Isi Reses Hari Pertama, Ansy Lema Lakukan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan
dalam rapat baru-baru ini saya meminta agar kementerian segera mempercepat realisasi anggaran untuk membantu masyarakat
Penulis: Thomas Mbenu Nulangi | Editor: Rosalina Woso
Isi Reses Hari Pertama, Ansy Lema Lakukan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan
POS-KUPANG.COM | KEFAMENANU-Anggota DPR/MPR RI Fraksi PDI Perjuangan Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema mengisi hari pertama masa serap aspirasi atau Reses pada Jumat, (17/7/2020) dengan melakukan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan.
Sosialisasi bertajuk “Pancasila dalam Tindakan: Gotong Royong di Era Pandemi Covid-19”, dilakukan dengan menerapkan protokol pencegahan Covid-19. Sosialisasi dilakukan secara virtual, Ansy Lema di Jakarta, sementara narasumber lainnya dan peserta diskusi di gedung DPD NTT di Kupang.
Sosialisasi menghadirkan tiga pemateri, yakni Ansy Lema, Rektor Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Dr. Philipus Tule, SVD dan Akademisi Universitas Muhamadyah Kupang Dr Ahmad Atang.
Peserta diskusi adalah perwakilan mahasiswa Timor, Lembata, Ende, Ngada, Nagekeo, Manggarai, dan Sumba Timur yang sedang kuliah di Kupang. Diskusi diselilingi petikan sasando oleh Vivian Tjung, Juara 1 Nasional Putri Duta Wisata Indonesia tahun 2017, yang memainkan lagu kebangsaan seperti lagu Ibu Pertiwi dan Pancasila Rumah Kita.
4 Konsensus Kebangsaan
Ansy menjelaskan bahwa sebagai anggota MPR, ia memiliki tugas konstitusional untuk memberikan pemahaman nilai-nilai luhur yang terdapat dalam 4 Konsensus Kebangsaan: Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. Ia mengaku selalu melakukan sosialisasi kepada para mahasiswa, karena mahasiswa adalah agen pembaruan, transformator bangsa, sekaligus calon pemimpin masa depan.
Menurut Ansy, sejak dicetuskan Soekarno pada 1 Juni 1945, Pancasila telah ditetapkan sebagai dasar dan ideologi negara, pemersatu bangsa, pandangan hidup, dan falsafah kebangsaan. Dalam hierarki hukum ketatanegaraan, Pancasila menempati kedudukan tertinggi dalam ideologi negara. Karena itu, Ansy secara tegas dan lugas membantah tuduhan bahwa RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) akan diganti menjadi ekasila.
“Siapa yang mengatakan bahwa RUU HIP akan mengganti Pancasila menjadi ekasila? Ini pandangan yang sembrono. Pancasila adalah ideologi negara, sumber dari segala hukum. Dalam hierarki hukum ketatanegaraan, kedudukan ideologi Pancasila adalah paling tinggi. Di bawahnya baru Konstitusi dan Undang-Undang. Bagaimana mungkin Pancasila bisa diubah melalui RUU HIP? UU tidak bisa mengubah dasar negara Pancasila,” ujar Ansy melalui rilis yang diterima Pos Kupang, Jumat (17/7/2020).
Ketiga pilar UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika juga sangat penting dalam tatanan kenegaraan Indonesia. Dalam UUD 1945 terkandung tujuan negara Indonesia merdeka, yakni pemerdekaan dari kemiskinan, kebodohan, dan ketimpangan menuju terciptanya kesejahteraan, kemakmuran, dan keadilan. Indonesia adalah negara ribuan pulau yang disatukan secara integral dalam bangunan NKRI sebagai satu bagian integral. Karena itu pembangunan nasional tidak hanya memberikan jaminan rasa aman, tetapi kemakmuran dan keadilan bagi seluruh Indonesia.
“Karena itu realitas Indonesia yang plural dan multikultural harus senantiasa menjadi aset berharga yang harus dilestarikan. Pilar Bhineka Tunggal Ika harus mendesak kita untuk menjadikan perbedaan sebagai ajang yang merekatkan, bukan meretakkan. Mari terus hidupkan semangat Sumpah Pemuda 1928, di mana para pemuda berkomitmen menyatukan kebhinekaan dalam harmoni kebangsaan. Berbeda dalam persatuan, bersatu dalam perbedaan,” lanjut Ansy.
Politikus muda PDI Perjuangan tersebut mengingatkan bahaya radikalisme dan intoleransi terhadap keutuhan NKRI. Menurut Ansy, survei menunjukkan adanya perkembangan warga negara Indonesia yang terpapar radikalisme dan intoleransi. Tidak hanya menyasar masyarakat bawah, agenda radikalisme juga telah bersarang di kalangan masyarakat terpelajar, termasuk dunia kampus.
“Radikalisme kini telah menyerang kaum terpelajar, termasuk dunia kampus. Survei Setara Institute tahun 2019 menemukan banyak dosen-mahasiswa 10 perguruan tinggi negeri terkemuka terpapar radikalisme. Survei UIN Jakarta menyebut 33 persen guru setuju diadakan perang untuk pendirian negara Islam. Bahkan, survei mencatat radikalisme dan penolakan kepada Pancasila beredar di kalangan PNS dan TNI, yakni 19,4 persen PNS (2017), dan 3 persen TNI (2019),” tambahnya.
Oleh karena itu, mantan dosen ini mengajak para mahasiswa untuk menjaga Pancasila dari ancaman sekaligus mewujudkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi, penyebaran radikalisme cenderung lebih mudah menyasar para pemuda ataupun para pelajar. Maka perlu ada upaya mewujudkan “Kampus Pancasila”, yakni ekosistem pendidikan kampus yang mengintegrasikan pengajaran Pancasila dalam pembelajaran di kelas maupun praktik di luar.
Pancasila dalam Tindakan di Era Pandemi Covid-19.