China Sudah Kirim Kapal Induk, Amerika Kerahkan 7 Kapal Selam, LCS Memanas Tunggu Tembakan Pertama

Armada kapala Shandong, kapal induk pertama yang China buat di dalam negeri, melakukan uji coba laut pada 22 Mei lalu, CCTV melaporkan. Pandemi virus

Editor: Alfred Dama
China Source
Aktivias pesawat tempur di atas Kapal Induk Liaoning milik China 

China Sudah Kirim Kapal Induk, Amerika Kerahkan 7 Kapal Selam, LCS Memanas Tunggu Tembakan Pertama

POS KUPANG.COM -- Laut China Selatan kini menjadi pusat perahtian dunia selain pendemi virus corona atau Covid-19

Di kawasan yang berbatasan degan perairan Natuna Indonesia itu sudah hadir berbagai pesenhtaan kelas berat milik Amerika dan China

Kedua negera ini terlibat ketegangan mengenai kebebasan navigasi di wilayah yang menjadi sengketa sejumlah negara Asean dengan China tersebut

China sudah mengirimkan kapal induk untuk menandingi kehadiran kapal induk Amarika di wilayah itu, dan Amerika menambahkan kekuatan dengan menghadirkan 7 kapal selam dari Armada Pasifik

Armada kapala Shandong, kapal induk pertama yang China buat di dalam negeri, melakukan uji coba laut pada 22 Mei lalu, CCTV melaporkan. Pandemi virus corona menghambatnya untuk turun ke laut.

Anies Baswedan UsahaRebut Pemilih Prabowo,Kata Pengamat Menang Pilpres Dapat Dukungan Pemilih Jokowi

Cara Reino Barack Balas Dendam Pada Luna Maya , Nikahi Syahrini Diramalam Mama Ella

Penjelasan Nkita Mirzani Lepas Hijab Saat Disayangkan Fairuz A Rafiq, Nyai Kambinghitam Natizen

3 Skenario Kemungkinan Perangdi LCS Amerika vs China, Strategi Negeri Tirai Bambu Beresiko

Ini pertama kali kapal induk Shandong turun ke laut untuk latihan sejak penugasan secara resmi ke Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) akhir tahun lalu.

Hanya, melansir South China Morning Post, CCTV, lembaga penyiaran negara China, tidak mengungkapkan lokasi pasti dari uji coba laut kapal induk Shandong.

Tetapi, sebuah pemberitahuan dari Administrasi Keselamatan Maritim Dalian menyebutkan, kapal induk Shandong berada di bagian Utara Laut Kuning.

Menurut pemberitahuan yang rilis pada 22 Mei itu, daerah di Timur Dalian, pelabuhan asal kapal induk Shandong, ditutup antara Senin dan Selasa pekan lalu untuk kegiatan militer.

Li Yongxuan, Wakil Kapten Shandong, mengatakan kepada CCTV, Shandong sangat membutuhkan latihan untuk mengembangkan kemampuannya.

Kapal induk China Shandong
Kapal induk Shandong (cctv)

“Kami perlu mengintegrasikan kelompok tempur kapal induk Shandong ke dalam sistem tempur keseluruhan sedini mungkin. Dan kami akan berusaha membuat kapal induk kami menjadi kapal yang siap tempur dan menang,” kata Li seperti dikutip South China Morning Post.

Siaran CCTV menunjukkan tujuh Shenyang J-15 di atas kapal induk Shandong serta latihan take-off dan landing jet tempur berjulukan Hiu Terbang tersebut.

Pada 17 Desember 2019, China secara resmi menugaskan Shandong ke Angkatan Laut PLA dalam sebuah upacara yang Presiden Xi Jinping hadiri, setelah lebih dari delapan belas bulan uji coba laut. 

Seperti kakaknya kapal induk Liaoning, nama Shandong Pemerintah China ambil dari provinsi di Timur Laut negeri tembok raksasa.

Lima fakta tentang Shandong

Dalian Shipbuilding memulai pembuatan kapal induk sepanjang 315 meter ini lima tahun lalu, tepatnya Maret 2015. Ini adalah pencapaian tonggak lain untuk Angkatan Laut PLA

Memang, kemampuan kapal induk China masih jauh dari kapal induk milik Angkatan Laut AS. Tapi, bisa sebagai batu loncatan ke kekuatan yang lebih kuat, titik prestise nasional, dan berpotensi untuk misi ekspedisi di luar negeri.

Nah, berikut lima hal yang menonjol dari kapal induk Shandong menurut The National Interest:

1. Kapal induk kedua China, tapi yang pertama Tiongkok bangun sepenuhnya di negera mereka

Kapal induk Shandong mengadopsi desain dasar Varyag yang kini menjelma menjadi kapal induk Liaoning. China membeli Varyag dari galangan kapal Ukraina. 

Tapi, Ukraina juga mentransfer cetak biru kapal itu. Itu memungkinkan arsitek China untuk mengubah desainnya agar lebih optimal untuk perannya dalam Angkatan Laut PLA

2. Bisa membawa lebih banyak pesawat tempur dibanding Liaoning.

Kapal induk Liaoning hanya bisa membawa 36 pesawat, termasuk 24 jet tempur J-15. Sementara Shandong sanggup menggendong 44 pesawat, termasuk 32 jet tempur.

Hanya, kemungkinan besar kapal induk Shandong akan membawa jet tempur dengan sistem serangan elektronik J-15D yang dilengkapi pod pengacau. J-15D sudah terlihat di dek Shandong pada 2018.

Militer China berusaha keras menyaingi AS, mereka sudah bosan menjadi inferior dimata Paman Sam
Militer China berusaha keras menyaingi AS, mereka sudah bosan menjadi inferior dimata Paman Sam (Defense Intelligence Agency 2019 China Military Power report)

3. Memiliki radar baru yang canggih.

Radar active electronically scanned array (AESA) terpasang di kapal induk Shandong, dengan empat antena menghadap ke arah yang berbeda. 

AESA pada dasarnya adalah standar emas saat ini dalam radar, karena memiliki resolusi yang jauh lebih tinggi, lebih kuat, dan lebih tahan terhadap gangguan. 

Radar yang berkualitas sangat penting untuk memberi operator kontrol lalu lintas udara, mengoordinasikan operasi tempur, dan mendeteksi ancaman yang masuk.

Batu loncatan untuk membangun kapal induk lebih besar

4. Membawa helikopter tempur canggih 

Kapal induk Shandong membawa Helikopter ZH-18J yang memiliki radar yang kuat, yang bisa memberikan peringatan dini terhadap pesawat tempur dan rudal musuh yang datang. 

Radar di helikopter ZH-18J menjadikan lebih efektif dan meningkatkan kemungkinan kapal induk Shandong untuk menghindari serangan.

Beberapa komentator menyebutkan, kapal induk Shandong akan membawa pesawat radar udara KJ-600, yang sangat mirip dengan E-2 Hawkeye milik AS. 

Pesawat KJ-600 akan lebih unggul dari helikopter ZH-18J karena mampu terbang lebih tinggi, lebih cepat, dan lebih jauh. Tapi, masih ada banyak keraguan, pesawat bertenaga turbo-prop ini bisa lepas landas dari Shandong.

Selain itu, kapal induk Shandong membawa helikopter ZH-18F yang dilengkapi torpedo, sonar, dan radar pencarian permukaan yang bisa bisa periskop yang menonjol, untuk memburu kapal selam musuh. 

Itu adalah misi penting karena perlombaan senjata kapal selam yang saat ini terjadi di Pasifik, dan siluman akustik superior kapal selam Virginia juga Ohio yang bertenaga nuklir milik Angkatan Laut AS.

5. Batu loncatan untuk membangun armada kapal induk yang lebih besar

Shandong mungkin menjadi satu-satunya kapal induk Tipe 002 yang bergabung di Angkatan Laut PLA. Sebab, dua kapal induk yang saat ini China bangun akan lebih besar.

China membuat Shandong untuk membangun pengalaman dalam pembuatan jenis kapal yang belum pernah mereka bikin sebelumnya, dan memberi  lebih banyak waktu untuk melatih pilot juga awak dalam operasi kapal induk

Namun, untuk saat ini, Shandong akan menjadi pusat perhatian dalam operasi PLA di Laut China Selatan dari yang berlayar dari pangkalan di Sanya, juga dekat dengan pangkalan utama kapal selam rudal balistik nuklir.

Uji Coba

Shandong melakukan uji coba laut hanya beberapa hari setelah Gedung Putih merilis sebuah laporan yang mengkritik meningkatnya penggunaan kekuatan ekonomi dan militer China untuk memaksa negara-negara mengadopsi pandangan dunia China.

Laporan tersebut, Pendekatan Strategis Amerika Serikat untuk Republik Rakyat Tiongkok, dirilis pada 20 Mei dan diharuskan oleh Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional tahun 2019.

Pesawat tempur J-15 siap lepas landas dari kapal induk China
Pesawat tempur J-15 siap lepas landas dari kapal induk China ((AFP))

“Beijing bertentangan dengan retorikanya dan mengabaikan komitmennya kepada tetangganya dengan terlibat dalam kegiatan militer dan paramiliter yang provokatif dan memaksa di Laut Kuning, Laut Cina Timur dan Selatan, Laut Selat Taiwan, dan daerah perbatasan Sino-India,” lapor Gedung Putih.

Pada hari Jumat, selama briefing yang sama ia mengkonfirmasi uji coba laut Shandong, Ren membalas klaim laporan Gedung Putih.

“Situasi saat ini di Laut China Selatan umumnya stabil. Amerika Serikat mengirim kapal perang dan pesawat ke Laut China Selatan untuk melakukan apa yang disebut operasi navigasi untuk melakukan pengintaian jarak dekat terhadap pulau-pulau dan terumbu karang Tiongkok dan mengadakan latihan militer yang ditargetkan. Operasi-operasi ini adalah pendorong nyata untuk militerisasi Laut China Selatan."

Tiongkok mendesak pihak AS untuk menghormati upaya yang dilakukan oleh negara-negara di kawasan itu untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan dan membuat upaya yang lebih positif dan konstruktif, ”kata Ren.

Tiongkok mengirim Shandong melalui Selat Taiwan pada bulan Desember, tak lama setelah ditugaskan dan hanya beberapa minggu sebelum pemilihan presiden Taiwan.

Pada saat itu, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, dari Partai Progresif Demokratik pro-kemerdekaan, berlomba-lomba untuk pemilihan kembali. Dia memenangkan pemilihan dengan margin yang nyaman.

Armada kapal selam AS

AS telah mengerahkan pasukan kapal selam dalam operasi tanggap darurat di wilayah Pasifik Barat di tengah meningkatnya ketegangan hubungan dengan China.

Kapal selam Amerika Serikat ()
Pengerahan kapal selam tersebut untuk mendukung kebijakan bebas dan terbuka di Indo-Pasifik. Tujuannya adalah untuk melawan operasi China di Laut China Selatan.

Untuk itu, AS mengerahkan tujuh kapal selam, termasuk enam kapal selam yang berbasis di Guam, USS Alexandria yang berbasis di San Diego dan beberapa kapal berbasis di Hawaii, akan bergerak dalam satu armada perang.

Kapal selam Amerika Serikat ()
Kapal selam Amerika Serikat () (via Tribunnews)

Komandan Sub-Pasukan Pasifik, Laksamana Muda Blake Converse mengatakan, operasi ini merupakan demonstrasi kesediaan mereka untuk membela kepentingan dan kebebasan navigasi di bahwa hukum internasional.

Kapal selam serangan ini dipersenjatai dengan torpedo dan rudal jelajah Tomahawk dan juga mempu melakukan pengawasan rahasia.

Angkatan Laut AS telah mempertahankan armada kapal perang di Pasifik Barat sebagai untuk kekuatan di kawasan tersebut di tengah meningkatnya ketegangan dengan China di Laut China Selatan dan silang pendapat terkait pandemi virus corona.

AS menuduk China meningkatkan pendudukannya atas pulau-pulau buatan manusia dan menganggu negara-negara lain di tengah upaya mereka menangani krisis covid-19 yang berawal dari Wuhan, China.

Platform intelijen Stratfor mengatakan, AS dan China telah mempertahankan kecepatan operasional yang kuat di Laut Cina Selatan di tengah meningkatnya ketegangan dan covid-19.

Menteri Pertahanan AS, Mark Esper mengatakan: "Ketika militer AS menangani covid-19 di rumah, kami tetap fokus pada misi keamanan nasional kami di seluruh dunia," ujarnya seperti dilansir Express, pekan lalu.

“Banyak negara telah beralih ke dalam untuk pulih dari pandemi, dan sementara itu, pesaing strategis kami berusaha untuk mengeksploitasi krisis ini untuk keuntungan mereka dengan mengorbankan negara lain.

Esper menuduh Beijing meningkatkan kampanye disinformasi untuk mengalihkan kesalahan atas virus dan melindungi citranya.

Dia mengatakan AS terus melihat perilaku agresif dari Tentara Pembebasan Rakyat di Laut China Selatan, mulai dari mengancam kapal angkatan laut Filipina hingga menenggelamkan kapal nelayan Vietnam dan mengintimidasi negara-negara lain untuk terlibat dalam pengembangan minyak dan gas lepas pantai.

Esper mengatakan dua kapal AS menyelesaikan kebebasan operasi navigasi di Laut China Selatan minggu sebelumnya untuk mengirim pesan yang jelas ke Beijing bahwa kami terus melindungi kebebasan navigasi dan perdagangan untuk semua negara besar dan kecil.

Kapal penjelajah berpeluru kendali USS Bunker Hill melakukan "FONOP" di Kepulauan Spratly, dan kapal perusak USS Barry berlayar dua kali melalui Selat Taiwan dan melalui Kepulauan Paracel di wilayah sengketa yang diklaim Cina sebagai miliknya.

* Indonesia dan Malaysia Makin Tertekan di Laut Cina Selatan, ASEAN Harus Bersatu Lawan Tiongkok

Konflik besar selama lebih dari satu bulan awal tahun ini membekap China, Malaysia, dan Indonesia di dekat pulau Kalimantan di Laut Cina Selatan.

Awalnya, menurut CNN, kapal Malaysia, Capella Barat, sedang mencari ikan di perairan juga diklaim oleh Beijing.

Lalu kapal survei Tiongkok dan kapal penjaga pantai, berlayar ke daerah tersebut dan mulai melakukan pemindaian, menurut gambar satelit yang dianalisis oleh Institut Transparansi Maritim Asia (AMTI).

Malaysia mengerahkan kapal laut ke daerah itu, yang kemudian didukung oleh kapal perang AS yang melakukan latihan bersama di Laut China Selatan.

Beijing mengklaim sedang melakukan kegiatan normal di perairan di bawah yurisdiksi Tiongkok, tetapi selama bertahun-tahun kapal-kapal Tiongkok dituduh memburu negara-negara yang mencoba mengeksplorasi sumber daya di perairan yang diklaim China sebagai miliknya.

Sekarang, para ahli mengatakan kapal-kapal China mengadopsi taktik yang semakin kuat, yang berisiko memicu konflik baru dengan kekuatan regional utama seperti Malaysia dan Indonesia.

Greg Polling, direktur AMTI, mengatakan negara-negara itu lebih penting daripada sebelumnya karena kapal-kapal China memperluas jangkauan mereka di kawasan itu, sebagian besar karena pembangunan lanjutan pulau-pulau buatan Beijing di Laut China Selatan.

"(Kepulauan) itu menyediakan pangkalan depan untuk kapal-kapal Cina, secara efektif  mengubah Malaysia dan Indonesia menjadi negara-negara garis depan," kata Polling.

"Pada hari tertentu, di sana sekitar selusin kapal penjaga pantai berdengung di sekitar Kepulauan Spratly, dan sekitar seratus kapal nelayan, siap berangkat."

9 garis putus-putus

Laut China Selatan adalah salah satu daerah yang paling diperebutkan di dunia, dengan klaim yang bersaing dari Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, Taiwan, dan Indonesia.

Klaim teritorial Beijing, yang dikenal sebagai garis sembilan garis putus-putus, karena tanda yang tercetak pada peta China di wilayah tersebut, yang sejauh ini merupakan yang terbesar dan mencakup hampir keseluruhan laut, dari Pulau Hainan hingga ke Indonesia.

Klaim China tidak memiliki dasar di bawah hukum internasional dan dinyatakan tidak sah dalam putusan pengadilan internasional 2016.

Meskipun demikian, sejak sekitar 2015 pemerintah China mulai meningkatkan ambisi teritorialnya dengan membangun pulau-pulau buatan di atas terumbu dan beting di Laut China Selatan, dan kemudian militerisasi mereka dengan strip pesawat, pelabuhan, dan fasilitas radar.

"Pulau-pulau ini penuh dengan radar dan kemampuan pengawasan, mereka melihat semua yang terjadi di Laut China Selatan," kata Polling.

"Di masa lalu, China tidak tahu di mana kamu mengebor. Sekarang mereka pasti tahu."

Para ahli mengatakan Beijing telah menciptakan armada penjaga pantai dan kapal penangkap ikan Tiongkok yang dapat dikerahkan di Laut China Selatan untuk mengganggu kapal penuntut lain atau berlayar di daerah yang sensitif secara politik.

Agresi meningkat

Konfrontasi atas kapal Malaysia bukanlah tindakan agresi pertama oleh pemerintah China di wilayah tersebut pada tahun 2020.

Tahun dimulai dengan kebuntuan di Kepulauan

DIujung paling selatan Laut China Selatan, wilayah yang diklaim oleh China dan Indonesia.

Kapal-kapal dari kedua negara terlibat dalam kebuntuan, yang dimulai ketika kapal penangkap ikan China mulai beroperasi di dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Akhirnya, Indonesia mengerahkan para pesawat Fighter F-16 dan kapal-kapal angkatan laut ke pulau-pulau itu dan Presiden Joko Widodo secara pribadi terbang ke daerah itu, dalam suatu pertunjukan kekuatan yang tidak biasa dari negara tersebut.

Pada bulan April, sebuah kapal pengintai maritim Tiongkok menabrak dan menenggelamkan kapal nelayan Vietnam di dekat Kepulauan Paracel yang disengketakan di Laut China Selatan.

Tindakan itu mendorong Vietnam untuk mengirim catatan diplomatik ke PBB yang menyatakan kembali kedaulatannya atas zona ekonomi eksklusifnya di Laut China Selatan.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Geng Shuang menanggapi dengan mengatakan China akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan Beijing di kawasan itu.

"Saya ingin menekankan ini: upaya negara mana pun untuk meniadakan dengan cara apa pun kedaulatan, hak, dan kepentingan China di Laut China Selatan dan untuk memperkuat klaim ilegal sendiri pasti tidak membuahkan hasil," kata Geng.

Ketidakamanan

Beijing memiliki sejarah panjang melecehkan kapal-kapal negara lain di Laut China Selatan, sebagian besar dari Vietnam dan Filipina dan kadang-kadang juga dari Malaysia dan Indonesia.

Di masa lalu, para diplomat China telah membantu menenangkan pihak-pihak yang dirugikan, tetapi para ahli mengatakan dampak dari coronavirus dan munculnya apa yang disebut diplomasi "prajurit serigala" di Beijing telah menghilangkan pemutus arus dalam hubungan antara China dan para pesaing regionalnya.

"Apa yang berubah adalah mereka benar-benar melepas sarung tangan secara diplomatis. Pernyataannya kurang ajar dan tidak membantu," kata Polling.

Para ahli mengatakan meningkatnya kekuatan Beijing di wilayah ini sebagian didorong oleh pandemi global coronavirus, yang telah memberikan pukulan berat terhadap pertumbuhan ekonomi China yang cepat dan merusak reputasi internasional negara itu.

Pada pertemuan parlemennya pada bulan Mei, pemerintah China tidak menetapkan target untuk pertumbuhan PDB tahunan untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, sebuah tanda bahwa mereka khawatir akan penurunan kinerja ekonomi.

Pada saat yang sama, ketegangan meningkat dengan Amerika Serikat dan Eropa mengenai peran Beijing dalam menahan wabah awal dan apakah itu memberi dunia cukup waktu untuk menanggapi pandemi, yang telah menewaskan lebih dari 380.000 orang.

Khawatir muncul seolah-olah cengkeramannya pada kekuasaan tergelincir, Partai Komunis yang berkuasa melipatgandakan retorikanya dan pada agenda nasionalistiknya, yang meliputi kontrol Laut China Selatan, kata para pakar.

Beijing sangat ingin mengembangkan narasi bahwa AS mundur sebagai kekuatan global untuk memperkuat cengkeramannya di kawasan ini, kata Ian Storey, rekan senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura.

"Ini akan ingin menunjukkan kepada penuntut Asia Tenggara bahwa kekuatan militer Amerika sedang menurun dan komitmennya terhadap kawasan itu berkurang," kata Storey.

"(Ini ingin menunjukkan bahwa) masalah ekonomi yang dihadapi Tiongkok tidak akan berdampak pada kebijakannya di Laut China Selatan."

Sejauh ini, Malaysia dan Indonesia telah berusaha menghindari membiarkan Laut China Selatan mendominasi hubungan mereka dengan Cina, tetapi dengan Beijing menandai wilayahnya di wilayah itu, masa diplomasi yang sunyi mungkin tidak bertahan selamanya.

"Pada tingkat agresi apa itu menjadi mustahil untuk diabaikan? ... Pada titik apa mereka menambahkan suara mereka ke kritik yang telah Anda dapatkan selama bertahun-tahun dari Hanoi dan Manila?" Polling AMTI mengatakan.

Bersatu hadapi Beijing

Menghadapi kehadiran China di ambang pintu masuk negara mereka, sekarang mungkin waktu nya bagi negara-negara Asia Tenggara untuk bersatu dan menghadapi Beijing di wilayah tersebut.

Namun Storey mengatakan dengan kekuatan regional yang disibukkan dengan coronavirus serta krisis ekonomi dan politik mereka sendiri, harapan untuk bersatu dalam Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tidak mungkin terjadi.

"Tidak peduli seberapa keras China mendorong, saya tidak berpikir kita akan melihat anggota ASEAN bergabung dan mempersembahkan front persatuan yang kuat melawan China," katanya.

"Saya pikir ke depan dalam enam bulan ke depan, menjelang akhir 2020, kita dapat mengharapkan China untuk menggandakan perilaku tegas di Laut China Selatan."

Malaysia telah lama bekerja untuk menyeimbangkan manfaat hubungan yang erat dengan China dengan menjalankan kebijakan luar negerinya sendiri, kata Polling AMTI, yang mengapa bentrokan sebelumnya dengan kapal-kapal China di perairan Malaysia dijauhkan dari media sebanyak mungkin.

Indonesia di masa lalu menembaki kapal-kapal penangkap ikan Tiongkok yang gagal meninggalkan perairannya, dan perilaku keras Presiden Widodo pada Januari menunjukkan dia tidak akan diam ketika Beijing pindah ke Kepulauan Natuna.

Tetapi para ahli mengatakan China tidak akan mudah dihalangi.

"Beijing yakin itu dapat melemahkan oposisi Indonesia; dan pada akhirnya Indonesia, seperti halnya Malaysia, akan menyadari bahwa ia tidak punya banyak pilihan selain mengakomodasi kehadiran Cina," tulis rekan senior Lembaga Penelitian Kebijakan Luar Negeri Felix Chang pada Januari.

Tetap saja, ada risiko juga bagi pemerintah China. Amerika Serikat telah meningkatkan kebebasan operasi navigasi di Laut China Selatan, memegang separuh dari jumlah tersebut dalam lima bulan pertama tahun 2020 seperti yang terjadi di seluruh tahun lalu.

Washington juga bekerja untuk secara langsung mendukung negara-negara Asia Tenggara di Laut China Selatan. Angkatan Laut Malaysia menerima batch pertama dari pesawat pengintai dari AS pada Mei.

Dan, selama operasi Capella Barat, kapal perang Angkatan Laut AS melakukan apa yang Angkatan Laut AS sebut "operasi kehadiran" di dekat kapal sementara sedang dipantau oleh kapal-kapal China.

"AS mendukung upaya sekutu dan mitra kami dalam mengejar kepentingan ekonomi mereka secara sah," Wakil Laksamana Bill Merz, komandan Armada ke-7 AS, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada saat itu.

Berbicara dalam sebuah kuliah umum pada bulan Mei, James Holmes, seorang profesor di US Naval War College dan mantan perwira Angkatan Laut, mengatakan bahwa ketika Beijing mendorong lebih keras di Laut China Selatan, AS mungkin terlihat seperti taruhan yang lebih baik untuk seorang teman tetap.

"Saya pikir China telah benar-benar bermain berlebihan secara serius dengan menjadi penindas dan dengan begitu agresif," kata Holmes.

"Itu mulai menyatukan sekutu yang mengkhawatirkan agresi China ... Semakin China mendorong semakin banyak mitra koalisi yang cenderung bersatu dan mendorong balik."

Setiap dorongan kembali bisa merugikan Beijing secara ekonomi.

China memiliki hubungan dagang yang erat dengan banyak negara tetangga di kawasan itu, seperti Filipina, Malaysia, dan Indonesia, dan membutuhkan mereka untuk bagian-bagian dari agenda internasionalnya seperti Inisiatif Belt and Road yang banyak disuarakan - jaringan yang saling terkait di negara-negara mengenai perjanjian perdagangan regional dan proyek infrastruktur.

"Saya pikir sudah ada banyak kegelisahan di wilayah ini tentang bagaimana China menggunakan Covid-19 untuk mendorong klaimnya di Laut China Selatan," kata Storey, dari ISEAS-Yusof Ishak Institute.

"Tiongkok tidak akan ingin sepenuhnya menghancurkan hubungannya dengan Asia Tenggara dengan mendorong terlalu keras."

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Indonesia dan Malaysia Makin Tertekan di Laut Cina Selatan, ASEAN Harus Bersatu Lawan Tiongkok, https://jogja.tribunnews.com/2020/06/08/indonesia-dan-malaysia-makin-tertekan-di-laut-cina-selatan-asean-harus-bersatu-lawan-tiongkok?page=all

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul RRC Kerahkan Kapal Induk Terbaru, Amerika Kirim 7 Kapal Selam, Laut China Selatan Memanas, https://www.tribunnews.com/internasional/2020/06/09/rrc-kerahkan-kapal-induk-terbaru-amerika-kirim-7-kapal-selam-laut-china-selatan-memanas?page=all.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved