Ini Alasan Gereja Katolik Keuskupan Ruteng Desak Jokowi Hentikan Proyek Panas Bumi di Wae Sano,Mabar

Sering melahirkan konflik sosial dan merusak eko sistem, Gereja Katolik Keuskupan Ruteng mendesak Jokowi hentikan proyek panas Bumi di Wae Sano, Mabar

Penulis: Robert Ropo | Editor: Adiana Ahmad
istimewa
Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat 

POS-KUPANG.COM | RUTENG- Proyek Pengeboran Panas Bumi di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi NTT melahirkan masalah.

Selain masalah lingkungan, proyek tersebut juga melahirkan masalah sosial. Kondisi ini memaksa Gereja Katolik Keuskupan Ruteng turun tangan. 

Pihak Gereja Katolik Keuskupan Ruteng menolak dan merekomendasikan untuk tidak melanjutkan proyek pengeboran panas bumi di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Ngoang, Kabupaten Manggarai Barat

Hal ini disampaikan Uskup Ruteng Mgr Siprianus Hormat, Pr tertuang dalam surat Rekomendasi Gereja Katolik Keuskupan Ruteng Tentang Penghentian Eksplorasi dan Eksploitasi Proyek Panas Bumi di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang tertanggal 9 Juni 2020.

Ruben Onsu Kalah Gugatan di MA Soal Merek Dagang Geprek Bensu, Jordi Onsu Ungkap Kondisi Sang Kakak

Surat dengan No: 078/II.I/VI/2020 itu yang dikirim oleh Komisi Komsos kepada POS-KUPANG.COM, Senin (15/6/2020), ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dengan tembusan Menteri Keuangan RI, Menteri ESDM RI, Gubernur NTT, Bupati Manggarai Barat dan Bank Dunia.

Adapun dalam surat itu, Uskup Siprianus, mengatakan pihak Gereja Katolik Keuskupan Ruteng mengusulkan agar pembangunan di kawasan Wae Sano, terfokus pada pembangunan pertanian dan perkebunan yang selama ini menjadi mata pencaharian utama masyarakat setempat serta pembangunan ekowisata dan ekokultural yang memiliki potensi yang besar di wilayah ini terutama didukung oleh kehadiran Danau Sano Nggoang yang indah.

"Kami merekomendasikan upaya-upaya pembangunan di Wae Sano dan sekitarnya yang mesti melindungi hak-hak Masyarakat Adat (kekayaan kultural dan spiritual), keutuhan ruang hidup (kesatuan ekologis), dan melindungi hak-hak Gereja sebagai komunitas keagamaan yang hidup bersama masyarakat di Wae Sano,"Kata Uskup Siprianus.

Dikatakan Uskup Siprianus, adapun alasan Gereja Katolik Keuskupan Ruteng merekomendasikan untuk proyek itu dihentikan yakni pertama, mayoritas masyarakat Desa Wae Sano yang bertempat tinggal di wilayah eksplorasi menolak proyek tersebut karena sumur pengeboran (wellpad) dan fasilitas pendukungnya (seluas 17,76 hektar) berada persis di dalam ruang hidup warga setempat.

Unair dan BIN Berjuang Meneliti Obat Penyembuh Covid-19, Berbasis Obat di Pasaran, Hebat!

"Misalnya, titik pengeboran di Kampung Nunang hanya berjarak 20 meter hingga 30 meter dari pusat kampung (Rumah Adat) dan 100 meter dari Rumah Ibadat (Gereja Katolik Nunang). Demikian juga di Kampung Lempe dan Dasak, sumur pengeboran dan pembuangan limbah berada dalam lingkungan pemukiman dan ruang hidup warga setempat,"tulis Uskup Siprianus.

Kedua, rencana titik eksplorasi hanya berjarak 200 meter dari danau Sano Nggoang yang memiliki luas 513 ha dengan letak ketinggian 757 meter.

Karena menurut Uskup Siprianus, eksplorasi dan eksploitas gas bumi beserta pembuangan limbahnya sangat berpotensi destruktif bagi danau yang menjadi penyangga keragaman hayati dan ekologi di wilayah ini dan sudah menjadi salah satu destinasi wisata alam yang sangat menjanjikan dalam desain satu-kesatuan destinasi pariwisata super premiun Labuan Bajo, Flores.

Ketiga, sebagian besar masyarakat pemilik lahan lokasi sumur pengeboran menolak untuk menyerahkan lahan mereka karena tidak setuju dengan rencana evakuasi dan relokasi penduduk setempat.

Keempat, sampai saat ini, sudah berkembang konflik sosial antara masyarakat yang tinggal di lokasi eksplorasi demi mempertahankan tanah dan keutuhan ruang hidup mereka dengan warga sekitar yang menyetujui pelaksanaan proyek ini.

Rapid Test Pelaku Perjalanan Keluar-Masuk NTT Tetap Berlaku, Isyak Nuka: Mulai Berlaku 15 Juni

"Bahkan kami juga mendapat pengaduan warga yang merasa diintimidasi oleh kehadiran aparat TNI, Kepolisian, dan Satpol PP dalam berbagai tahapan kegiatan pihak perusahaan selama ini,"beber Uskup Siprianus.

Terhadap berbagai fakta itu, kata Uskup Siprianus pihaknya menilai proyek geothermal Wae Sano sangat berpotensi destruktif bagi hak hidup dan keselamatan warga setempat, merusak ruang hidup masyarakat setempat seperti tanah, mata air, dan udara, dan juga menghancurkan mata pencaharian dan sumber kehidupannya seperti lahan pertanian dan isinya, kebun dan tanamannya, serta hewan peliharaannya.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved