Formapp Mabar Tolak Pembangunan Sarpras & Pemberian Izin Investasi Swasta di Pulau Rinca TNK

pemberian izin investasi swasta oleh Kementrian LHK di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo (TNK), Kabupaten Manggarai Barat

Penulis: Gecio Viana | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/GECIO VIANA
Ketua Formapp Mabar, Aloysius Suhartim Karya (kanan) saat berbicara dalam konferensi pers di Labuan Bajo, Sabtu (25/7/2020). 

Formapp Mabar Tolak Pembangunan Sarpras dan Pemberian Izin Investasi Swasta di Pulau Rinca TNK

POS-KUPANG.COM | LABUAN BAJO - Para pelaku pariwisata menolak pembangunan sarana dan prasarana (Sarpras) oleh Kementrian PUPR dan pemberian izin investasi swasta oleh Kementrian LHK di Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo (TNK), Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Sabtu (25/7/2020).

Demikian disampaikan Ketua Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata (Formapp) Mabar, Aloysius Suhartim Karya saat menggelar konferensi pers di Labuan Bajo pada Sabtu sore.

Dalam kesempatan itu, pria yang akrab disapa Lois ini menjelaskan Formapp Mabar terdiri dari berbagai unsur yakni, DPC HPI Manggarai Barat, Asita Manggarai Barat, Asosiasi Kapal Wisata Manggarai Barat (Askawi), Garda Pemuda Komodo, Sunspirit for Justice and Peace, Persatuan Penyelam Profesianal Komodo (P3Kom), Gabungan Tour Operator Lokal (GETOL) Labuan Bajo, LSM Insan Lantang Muda (ILMU), Asosiasi Tani dan Nelayan Manggarai Barat (Apel).

Ditegaskan Lois, penolakan terhadap pembangunan sarpras oleh Kementrian PUPR dan pemberian izin investasi swasta oleh Kementrian LHK di Pulau Rinca TNK telah disampaikan berkali-kali kepada pemerintah, termasuk lewat unjuk rasa yang melibatkan lebih dari 1.000 anggota masyarakat di Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) dan Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo, Flores pada 12 Februari 2020 lalu.

"Sejak saat itu hingga sekarang, kami pun belum mendapatkan jawaban dari otoritas yang berwewenang terkait dengan tuntutan kami," katanya.

Menurutnya, di tengah badai krisis covid-19 yang menghantam para pelaku wisata dan masyarakat Mabar justeru dipusingkan dengan langkah pemerintah yang segera membangun sarana dan prasarana di kawasan Loh Buaya-Pulau Rinca, TNK. Dengan menelan biaya sebesar Rp 67 milyar.

Proyek itu dinilai akan merusak bentang alam konservasi dengan betonisasi dan bangunan fisik diantaranya, jalan gertak elevated seluas 3.055 meter persegi, penginapan petugas ranger dan peneliti, area pemandu wisata seluas 1.510 meter persegi, pusat informasi seluas 3895 meter persegi, pos istirahat 318 meter persegi dan pos jaga 216 meter persegi.

Lebih lanjut, sebagai bagian dari sarpras ini, juga akan dibangun sumur bor, dipasang pipa sepanjang 144 meter persegi, pengaman pantai sepanjang 100 meter, pembangunan dermaga seluas 400 meter persegi dengan panjang 100 meter dan lebar 4 meter melalui Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM).

Selain itu, lanjut dia, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga telah mengeluarkan izin bagi pembangunan resort dan sarana wisata swasta, yaitu PT Komodo Sagara Lestari (PT KSL) di atas lahan seluas 22,1 hektar di Pulau Rinca. Izin juga diberikan kepada PT Komodo Wildlife Ecotourism di atas lahan seluas 426,7 hektar di Pulau Komodo dan Pulau Padar.

"Atas dasar itu, kami sekali lagi menyatakan penolakan kami terhadap pembangunan sarana dan prasarana di Pulau Rinca dan investasi perusahaan-perusahaan pariwisata alam di dalam kawasan Taman Nasional Komodo," tegasnya.

Diuraikannya, terdapat 3 alasan utama penolakan Formapp Mabar, pertama: pembangunan sarana dan prasarana serta pemberian izin investasi resort swasta di Pulau Rinca sangat jelas bertentangan dengan prinsip utama keberadaan TNK sebagai kawasan konservasi alami satwa Komodo dan satwa lainnya baik di darat maupun di laut.

"Betonisasi akan menghancurkan bentang alam di kawasan Loh Buaya. Pembangunan sumur bor juga berpotensi mematikan sumber-sumber air yang selama ini menjadi sumber penghidupan satwa-satwa yang menghuni kawasan Loh Buaya-Pulau Rinca. Selain itu pembangunan dan operasi resort wisata merusak lingkungan alami Komodo," jelasnya.

Alasan penolakan kedua, pembangunan seperti itu dinilai sangat mencederai desain besar pembangunan pariwsata serta sangat merugikan para pelaku wisata dan masyarakat Mabar, sebab berpotensi besar akan merusak pariwisata berbasis alam (nature based tourism) sebagai branding utama pariwisata Labuan Bajo-Flores di mata dunia internasional.

"Karena itu, alih-alih dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan sebagaimana yang diklaim oleh Pemerintah, pembangunan ini justeru berpotensi menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung ke Labuan Bajo. Tanda-tanda menurunnya minat wisatawan sudah mulai tampak, sejak rencana pembangunan ini sudah tersiar ke publik. Di media sosial, beberapa wisatawan yang pernah berkunjung ke Labuan Bajo mengeritik keras pembangunan ini, karena merusak bentangan alami kawasan Loh Buaya-Pulau Rinca sebagai daya tarik utama wisata di tempat itu," katanya.

Alasan penolakan ketiga, model pembangunan yang sedang diusung pemerintah di TNK dinilai tidak lagi pro-lingkungan hidup, tetapi lebih condong kepada kepentingan investor. Sambil mendorong investasi pariwisata ramah lingkunan di seluruh Kepulauan Flores.

"Seharusnya kita menolak investasi swasta di dalam kawasan ruang hidup Komodo sendiri. Semua rencana ini kami tolak, karena berpotensi menimbulkan kehancuran TNK sebagai kawasan konservasi, serta menciptakan monopoli bisnis pariwisata di Labuan Bajo yang sangat merugikan kami sebagai masyarakat lokal," paparnya.

Alo juga menyampaikan sebanyak 4 sikap Formapp Mabar, yakni pertama, menuntut pemerintah membuka informasi seluas-luasnya terkait dengan pembanguna sarana dan prasarana di Pulau Rinca dengan segera melakukan konsultasi publik terlebih dahulu.

Kedua, mengutuk keras setiap usaha untuk mengalihfungsikan dan memprivatisasi kawasan TNK menjadi kawasan investasi, karena itu Formapp Mabar mendesak pemerintah untuk mencabut izin PT yang hendak berinvestasi dalam kawasan TNK," jelasnya.

Ketiga, mendorong pemerintah untuk meningkatkan upaya-upaya konservasi di dalam kawasan TNK dan di Flores pada umumnya sebagai bentuk investasi jangka panjang merawat alam yang menjadi magnet pariwisata Flores.

Keempat, mendesak pemerintah untuk mengedepankan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan konservasi dan pariwisata di NTT. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Assale Viana)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved