Opini Pos Kupang

BERSAHABAT DENGAN "MAS JAJA CITA"

Suka atau tidak suka, informasi tentang Covid-19, yang kita terima kini, telah melebihi ambang batas penerimaan seseorang terhadap informasi

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto BERSAHABAT DENGAN
Dok
Logo Pos Kupang

Droplet Sepanjang Enam Abad

Tesis utama Norbert Elias, telah ditulis dalam buku dia berjudul `The Civilizing Process' (1939). Menurut Elias, sifat manusia telah diubah secara social menjadi lebih beradab oleh interaksi yang kompleks dari pengaruh beragam faktor psikologis dan sosiologis dalam 400 tahun terakhir.

Tesis Elias ini didukung oleh riset tentang karakteristik peradaban manusia selama enam abad terakhir. Dan peradaban itu berkaitan dengan sopan santun yang dikodifikasikan kemudian dikomunikasikan dalam etiket, baik secara lisan maupun tertulis.

Kebanyakan informasi yang diperoleh Elias berkaitan dengan "table manners" yakni sopan santun di sekitar meja makan.Kata Elias, sejarah peradaban manusia awal diwariskan dan diajarkan secara afektif-emosional bukan secara kognitif.

Kita mulai dari adab sopan santun di abad 13. Adab saat itu melarang orang bersin atau batuk di sekitar meja makan. Apalagi berhadapan dengan taplak meja yang dianggap kurang ajar. Kalau harus batuk maka sebaiknya gunakan saputangan menutup dan mengelap hidung dan mulut.

Orang juga dilarang menyodok makanan dari pisau langsung ke mulut, apalagi menggigit-gigit makanan di depan orang lain. Orang juga dilarang mengupil hidung atau telinga. Juga menyodokkan jari-jari ke telinga atau mata.

Di abad 13, kelakukan yang paling tidak sopan adalah meludah ke lantai, di saat makan, apalagi jika ludah terpericik di atas meja. Begitu juga orang dilarang meludah ke dalam mangkuk saat mencuci tangan.

Adab ini tidak ada hubungannya dengan higienis namun berkaitan dengan sopan santun sosial. Satu-satunya alasan adalah untuk taat pada etiket itu adalah bahwa pelanggaran terhadap tindakan-tindakan tersebut dianggap menjijikan, memuakkan, dan memalukan. Jadi tidak sopan secara social.

Bagaimana sopan santun di abad 14? Dalam abad ini, menurut Elias, komunitas kelas atas di Eropa memperkenalkan adab yang berkaitan dengan fungsi natural atau alamiah tubuh kita. Contoh, bahkan ada buku ajar yang wajib dibaca anak sekolah, berisi nasehat mengenai cara kentut. Orang diajarkan untuk ingat pepatah kuno soal kentut. `Sebaiknya kentut dikeluarkan tanpa bunyi.Secara natural dan alamiah, lebih baik kentut dengan cara ini, daripada orang harus menahan kentut. Makanya dianjurkan orang boleh kentut disertai bunyi, jadi orang disarankan berdiri di ketinggian.

Daripada orang mesti berkorban menekan bokongnya sekuat tenaga untuk menahan kentut. Ikutilah nasehat Chiliades; `gantikan bunyi kentut dengan batuk'.

Kita maju ke sopan santun di abad 15. Jangan kembalikan sisa makanan yang sudah dicicipi ke piring. Jangan sekali-kali menawarkan sepotong makanan yang sudah digigit kepada siapapun. Bagaimana kelakuan orang di meja makan?

Sebelum duduk, pastikan tempat duduk tidak kotor. Jangan menyentuh bagian tubuh yang tersembunyi di balik pakaian (mengusap perut, mengelus dada, menggaruk bokong dll).

Apalagi menyentuh orang yang duduk berdekatan. Sangat tidak sopan jika seseorang meniup debu atau sisa makanan di atas taplak meja. Bagaimana sopan santun di abad 16? Adalah tidak sopan menyapa seseorang yang sedang buang air kecil atau besar. Jangan biarkan siapa pun, siapa pun dia, sebelum -saat makan -sedang makan, dan setelah makan.

Termasuk mengotori pintu masuk, tangga, koridor atau lemari. Setiap orang diminta untuk menghindari cerita tentang bagian-bagian tubuh yang mendorong imajinasi seksual. Termasuk bercerita atau bahkan mengulurkan sesuatu yang bau busuk kepada orang lain untuk membayangkan penciuman.

Sopan santun di abad 17. Setiap orang disarankan menghindari menguap, meniup sesuatu, atau meludah di lantai. Jika harus mengelap ludah, keringat, maka gunakan sapu tangan, sambil memalingkan wajah di hadapan orang lain.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved