Asa Belum Pupus 75 Tahun Indonesia Merdeka Wolokota Ende Masih Terisolir TNI Sudah Melangkah

Asa warga Wolokota Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur ( Provinsi NTT) menikmati akses jalan belum pupus

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/LAUS MARKUS GOTI
Aksi Yeremias Nonga salah satu personil TMMD dan warga meruntuhkan tanah dan batu di bibir jurang demi membuka jalan dari Desa Reka menuju Desa Wolokota Kabupaten Ende Provinsi NTT, Selasa (7/7/2020) 

Kunjungan Tyas dan rombongan menjadi kesempatan warga Wolokota dan Reka mengutarakan kerinduan mereka. Tidak ada akses jalan berdampak pada banyak sisi kehidupan terutama ekonomi dan pendidikan.

Kepala Desa Wolokota, Valentinus Senda menceritakan karena tak punya akses jalan para ibu hamil yang mau melahirkan harus digotong warga ke Puskesmas di Ngalupolo. "Mau bagaimana lagi kondisi memang begini," ungkapnya. Ia berharap apa yang dirintis TMMD bisa dilanjutkan.

Kepala Desa Reka Norbertus Yosep Lana mengaku senang adanya TMMD. "Kami dapat penyuluhan, macam-macam, ada bangun rumah baca. Soal jalan saya kira dengan kehadiran TNI bisa menggugah kesadaran banyak pihak," ungkapnya.

Assisten 1 Setda Ende Abraham Badu mengatakan, Pemda Ende sudah menyatakan siap untuk melanjutkan pembangunan jalan Reka menuju Wolokota. Masih tiga kilo meter lebih baru bisa mencapai Wolokota.

Sementara itu Wakil Ketua DPRD Kabupaten Ende Erikos Emanuel Rede menyatakan DPRD Kabupaten Ende menunggu Pemda Ende mengajukan anggaran untuk melanjutkan pembangunan jalan tersebut.

Abraham Badu adalah putra Wolokota. Abraham Badu merupakan orang pertama dari Wolokota yang meraih gelar sarjana dan magister. Beberapa waktu ia pernah berbagi cerita kepada POS-KUPANG.COM.

Cerita tentang are gau (bekal nasi ketupat yang warga bagi kepada personil TMMD) membuat Abraham terngiang kisah perjuangannya di masa lalu. Abraham selalu bawa are gau ketika bepergian ke ladang. Juga ketika ia berangkat ke Ende untuk melanjutkan pendidikan jenjang SMP dan SMA.

Abraham meraih gelar Sarjana ilmu sosial di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, pada tahun 1979/1980. Beberapa tahun kemudian mengambil magister di Universitas Indonesia (UI).

"Wah kalau bicara perjuangan dulu, memang luar biasa menantang. Yah makanya pas ada TMMD 108 ini buka jalan di sana saya dukung dan senang," kata Abraham.

Abraham menceritakan ketika keluar Wolokota mereka biasanya melalui jalur laut, mengunakan perahu dayung. Namun saat musim ombak akses melalui laut mati total.

"Yah kalau ombak besar siapa berani, kami jalan bukit-bukit curam, harus hati-hati dan bekal yang selalu kami bawa itu are gau, karena sangat praktis dan bertahan lama," ungkapnya.

Tantangan jalan darat berat. Bukan hanya bukit-bukit curam. Mereka juga mesti waspada terhadap serangan babi hutan atau ular.

Untuk biaya sekolah dan kuliah, kata Abraham, orangtuanya bertani dan jual tikar. Tikar dibuat sendiri oleh ibunya. "Jadi memang rata-rata perempuan di Wolokota, sejak kecil sudah dilatih oleh ibu mereka menyaman tikar," ungkapnya.

Beberapa waktu lalu, POS-KUPANG.COM juga mewawancarai Heronimus Wowa (48) warga Wolokota di lokasi pengerjaan jalan tersebut.

Kami duduk di lereng bukit, salah bergerak bisa terjun bebas ke dalam jurang. Burung-burung berkicau ketika sinar mentari pelan-pelan membentangi bukit dan lembah. Gemuruh ombak menyapu pantai masih terdengar, bentangan laut memanjakan mata.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved