowi
"Sesuai data kami ada sekira 180 siswa di SMPN 1 Maumere yang belum punya Hp. Mereka kadang belajar bersama teman," kata Kepala SMP Negeri 1 Maumere, Vitalis P Sukalumba, Senin (3/8/2020).
"Kami tidak bisa paksa mereka harus ada Hp. Mereka dari keluarga tidak mampu. Ada orangtua siswa yang bapaknya kerja buruh nelayan atau buruh bangunan. Bayangkan saja kita mau paksa mereka pasti susah," tambahnya.
Pihak sekolah, lanjut Vitalis, meminta para siswa setiap hari ke sekolah mengambil tugas dari gurunya untuk dikerjakan di rumah. "Tugas dikumpulkan 3 hari sesudah diambil. Maka itu kami ambil langkah mereka ke sekolah saja ambil tugas dari gurunya. Kalau tidak orangtuanya ke sekolah agar mengambil tugas dari guru," terang Vitalis.
Ia mengungkapkan, pihaknya mendengar informasi bahwa dana Program Indonesia Pintar (PIP) bisa digunakan untuk membeli Hp bagi siswa. Namun sampai sekarang juknis belum ada.
"Kami setuju dana PIP buat beli Hp tapi itu tergantung orangtua, bukan sekolah. Kalau ada orangtua yang mau beli Hp kami setuju," ujarnya.
Lebih lanjut Vitalis mengatakan, pihaknya tidak mau siswa mengalami kesulitan belajar online. Oleh karena itu, rapat dewan guru sepakat memberikan bantuan pulsa paket sebesar Rp 50 ribu kepada siswa yang orangtuanya tidak mampu.
"Kami lagi data siswa yang tidak mampu di sekolah kami agar kami beri bantuan pulsa paket internet setiap siswa Rp 50 ribu. Bantuan ini kami berikan agar siswa bisa belajar. Siswa yang diberikan bantuan tidak semua tapi dari latarbelakang keluarga tidak mampu," katanya.
Menurut Vitalis, bantuan uang pulsa sudah dialokasi melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Selain siswa, kata Vitalis, para guru juga diberikan pulsa paket internet dari sekolah menggunakan dana BOS. "Semua bantuan ini bertujuan memperlancar KBM siswa dan guru," katanya.
Di Kabupaten Malaka, dekitar 10 persen dari total 2.000-an siswa SMA Negeri Harekakae, Kecamatan Malaka Tengah, belum memiliki Hp android. Meski demikian, kegiatan belajar mengajar (KBM) menggunakan program virtual berjalan lancar. Para siswa yang belum memiliki Hp menyesuaikan dengan rekan-rekannya yang ada Hp android.
Kepala SMA Negeri Harekakae,Robertus Bria Tahuk menjelaskan, pihaknya sudah menggelar rapat dengan orangtua/wali dan guru. Ia menyatakan siap melaksanakan KBM pasca simulasi selama dua pekan.
Terpisah, Kepala SDI Betun Kota Goreti Hoar Seran mengatakan, total siswa di lembaganya 220 orang. Siswa yang memiliki Hp android hanya 10 orang.
"Siswa kami rata-rata orangtua tidak mampu. Jadi tidak semua miliki Hp android. Makanya kami harapkan bisa ada tatapmuka dengan tetap menerapkan protokoler kesehatan," harap Goreti.
Kondisi yang sama terjadi di Kabupaten Sumba Barat. Sebanyak 232 dari 928 siswa SMU Negeri 1 Waikabubak belum memiliki Hp android. Selebihnya, sekitar 75 persen siswa sudah memiliki smartphone.
Kepala SMU Negeri 1 Kota Waikabubak Paulinus Sukur mengatakan pihaknya memberlakukan sistem pembelajaran online dan offline
"Anak-anak yang memiliki smartphone dapat mengikuti pembelajaran secara online seperti menerima tugas mata pelajaran sekolah dari guru mata pelajaran, lalu mengerjakan serta mengirim tugas tersebut secara online kepada guru bersangkutan. Siswa dapat berkomunikasi dengan guru tentang mata pelajaran yang belum paham dan mendapatkan penjelasan dari guru mata pelajaran bersangkutan. Sayangnya guru tidak dapat mengontrol langsung apakah siswa siswi tersebut sungguh-sungguh belajar terhadap mata pelajaran yang ditugaskan. Jangan sampai hanya absen hadir, lalu pergi entah kemana, tugas bisa copy dari teman lainnya. Di sini sulit bagi guru mengontrolnya," papar Paulinus, Selasa (4/8).
"Sementara terhadap siswa yang tidak memiliki smartphone, datang ke sekolah mengambil tugas, mengerjakannya dan mengumpulkanya di sekolah seminggu lebih kemudian sekaligus mengambil tugas baru dan seterusnya," sambungnya.
Terpisah, Kepala SMU Kristen Waikabubak Hermanus Ate mengatakan, para guru terpaksa merayu orangtua siswa untuk membeli Hp android untuk anaknya.
Menurutnya, para guru mencari alamat orangtua 30 siswa kelas II dan III yang belum memiliki Hp android sampai di Gaura, Kecamatan Lamboya Barat, Sumba Barat dan Mamboro, Kabupaten Sumba Tengah. Guru memberi pengertian akan pentingnya Hp android dan pembelian pulsa paket mendukung belajar anak di masa pandemi Corona.
Hermanus menjelaskan, awalnya orangtua keberatan namun akhirnya bersedia membeli Hp android untuk anaknya.
Ia menyampaikan terima kasih kepada orangtua yang telah membelikan Hp android anaknya demi mendukung kelancaran pembelajaran online.
Siswa Jenuh
Sementara itu sejumlah siswa mengaku jenuh belajar di rumah. Mereka merindukan KBM tatap muka di sekolah. Siswa Kelas XII Jurusan IPA 2 SMA Negeri 1 Ende, Elisabhet Sindi Ero mengaku rindu belajar tatap muka dengan guru di sekolah, juga bertemu teman-teman.
Ia menyebut, pihak sekolah mulai menerapkan kebijakan home learning sejak pertengahan Maret 2020.
"Saya rindu berjumpa dengan bapak ibu guru dan teman-teman, meski bisa saling sapa lewat sambungan telepon, namun tetap saja rasanya berbeda, beda sekali rasanya jika ada interaksi secara langsung ketimbang via handphone," ujar Sindi.
Sindi mengaku lebih efektif jika belajar di sekolah. Ia lebih mudah bertanya pada guru apabila ada materi yang belum ia mengerti. "Kurang nyaman belajar dari rumah, susah untuk bertanya pada guru, sedangkan kalau di sekolah bisa langsung tanya," ujarnya.
Ia mengeluhkan kuota internetnya membengkak selama belajar dari rumah dan orangtuanya sampai heran.
"Orangtua sampai heran, tapi mau bagaimana lagi. Saya butuh internet apalagi masa-masa belajar dari rumah ini," kata sindi.
Siswa lain, Joni mengaku bosan belajar dari rumah. Menurutnya, lebih nyaman di sekolah. Ia mempunyai Hp android namun bosan jika dipakai untuk belajar. "Kalau pegang Hp lebih suka main game," ungkapnya.
Siswi SMAK Suria Atambua Lucia Lazakar mengatakan, belajar online memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya, ia memiliki cukup banyak waktu untuk mengerjakan tugas saat di rumah.
"Kelemahannya, jam pembelajaran tatap muka dikurangi setelah dibagi dalam shif pembelajaran," kata siswi kelas XI ini.
Claudia Mali mengatakan, pembelajaran tatap muka lebih baik karena bisa mendapat penjelasan langsung dari guru di sekolah. Walaupun jam belajar sedikit kurang namun pola tatap muka lebih efektif.
"Pembelajaran tatap muka di tengah covid 19 ini baik karena saya mengikuti kegiatan pembelajaran secara tatap muka", ujarnya.
Siswa SMK Negeri I Kota Waikabubak juga menginginkan KBM tatap muka kembali dilaksanakan. Menurut mereka, pembelajaran online tidak efektif karena siswa hanya mengerjakan soal yang diberikan guru dan mengumpulkan kembali.
Hal ini disampaikan Paulina Nensiana Talu, Melda Bela Wawo, Titra Yohanes B Lero dan Jimi Putra Kristian Duka. Selain Tirta Yohanes, tiga siswa lainnya mengaku belum memiliki Hp android.
Tren Baru
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT Linus Lusi mengatakan, geliat belajar secara online sebagai budaya baru secara massal merupakan trend baru bersamaan dengan adanya pandemi Covid-19.
Namun menjadi tantangan sekaligus peluang pengembangan pembelajaran berbasis ICT (Information Communication Technology).
Menurut Linus, pihak sekolah, pemerintah dan orangtua diperhadapkan pada kesiapan sarana prasarana. "Pola yang perlu diperkuat adalah optimalisasi peran guru sebagai fasilitator pembelajaran dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar dan mendorong orangtua sebagai tutor dalam interaksi pembelajaran berbasis lingkungan," kata Linus di Kupang, Rabu (5/8).
"Kuncinya terletak di kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran. Hal tersebut menjawab substansi persoalan yang dialami oleh kelompok siswa yang rentan secara ekonomi dan juga siswa belajar berbasis online," ujar Linus. (ris/yon/jen/pet/ery)