Perangi Stunting Butuh Komitmen Bersama

Pemerintah Daerah Nagekeo melalui Bapelitbang melaksanakan kegiatan 'rembuk stunting' di Aula Setda Nagekeo Kota Mbay

Penulis: Gordi Donofan | Editor: Kanis Jehola
ISTIMEWA
Suasana 'Rembuk Stunting' di aula Setda Nagekeo Kota Mbay Kabupaten Nagekeo, Kamis (9/7/2020). 

POS-KUPANG.COM | MBAY -- Pemerintah Daerah Nagekeo melalui Bapelitbang melaksanakan kegiatan 'rembuk stunting' di Aula Setda Nagekeo Kota Mbay, Kamis (9/7/2020).

Tema 'Rembuk Stunting' itu adalah 'Melalui Rembuk Stunting Kita Tingkatkan Keterpaduan Program Perangi Stunting di Nagekeo".

Sekretaris Bappelitbang, Kasmirus Dhoy dalam laporannya menjelaskan, stunting yakni kondisi gagal tumbuh di bawah 5 tahun akibat gizi kronis terutama 1000 hari pertama bayi.

Politani Kupang Inisiasi Kegiatan Pengolahan Pangan Lokal

Ia menyebutkan angka stunting Nagekeo tahun 2018 yaitu 36.9%, tahun 2019 menjadi 21.4% dan per hari ini (18,5%).

Ia menjelaskan maksud 'Rembuk Stunting' ini yakni konfirmasi sinergi analisis situasi penanganan stunting oleh para pelaku kepentingan tingkat Kabupaten Nagekeo hingga ke tingkat desa.

Kejati NTT Harap Kejari Sumba Barat Bekerja Lebih Baik Ke Depan

Sedangkan tujuan 'Rembuk Stunting' antara lain yaitu menyepakati desa prioritas penurunan stunting 2020 - 2021; dan komitmen Pemda Nagekeo untuk program pengurangan stunting yang akan dimuat dalam rencana kerja daerah.

Ia menyatakan hasil yang diharapkan dari kegiatan ini yakni komitmen bersama yang ditandatangani Bupati, DPRD, Sekda, Pimpinan Perangkat Daerah, para camat, kepala desa/lurah, para tokoh agama, maupun LSM atau NGO.

"Peserta yang diundang sebanyak 100 orang meliputi unsur DPRD, TP PKK, Pimpinan Perangkat Daerah terkait, Camat, Lurah, Kepala Desa, Kepala Puskesmas, Direktur RSD Aeramo, alim ulama dan LSM," jelasnya.

Prihatin

Sementara itu, Ketua DPRD, Marselinus F. Ajo Bupu, menyampaikan stunting terjadi karena gizi buruk dan kurangnya layanan kesehatan serta ketidakmampuan biaya kesehatan.

Ia menyebutkan angka 18,5% saat ini, adalah angka yang masih dalam level memprihatinkan. Lembaga DPRD mendukung penuh langkah Pemda Nagekeo untuk rembuk guna mengatasi stunting. Ini merupakan langkah kosolidasi lintas stakeholder untuk mencegah stunting.

"Saya memberi masukan, agar dana desa atau kelurahan, bisa intervensi cegah stunting dengan membantu urus air minum dan perumahan layak huni bagi warganya," ujarnya.

Ia mengatakan pemerintah Nagekek harus memiliki planing yang baik guna mengatasi persoalan ini.

"Saya berharap, terus tingkatkan literasi gizi masyarakat. Buka akses pangan yang bernutrisi. Desain program yang tepat sasaran sesuai potensi yang ada untuk atasi problema stunting," jelasnya.

Menjadi Perhatian

Sementara itu Bupati Nagekeo, Johanes Don Bosco Do menyampaikan pemerintah desa dan kecamatan harus serius mengatasi persoalan ini.

Kata Bupati Don persoalan di Nagekeo adalah budaya yang masih memposisikan seorang perempuan sebagai subordinasi dalam keluarga.

"Saya bicara stunting dalam perspektif yang lebih mendasar. Saya omong hal praktek budaya.
Bapa ibu camat dan desa sebagai kepala wilayah, "mosa nua" di masing-masing tempat. Secara budaya, kita di Nagekeo bawa belis baru dapat istri. Wanita masih subordinasi dalam keluarga. Pekerjaan besar kita justru pada budaya. Bagaimana menempatkan wanita pada posisi yang lebih menentukan penggunaan sumber daya dalam rumah tangga, selaku pemegang "resource alocation". Dia menentukan "uang sekarang dipakai untuk beli apa dan untuk siapa," jelasnya.

Ia mengatakan untuk keluarga terdidik, mungkin bisa. Namun bagi yang tidak terdidik, hal ini menjadi masalah serius.

"Contoh. Ketika anak perempuan "nuka sao" (masuk rumah suami) di rumah mertua, dia makan dan minum setelah mertuanya makan. Ini sesuatu yang biasanya luput dari perhatian kita sebagai pemimpin di kecamatan maupun desa. Kita harus bicara dengan tokoh masyarakat di sana tentang hal-hal seperti ini," ujarnya.

Ia mengatakan harus dipastikan bahwa seorang ibu apalagi dalam risiko hamil, status gizinya harus bagus. Hb darah, lingkar lengan atasnya, harus bagus.

"Oleh karena itu, kita menyiapkan anak wanita yang kita tidak tahu kapan dia hamil. Sejak menstruasi pertama, harus mendapat layanan pemeriksaan Hb darah. Mulai dengan pendekatan institusional di sekolah," ujarnya.

Ia mengatakan perlu pemeriksaan Hb kaum remaja putri, pemberian tablet besi kepada mereka. Karena kita pun tidak tahu kapan dan dengan siapa dia hamil.

Ia menyatakan itu pertama hal budaya dan hal kedua yakni penanganan langsung ke remaja berkaitan dengan Hb dan tablet besi. Pemerintah harus bisa siapkan tablet besi. Ini pendekatan praktis kita.

"Ibu menanggung risiko urus anak. Sepanjang ibu tidak punya otoritas yang kuat, usaha kita untuk atasi masalah stunting ini mendapat tantangan besar sekali. Sebab 1000 hari pertama dalam hidup, ada di tangan ibunya," tegasnya.

Ia mengatakan rumah adalah teritori manusia termasuk anak. Definisi klasik, manusia adalah binatang berakal budi. Ada kata "binatang". Ada kecenderungan dasar yaitu menguasai teritori.

"Ketika anak-anak di rumah tidak ada teritori, maka mereka akan mencari teritori baru di luar rumah. Saat itulah malapetaka akan terjadi di dalam rumah karena kita tidak mampu mengendalikan anak- kita," jelasnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gordi Donofan)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved