Menteri PPPA Minta Kasus Viral Penculikan Perempuan dan Anak di Sumba Tidak Boleh Terulang

Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Puspayoga meminta agar kasus penculikan perempuan di Sumba yang viral di media sosial dihentikan

Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Kanis Jehola
ISTIMEWA
Menteri PPPA RI, Bintang Puspayoga didampingi Wakil Gubernur NTT Josef A. Nae Soi saat acara di Gedung Nasional Umbu Tipuk Marisi Waingapu, Kabupaten Sumba Timur. Kamis (2/7/2020). 

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ( PPPA), I Gusti Ayu Bintang Puspayoga meminta agar kasus penculikan perempuan di Sumba yang viral di media sosial dan dipersepsikan sebagian orang sebagai kawin tangkap tidak boleh terulang lagi dan harus dihentikan.

Puspayoga menyampaikan hal ini ketika melakukan kunjungan kerja ke Pulau Sumba, Provinsi NTT, Kamis (2/7/3020).

Dalam press release yang disampaikan oleh tim Publikasi dan Media Kementerian PPPA , Sabtu (4/7/2020), kunjungan Menteri Bintang Puspayoga ke Sumba dalam rangka menyaksikan Penandatanganan nota kerjasama pemerintah daerah dan Deklarasi tentang Kawin Tangkap untuk Kabupaten se-daratan Sumba. Kegiatan ini berlangsung di Gedung Nasional Umbu Tipuk Marisi Waingapu, Kabupaten Sumba Timur.
Hadir pada kesempatan itu, Wakil Gubernur NTT, Josef A. Nae Soi , Bupati Sumba Timur, Gidion Mbilijora, Bupati Sumba Barat, Niga Dapawole, Bupati Sumba Barat Daya, Kornelius Kodi Mete dan Bupati Sumba Tengah, Paulus Kira.

Heboh! ASN Ini Kepergok Asyik Selingkuh Sama Karyawati Minimarket, Istri Histeris Pelakor Bilang Ini

Hadir pula,tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, penyintas dan pendamping.
Menurut Puspayoga, kasus tersebut menimbulkan banyak pertanyaan, apakah kasus yang merampas hak dan merugikan perempuan tersebut benar merupakan bagian dari nilai budaya Sumba.

“Kehadiran saya di sini adalah untuk mendengarkan secara langsung dari tokoh-tokoh terkait, mulai dari tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, akademisi, penyintas, pendamping, dan pemerintah daerah yang memahami nilai budaya Sumba. Kami ingin bersama-sama mencari solusi atau upaya terbaik untuk menghentikan segala bentuk tindakan kekerasan yang merugikan perempuan dan anak, termasuk kasus penculikan di Pulau Sumba yang saat ini tengah viral di media sosial," kata Puspayoga.

BREAKING NEWS - Lin Dan, Legenda Bulu Tangkis China Resmi Gantung Raket, Lihat Torehan Prestasinya

Menteri Bintang Puspayoga menuturkan kasus penculikan merupakan salah satu bentuk kejahatan dan pelecehan terhadap adat perkawinan yang sakral dan mulia. Perlu ada langkah konkret untuk menghentikan agar hal serupa tidak terulang lagi.

"Strategi utama untuk melawan konstruksi sosial yang merugikan perempuan dan anak adalah dengan memahami dan mempelajari budaya setempat serta memberikan pemahaman mengenai hak-hak perempuan dan anak. Dengan lebih memahami budaya dan kearifan-kearifan lokal terkait pemenuhan hak-hak perempuan dan anak, strategi yang dibangun akan lebih tajam, terarah, dan berjangka panjang," katanya.

Untuk itu, lanjut Puspayoga, dibutuhkan sinergi dan kerjasama yang baik dari semua pihak, baik pemerintah, lembaga masyarakat, akademisi, tokoh adat, dan tokoh agama di tingkat pusat maupun daerah.

Menteri Bintang Puspayoga berharap agar dari kesepakatan bersama dalam pertemuan tersebut dapat memperkuat komitmen perlindungan terhadap perempuan dan anak dari ancaman tindakan bawa lari serta menegaskan pentingnya menjaga nilai-nilai yang memuliakan perempuan dalam adat Sumba. Menteri Bintang juga meminta agar seluruh Kabupaten Sedaratan Sumba segera membentuk P2TP2A sebagai wujud komitmen daerah.

Sementara itu, Komisi Anak Sinode Gereja Kristen Sumba (GKS) ,Pdt. Yuliana Ata Ambu,S.Th menegaskan pada prinsipnya sesuai dengan nilai-nilai warisan leluhur masyarakat Sumba, kami sangat menjunjung dan menghargai perempuan Sumba.

“Saya sangat menyayangkan anggapan kawin tangkap sebagai budaya Sumba setelah viral video penangkapan perempuan secara paksa lalu mulai dibilang bahwa itu adalah kawin tangkap. Seolah-olah istilah kawin tangkap adalah kosakata baku yang berkaitan dengan budaya Sumba,’’ kata Pendeta Yuli.

Menurut Pdt. Yuliana, pada dahulu kala memang ada budaya sumba yang disebut Plaingidi, akan tetapi ada ikatan antara kedua belah pihak sehingga mereka dijodohkan dan kemudian melaksanakan perkawinan.

"Jadi saya tegaskan, bahwa orang Sumba sendiri tidak mengenal kawin tangkap. Kemudian, ada beberapa hal yang menjadi catatan perhatian kita, diantaranya perlu ada pemahaman yang utuh tentang budaya perkawinan di sumba termasuk unsur yang terkait dengan budaya tersebut, perlu dilakukan pengkajian pemakaian pemahaman istilah, dan tidak lagi memakai istilah kawin tangkap karena merupakan bentuk pelanggaran budaya perkawinan orang Sumba sebab mengandung kekerasan fisik,” ujarnya.

Tokoh Adat Sumba Tengah, Andreas mengungkapkan pada 30 Juni 2020 tokoh adat dan tokoh agama di Kabupaten Sumba Tengah mengadakan pertemuan dan sepakat untuk dengan tegas menolak istilah kawin tangkap.

“Kami hanya mengenal istilah Plaingidi dalam budaya sumba, itupun dilakukan dengan tetap menghargai dan menjunjung tinggi martabat perempuan dalam hal perkawinan. Leluhur Sumba mewariskan budaya yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban, terutama menghargai perempuan dan seorang ibu. Istilah yang disebutkan kawin tangkap sebagai bagian dari budaya sumba dirasa sangat tidak pas, karena budaya sumba dengan jelas menempatkan harkat dan martabat perempuan sumba,” kata Andreas.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved