Mahathir Mohamad Ingatkan Negara yang Utang ke China sebagai Jebakan, Berapa Pinjaman Indonesia?
Mahathir Mohamad masih menjabat PM Malaysia, dia berujar jika tak bisa melunasinya maka negara pengutang akan berada di bawah kontrol China
POS-KUPANG.COM -- Politisi gaek Malaysia Mahathir Mohamad yang mundur sebagai PM Malaysia pada Februari lalu mengundurkan diri, pernah memberikan peringatan keras bagi negara manapun yang berutang ke China.
Bagi Mahathir Mohamad, utang dari China adalah jebakan.
Saat Mahathir Mohamad masih menjabat sebagai Perdana Menteri (PM) Malaysia, dia berujar jika tak bisa melunasinya maka negara pengutang akan berada di bawah kontrol China.
Hal ini membuat Mahathir Mohamad harus pergi jauh-jauh ke Jepang untuk ber- utang.
Gali lubang tutup lubang, utangan dari Jepang itu untuk melunasi utang Malaysia ke China.
Mengutip Kontan.co.id, Selasa (19/3/2019) lalu Mahathir Mohamad melontarkan peringatan ini lantaran Filipina ia sebut sedang mendapat gelontoran dana dari Investor asal China.
• Rocky Gerung Sebut Kandidat Pilpres 2024,Ada Anies Baswedan, Sandiaga Uno & Prabowo, Tak Sebut Ahok?
• Sebut Ahok Kumpul Uang Untuk Pilpres 2024, Roy Suryo Ditegur Tigor Doris Sitorus, Anak Buah Jokowi

Mahathir Mohamad memperingatkan agar Filipina berhati-hati mengenai potensi jebakan yang bisa menimpa mereka jika tak bisa melunasi pinjaman layaknya Malaysia.
China sedang 'menjajah' negara-negara yang lebih kecil dengan meminjamkan sejumlah besar uang yang tidak akan sanggup mereka dibayar.
Tahun 2018, bahkan negara ini sudah dituduh memanfaatkan pinjaman besar-besaran agar dapat merebut aset dan membangun pangkalan militer di negara-negara kecil dunia ketiga.
Negara-negara berkembang mulai dari Pakistan hingga Djibouti, dari Maladewa hingga Fiji, semua berutang besar ke Cina.
Bukan sekadar perkiraan, dilansir dari The Sun, nyatanya memang sudah ada negara yang menunggak utang.
Negara ini juga dipaksa untuk menyerahkan kendali aset negaranya atau harus mengizinkan China untuk mempunyai pangkalan militer di negara tersebut.

Mereka menawarkan pinjaman bagi negara-negara yang tidak mampu membayar, dan kemudian menuntut konsesi ketika mereka gagal.
Salah satu yang harus menanggung konsesi ini adalah Srilanka.
Tahun 2017 Srilanka menyerahkan pelabuhan ke perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah China dengan sewa 99 tahun.
Sementara itu, di Djibouti, tempat markas utama militer AS di Afrika, juga tampaknya akan menyerahkan kendali atas pelabuhan ke perusahaan Beijing.
Maret 2018 lalu, mantan Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson mengatakan bahwa Beijing melakukan praktik peminjaman predator, dan transaksi korup untuk menjadikan negara-negara kecil terbelit utang untuk kemudian melemahkan kedaulatan mereka.