Sapardi Djoko Darmono Meninggal Dunia
Profil Sapardi Djoko Damono, Pujangga Indonesia yang Tetap Berkarya Sampai Akhir Hayatnya Hari ini
Dunia pujangga kembali berduka. Hari ini seorang penyair hebat tanah air, Sapardi Djoko Damono meninggal duni. Ini profilnya
Kabar meninggalnya Sapardi Djoko Damono ini telah dibenarkan oleh Kepala Biro Humas dan Kantor Informasi Publik Universitas Indonesia (UI), Amelita Lusia.
"Ya, Mas," kata Amel, Minggu, dikutip dari Kompas.com.
• INNALILLAHI, Kabar Duka Penyair Hujan Bulan Juni Sapardi Djoko Damono Meninggal Dunia
Mengutip Wikipedia, pujangga Indonesia ini lahir di Surakarta pada 20 Maret 1940.
Sejak bersekolah, Sapardi sudah menulis sejumlah karya yang dikirim ke majalah.
Hingga akhir hayatnya, Sapardi Djoko Damono masih giat membuat karya.
Diantaranya adalah Trilogi Soekram (2015), Hujan Bulan Juni (2015), Melipat Jarak (2015, kumpulan puisi 1998-2015), Suti (2015), dan Yang Fana adalah Waktu (2018).
Atas karya-karyanya, Sapardi Djoko Damono pernah mendapat penghargaan SEA Write Award pada 1986.
• Penyair Muda NTT Lahirkan Ontologi Di Jakarta Tuhan Diburu dan Dibunuh
Tak hanya itu, ia juga menerima penghargaan Achmad Bakrie pada 2003.
Peran Sapardi Djoko Damono dalam Dunia Sastra Indonesia
Dilansir kemdikbud.go.id, A Teeuw dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989) menyebut Sapardi mulai menulis sejak 1960-an.
Sapardi, menurut A Teeuw, adalah penyair yang orisinil dan kreatif.
Tak hanya itu, puisi Sapardi Djoko Damono dikagumi Abdul Hadi WM.
Alasannya, puisi Sapardi memiliki kesamaan dengan persajakan Barat sejak akhir abad ke-19, yang disebut simbolisme.
• Sang Penyair Telah Mengalir, Mengenang John Dami Mukese
Dalam bukunya berjudul Ikhtisar Kesusastraan Indonesia Modern (1988), Pamusuk Eneste memasukkan nama Sapardi dalam kelompok pengarang angkatan 1970-an.
Tak hanya menulis novel ataupun puisi, Sapardi sebagai ahli sastra juga menerbitkan buku penting.
Yakni Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas (1978), Novel Sastra Indonesia Sebelum Perang (1979), Kesusastraan Indonesia Modern: Beberapa Catatan (1999), dan Sihir Rendra: Permainan Makna (1999).