Dapat Laporan Banyak Kasus Korupsi di NTT Yang Penanganannya Mandek, BKH Minta KPK Ambil Alih
Anggota Komisi III DPR RI Beni Kabur Harman ( BKH) mengaku banyak mendapat laporan soal penanganan kasus korupsi di NTT
Penulis: Ryan Nong | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | KUPANG --- Anggota Komisi III DPR RI Beni Kabur Harman ( BKH) mengaku banyak mendapat laporan soal penanganan kasus korupsi di NTT yang berhenti di tengah jalan alias mandek. Oleh karena itu, ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan supervisi secara ketat kepada para aparat penegak hukum (APH).
Hal tersebut terutama berkaitan dengan kasus kasus yang mendapat atensi publik di NTT baik oleh masyarakat NTT maupun secara nasional.
"Sebagai anggota DPR saya mengapresiasi APH. Tetapi saya meminta KPK untuk melakukan supervisi secara ketat semua penanganan kasus korupsi yang mendapat perhatian masyarakat yang berkaitan penyelamatan uang negara. Kasus tersebut baik yang ditangani di tingkat kepolisian maupun kejaksaan," ujar BKH kepada Wartawan di Kupang, Kamis (23/7/2020).
• Tatap Muka dengan PPL di Ngada, Ny.Julie: PPL Memiliki Peran yang Sangat Penting
Ia mengatakan, ia mendapat laporan Terkait kasus yang penangananya mandek tanpa kepastian. "Saya mendapat laporan banyak kasus-korupsi yang penanganannya berhenti di tengah jalan tanpa ada kepastian," ungkap politisi Partai Demokrat ini.
BKH bahkan meminta KPK untuk mengambil alih kasus korupsi berskala besar dengan nilai kerugian negara yang tidak kecil. Ia menyebut tiga kasus yang mendapat perhatian tersebut harus ditangani secara profesional.
• Karlin dan Petra Senang Ikut Latihan Membaca yang Baik dan Benar
"Kita minta KPK melakukan pengawasan bila perlu KPK mengambil alih penanganan kasus berskala besar di NTT, misalnya kasus Bank NTT, Bawang merah Malaka serta kasus penjualan aset negara di Kota Kupang," ujarnya.
BKH juga meminta APH di NTT untuk melakukan penanganan kasus secara profesional, transparan dan bertanggung jawab, dan setiap perkembangan kasusnya wajib dipublikasikan kepada publik. Dengan keterbukaan tersebut, lanjut BKH, masyarakat tidak membangun asumsi atau prasangka tertentu yang negatif untuk penegak hukum.
"Saya minta Kapolda dan Kajati serta Kapolres dan Kajari bertanggung jawab untuk melakukan penanganan kasus secara profesional. Kalau tidak ada keterbukaan mana akan muncul dugaan masyarakat bahwa penanganan kasus penuh dengan KKN dan tendensi Politik," tambahnya.
Ia mencontohkan kasus Korupsi Penyaluran Pinjaman Modal di Bank NTT Cabang Surabaya yang kini sedang ditangani oleh pihak Kejati NTT.
"Mengapa misalnya direktur kredit yang sudah terbukti menerima uang tidak diproses oleh penegak hukum, kalau betul ada penyerahan uang kan? Ini penting, supaya tidak ada kesan bahwa penegakan hukum pemberantasan korupsi tebang pilih. Jangan sampai penegakan hanya berlaku untuk mereka yang tidak punya kedekatan dengan kekuasaan," urai BKH.
Ia mengatakan, dalam kasus hukum maka yang bersalah harus dimintai pertanggungjawaban.
Selain itu, ia meminta masyarakat juga ambil bagian dalam proses pengawasan penanganan kasus oleh aparat penegak hukum.
BKH juga meminta aparat penegak hukum terutama polisi dan jaksa untuk memiliki keberanian menegakkan hukum sebagaimana peran dan panggilan mereka. Karena itu ia mengingatkan polisi dan Jaksa agar independen dalam menangani kasus.
"Saya minta penegak hukum harus memiliki keberanian khususnya dalam kasus korupsi Bank NTT, kasus bawang Malaka dan pembagian tanah kavling di kota Kupang. Saya dengar kasus kasus ini sarat kepentingan politik, sehingga harus independen," tegasnya.
Ia menghimbau agar tidak ada kekuatan yang mengintervensi penanganan kasus kasus tersebut.
"Saya mencium kekuatan politik tertentu bahkan mengintervensi bahkan mengancam aparat penegak hukum, baik Polisi maupun jaksa. Ya ada kepentingan politik dan kepentingan ekonomi," ungkap BKH. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ryan Nong)