Opini Pos Kupang

Polemik Kaum Feminisme dalam ranah Publik

Kiprah kaum feminisme dalam ranah publik di Indonesia "Vita est militia" (Hidup adalah sebuah perjuangan) itulah adegium klasik dari bahasa Latin

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Polemik Kaum Feminisme dalam ranah Publik
Dok
Logo Pos Kupang

Dengan demikian dalam proses pemilu tampil untuk pertama kalinya figure perempuan sebagai presiden Indonesia yaitu Megawati Soekarnoputri (2001-2004) Dengan tampilnya perempuan di ranah public membuat khalayak menyadari dan mengakui eksistensi kaum perempuan. Hal ini dapat dilihat dari adanya pengakuan secara de fakto diakui oleh setiap anggota masyarakat. (Ibid,.)

Namun jika ditilik dari pengakuan de jure praktik-praktik pengakuan terhadap eksistensi kaum perempuan menyangkut kesetaraan gender rupanya masih menjadi catatan tersendiri bagi bangsa Indonesia. Hal miris ini dapat dicermati dari kasus-kasus yang terjadi dalam kehidupan kaum perempuan yang tak pernah berhenti diperbincangkan di ruang publik seputar eksistensi perempuan yang selalu mengalami kasus pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, (dll).

Hal inilah yang dialami perempuan dalam ranah publik. Dari banyaknya kasus yang dijumpai di Indonesia rupanya berdasarkan hasil yang dipantau dari catatan Komnas Perempuan, sebagaimana diberitakan dalam kompas.com edisi jumat 6 maret 2020 "terdapat 431. 471 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi sepanjang tahun 2019. Jumlah tersebut naik sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya, yakni 406. 178 kasus.

Sehingga Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin mengatakan, sejak tahun 2008-2018 kenaikan cukup konsisten. Bahkan akhir 2019 lebih banyak lagi. Ia lanjutnya menuturkan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih ibarat fenomena gunung es". Jika hal ini meningkat lagi, maka hal tersebut menunjukan tak adanya perlindungan terhadap perempuan. Tentunya ini menjadi beban moril bagi kaum perempuan di tengah maraknya kasus-kasus yang mereka alami selama ini.

Dengan demikian, eksistensi kaum perempuan dalam ranah publik baik itu dibidang sosial, budaya dan agama masih menimbulkan suatu polemik yang besar yang harus dituntas di tahun 2020 ini di tengah pandemi Covid-19 ini.

Salah satu polemik yang dapat kita amati dalam ranah publik adalah adanya demonstrasi proses perancangan RUU DPR yang kemudian harus didesak mahasiswa dan elemen masyarakat sipil untuk segera mengesahkan RUU penghapusan kekerasan seksual dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa dan elemen masyarakat sipil di kantor MPR/DPR.

Tentunya aksi ini mempunyai alasan dan alasan itu dikarenakan selalu ada peningkatan kekerasan seksual terhadap perempuan setiap tahunnya sebagaimana dikutip dalam Kompas.Com edisi 12 Mei 2016 Perihal dengan kasus ini juga diungkapakan oleh Ketua Komnas Perempuan Azriana bahwa, kondisi saat ini mengapa sering terjadi kasus pelecehan terhadap kaum perempuan karena buruknya penanganan korban untuk mendapatkan akses kebenaran, keadilan dan pemulihan, dan sistem hukum saat ini sudah dinilai tidak memberikan jaminan yang memadai dalam merealisasikan hukum yang adil bagi sesama.

Dengan demikin perlindungan terhadap perempuan dalam ranah publik menjadi hal yang urgen diperhatikan oleh negara, sehingga kenyamanan dan ketentraman perempuan di ruang publik dapat menjadi jaminan bagi kaum perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan bersama sehingga segala urusan publik juga menjadi tanggungjawab kaum perempuan dalam menumbuhkembangkan semangat nasionalisme guna menyejahterakan kehidupan bangsa.

Karena sejauh ini, jika dilihat dari data kekerasan terhadap kaum perempuan rupanya eksistensi kaum perempuan masih menjadi wacana yang hangat dibicarakan dalam ruang publik hari-hari ini.

Setelah meretasnya Kaun feminisme dan raibnya budaya kepemimpinan patriarki di Indonesia dengan majunya kaum perempuan di garis depan untuk berpartisipasi aktif dalam ranah publik.

Hendaknya menjadi catatan bagi pemerintah untuk mulai melihat lagi sistem hukum pemerintaha yang berlaku di Indonesia khususnya hukum yang mengatur tentang eksistensi kaum perempuan dalam ranah publik. Dengan demikian, pengakuan eksistensi kaum perempuan dalam pemerintahan harus diperhatikan dengan intensif oleh pemerintah.

Salah satunya ialah dipercepatnya pengesahan RUU yang baru khususnya pengesahan UU mengenai penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Sehingga kaum perempuan juga merasa at home bila berada di ruang publik karena mereka mempunyai perlindungan hukum yang memadai sehingga mendukung mereka untuk terlibat dalam ranah publik.

Dengan demikian eksistensi kaum perempuan tidak hanya diakui secara de fakto tetapi juga de jure. sehingga kasus kekerasan yang selama ini telah dialami kaum perempuan di tahun-tahun sebelumnya dapat ditangani dengan baik di tahun 2020 ini di bawah kendali hukum yang mengatur kebebasan kaum perempuan untuk berkiprah dalam ranah publik.

Agar hukum yang telah ada dengan segala tetek bengeknya tidak bisa lagi diandalkan dalam membela keadilan dan ketentraman kaum perempuan untuk berkiprah dalam ruang publik dapat lebih dipertegas dengan adanya RUU yang baru ini tentang pengesahan kasus penghapusan kekerasan terhadap kaum perempuan.

Hal ini dapat membantu komnas perempuan dan kaum perempuan untuk mencegah meretasnya kasus kekerasan terhadap kaum perempuan. Karena sejatinya perempuan tidak diciptakan untuk menjadi budak bagi laki-laki melainkan sebagai partner yang menjamin berlangsungnya suatu kehidupan yang harmonis dalam segala aspek kehidupan termaksud dalam ranah publik. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved