Fraksi Gabungan Tunggu Upaya Lain Gubernur Viktor Laiskodat terkait Sikap Fraksi di Paripurna

Ketegangan antara Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Fraksi Gabungan DPRD NTT dalam sidang paripurna DPRD NTT p

Penulis: Ryan Nong | Editor: Ferry Ndoen
POS-KUPANG.COM/RYAN NONG
Pimpinan Fraksi Gabungan saat memberi keterangan pers pada Rabu (8/7).   

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ryan Nong 

POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Ketegangan antara Gubernur NTT Viktor Laiskodat dan Fraksi Gabungan DPRD NTT dalam sidang paripurna DPRD NTT pada Rabu (8/7) belum berakhir. 

Dalam sidang dengan agenda agenda penyampaian pendapat akhir fraksi atas laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi NTT tahun 2019 itu, Gubernur NTT Viktor Laiskodat memberi ultimatum kepada Fraksi Gabungan untuk untuk membuktikan oknum aparat dan jajarannya yang melakukan korupsi sebagaimana tudingan mereka dalam pendapat akhir fraksi.

Viktor bahkan hanya memberi waktu satu minggu kepada Fraksi yang beranggotakan Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk mengungkap nama oknum yang melakukan korupsi. Jika tidak, maka ia mempertimbangkan lagkah hukum. 

“Khusus dalam pemerintahan saya, jika ada yang korupsi, tunjuk di muka saya, jangan baca di podium ini lalu tidak ada nama orang itu, kasih ke saya. Kalau dalam satu minggu ini tidak sebutkan nama, saya akan pertimbangkan untuk mengambil langkah hukum,” tegas Gubernur Viktor Laiskodat dalam paripurna.

Menanggapi ultimatum itu, Fraksi Gabungan malah mempersilahkan Gubernur Viktor Laiskodat

Dalam keterangan pers di Gedung DPRD NTT, Ketua Fraksi Gabungan Reny Marlina Un menyampaikan bahwa dalam Sidang Paripurna DPRD, pendapat akhir bukanlah pendapat pribadi melainkan pendapat yang telah berproses di dalam fraksi sehingga menghasilkan naskah politik.

Reny mengatakan, pihaknya tidak berniat menuduh pemerintah, apakah ada kolusi atau ada KKN atau sebagainya. Tetapi pendapat fraksi tersebut teramu dalam pembahasan setelah pihaknya mendapat berbagai masukan baik dari masyarakat. 

"Ini adalah pendapat kami, karena pada saat dari komisi tertentu turun ke lapangan, ada dari masyarakat menyampaikan beberapa hal dan masuk dalam hasil pembahasan. Termasuk item program yang tidak selesai. Ini adalah kesempatan resmi yang diberikan sebagai fraksi gabungan berpendapat," tegasnya. 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Gabungan, Leonardus Lelo menegaskan, jika Gubernur merasa dilecehkan dalam hubungan kemitraan tersebut, maka pihaknya menyerahkan ke proses selanjutnya. 

"Kalau pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur merasa dilecehkan dalam hubungan kemitraan antara pemerintah daerah dan DPRD, ya silahkan. Kami menyerahkan ke proses selanjutnya. Apa sikapnya pemerintah daerah," kata politisi Partai Demokrat ini. 

Ia mengatakan, apa yang mereka sampaikan merupakan kapasitas fungsi dan hak mereka sebagai wakil rakyat sebagaimana diatur dalam Undang Undang. 

"Kami punya hak yang diatur dalam UU nomor 23 tahun 2014 pasal 106, terkait hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat. Kami menjalankan sesuai fungsi dan hak," katanya. 

"Kami menunggu, kalau dianggap tidak dalam konteks kemitraan untuk memberikan kritik untuk sama sama membangun NTT ke arah yang lebih baik silahkan," tambahnya. 

Senada, Sekretaris Fraksi Gabungan, dr. Christian Widodo mengamini yang mereka lakukan sebagai bagian fungsi pengawasan sebagai lembaga DPRD. Hal tersebut berdasarkan aspirasi dan masukan dari rakyat. 

"Apa yang disampaikan adalah fungsi pengawasan sebagai lembaga. Jadi kami menerima masukan, dari berbagai kalangan maka kami sampaikan," kata dr. Christian. 

Politisi muda PSI ini bahkan merasa tidak ada yang salah dengan apa yang mereka suarakan. Ia bahkan berpendapat terkait suara masyarakat yang mereka teruskan seharusnya pemerintah melakukan pengecekan internal, bukannya menanyakan ke DPRD. 

"Tidak ada yang salah, kalau pemerintah merasa itu benar atau tidak, ya silahkan di cek ke instansi terkait bukan ke kita (DPRD). Kita menyampaikan salam semangat bersama untuk membenahi kekurangan di berbagai instansi. Silahkan dicek ke instansi terkait," pungkasnya. 

Sebelumnya, Fraksi Gabungan (Demokrat, Solidaritas, Pembangunan) DPRD Provinsi NTT menyoroti realisasi belanja langsung yang hanya mencapai 85,52%, belanja barang dan jasa hanya mencapai 88,59% dan belanja modal hanya 80,37% dalam pendapat akhir fraksi saat rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat akhir fraksi atas laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi NTT tahun 2019.

Fraksi mendesak pemerintah lebih serius merealisasikan belanja barang dan jasa serta belanja modal karena indikator output maupun outcome-nya bersentuhan langsung dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Fraksi Demokrat, Solidaritas, Pembangunan juga menyoroti SILPA yang mencapai Rp 282,629 M lebih (2018: Rp.212,794 M lebih) yang menurut mereka merupakan jumlah yang besar. 

“Silpa ini sesungguhnya menggambarkan kekurangcermatan dalam perencanaan dan pelaksanaan yang berujung kegagalan realisasi sejumlah item Belanja Daerah, terutama dari sisi belanja langsung maupun belanja modal,” ujarnya. (hh)

Pimpinan Fraksi Gabungan saat memberi keterangan pers pada Rabu (8/7).

 
Pimpinan Fraksi Gabungan saat memberi keterangan pers pada Rabu (8/7).   (POS-KUPANG.COM/RYAN NONG)
Pimpinan Fraksi Gabungan saat memberi keterangan pers pada Rabu (8/7).

 
Pimpinan Fraksi Gabungan saat memberi keterangan pers pada Rabu (8/7).   (POS-KUPANG.COM/RYAN NONG)
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved