Renungan Harian Katolik
Memaknai Surat-surat dari Molokai-Hawaii (32 Epilog ): A Felix Finis: Akhir yang Bahagia
Berita yang sempat beredar di surat kabar Belgia - Eropa ( 1887), tentang wafatnya Pater Damian semakin meningkatkan simpati khalayak.
Terima kasih yang tulus dalam doa yang agung telah Pater Damian panjatkan kepada Sang Khalik pemilik segala sesuatu. Pater Damian insaf dan yakin dengan pernyataan Yesus.
“Siapa saja yang memberi air sejuk secangkis saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, sesungguhnya Aku berkata kepadamu; Ia tidak akan kehilangan upahnya” ( Matius 10 :42 ).
Sejak tanggal 28 Maret 1889, Damian tidak dapat lagi meniggalkan ranjangnya lagi.
Seraya menandantangani surat-surat penting yang disaksikan Pater Wembelinus Moellers, ia berkata: “ Saya sangat senang bahwa semuanya saya serahkan kepada Monseigneur ! Kini saya akan meninggal sebagai orang miskin, tidak ada lagi yang menjadi milik saya.”
Selanjutnya pada tanggal 30 Maret 1889, ia mempersiapkan diri menyongsong kematiannya. Ia tersenyum bahagia setelah menerima sakramen pengakuan dosa, mengikrarkan pembaharuan kaul dan menerima komuni kudus.
Katanya demikian. “Coba perhatikan tangan saya. Semua luka mulai menutup diri, bagian luarnya menjadi hitam. Itu berarti saat terakhir seperti kamu ketahui telah tiba. Coba perhatikan mata saya; saya sudah melihat sekian banyak penderita kusta mati, saya tidak keliru bahwa kematianku sudah dekat. Sebenarnya saya masih mengaharapkan agar dapat bertemu dengan Monseignur, tetapi Tuhan mengambil saya untuk merayakan Paska bersama dengan-Nya, terpujilah Dia.” ( E. Brion, 1988:122-123).
Tanggal 2 April 1889, Pater Damian menerima Sakramen Minyak Suci dari Pater Condrardy. Pater Damian bersyukur di saat-saat terakhir jelang akhir hayatnya, Tuhan mengirimkan dua orang imam untuk menemaninya.
Ia berkata, “Betapa baiknya Tuhan, dengan memberikan saya hidup cukup lama, sampai ada dua orang imam yang dapat menolong saya pada saat-saat terakhir. Juga sampai saya tahu para suster Fransiskanes yang baik tinggal di pemukiman kusta ini. Inilah Nuch Dimittis; biarkanlah hamba-mu ini pergi ( Lukas 2:29).
Pater Damian de Veuster beristirahat dengan damai dan bahagia pada tanggal 15 April 1889 ( E. Brion, 1988: 123). Ia telah memuliakan hidupnya di Molokai tanpa memiliki apa-apa, sehingga pada malam-malam pertama ia tidur di bawah naungan sebuah pohon pandan, sesuai dengan harapannya, agar dimakamkan di bawah pohon pandan.
Kerinduan Pater Damian sebagai manusia dijawab Tuhan pada waktunya. Karya pelayanannya bagi orang kusta di Molokai dilanjutkan Pater Condrardy, Bruder Jozef Dutton dan para suster Fransiskanes.
Pater Damian dimakamkan di dekat Pohon Pandan persis di samping Gereja St. Philomena. “Tuhan yang memberi, Tuhanlah yang mengambil, Terpujilah nama Tuhan” ( Ayub 1: 21 ).
Hidup Pater Damian de Veuster penuh makna di hadapan Tuhan dan dunia. Dalam penyelenggaraan Ilahi , Pater Damian yang melayani kaum kusta sampai akhirnya meninggal karena tertular kusta.
Namanya dikenang sepanjang masa. Ia dikagumi dunia dan dihormati sebagai ”Pahlawan Cinta Kasih Kristiani”.
Damian, Sang Pahlawan Orang Kusta itu, dikanonisasi sebagai orang kudus oleh Paus Benediktus XVI di Vatikan pada tanggal 11 Oktober 2009. St. Damian de Veuster, doakanlah kami. Amin. Aloha. (Selesai).
NONTON JUGA VIDEO BERIKUT: