Gubernur Viktor Tak Pernah Libur

Sudah 1,8 tahun, waktu dihitung telah berlalu sejak pelantikannya 2018, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Yosef Nae Soi, memimpin ini NTT

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Gubernur Viktor Tak Pernah Libur
Dok
Logo Pos Kupang

Oleh: Pius Rengka, Wartawan Senior

POS-KUPANG.COM - Sudah 1,8 tahun, waktu dihitung telah berlalu sejak pelantikannya 2018, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Yosef Nae Soi, memimpin ini NTT. Sejak itu, serial pidato Gubernur dan Wakil dicatat khalayak. Disimpan diam-diam dalam rak benak masing-masing orang, sambil menanti gerangan apakah eksekusi lanjutan yang bakal dilakukan setelahnya. Itu semua dicatat, agar setara apa yang dikatakan atau diucapkan sesuai dengan apa yang dikerjakan di lapangan.

Gubernur pun tak jemu-jemu memasarkan serangkai motivasi. Serial motivasi disuguhkan kepada rakyat, digelar di setiap peluang seremonial, resmi maupun kultural. Entahkah itu di kampung, di tepi kota, ataukah di sebuah cekungan lembah di pedalaman Sumba, Timor, Alor, Semau dan Flores. Hingga hari ini.

Harlah Pancasila Saat Pandemi Covid-19

Tercatat. Rata-rata lama durasi pidato Gubernur Victor Laiskodat, 40 sampai 60 menit. Membosankan? Tidak. Masyarakat tampak setia mendengar, tekun mencermati dan bahkan terkesan seperti semua isi pidato gubernur itu memantulkan dahaga harapan rakyat itu sendiri yang selama ini didambakan dan dirasakan.

Banyak orang tahu. Sudah banyak hujan program pembangunan masuk di ini NTT. Sudah pula triliunan rupiah tumpah ruah ke semua arah rusuk masuk kampung di gudang-gudang kemiskinan NTT. Tetapi, anehnya yang selalu makmur menyusul deburan ombak uang triliuanan itu adalah kaum oligarkhis, elit kota kelas tengah atas, entah eksekutif legislatif. Data manusia miskin mengkonfirmasi narasi ini.

Permbangunan, terkesan melayani para pembuat kebijakan publik. Seolah-olah publik cukup dianggap bijak menjadi variable di ruang public demokrasi, tatakala mereka terlibat pemilu, diam melihat proses pembangunan, dan menelan ludah pahit mengelus dada kurus lantaran digerus aneka jenis derita nan duka.

Saat New Normal, Gugus Penanggulangan Covid-19 Terapkan Protokol Kesehatan Bagi ASN

Kita juga mencatat. Ada pula pejabat bahkan gubernur di NTT, yang agak gemar mendandan dirinya sendiri dengan aneka pernik konstruksi tempat tinggalnya di bumi alam nan fana ini. Suka pula berpesta ria di tengah tengadah mata memelas petani yang meminta kemiskinannya segera tuntas sudah. Elit oligrakhi itu, agak gemar memuaskan nafsu dahaga materialisme sambil meninggalkan sapaan adikodrati yang memuliakan pembebasan manusia demi kemanusiaan itu sendiri.

Tampaknya, tempik sorak riuh rendah tepuk tangan rakyat terbang nun jauh ke langit biru harapan tatkala Victor Laiskodat pidato. Isi pidato itu, semacam pantulan tangisan dan kertak gigi rakyat atas dera derita dari kaum tertindas. Rakyat bermimpi dalam harapan.

Mereka berharap agar impian itu segera menyata dalam tubuh kenyataan, setelah disadari telah amat sangat lama hidupnya dikepung dirundung malang. Teriakan Viva Victor Jos yang sayup-sayup disaput kalbu terluka, semacam gemuruh gelombang samudra yang membangunkan kesadaran biasa dalam kepungan larut malam. Buih harapan itu bergelombang menembus hingga jauh ke Jl. Antarnusa, Liliba, Kecamatan Oebobo.

Diksi-diksi yang dipakai gubernur, terang lugas tanpa basa-basi. Lurus dan telanjang. Gubernur Victor, tiga pekan lalu di rumah pribadinya di bilangan Walikota Kupang, menyebutkan, ucapannya amat sangat telanjang. Telanjang metaforis.

Menurutnya, "telanjang" itu adalah kejujuran. Tiada sesuatu yang disembunyikan. Jadi, terus terang, telanjang itu teras depan dari batin nan jujur. Ucapan lepas tanpa beban pribadi. "Saya berkata lugas kepada siapa pun. Ucapan itu, sama sekali tak terkait dengan benci pribadi. I have no time to do that," katanya

Jika Gubernur melihat fakta orang berpikir lambat atau bertindak tanpa berpikir cepat, dia langsung mengatakan bodoh. Jika ada orang bergerakan pelan dan terkesan lelet, maka kata malas akan pasti diucapkannya. Begitupun ketika kata namkak (goblok) itu diucapkannya ketika dia sangat geram dengan para pemimpin yang lamban mengambil keputusan tak sensitive penderitaan rakyat.

Ucapan-ucapan mana terasa belum biasa diucapkan para pemimpin sebelumnya, sekurang-kurangnya pasca kepemimpinan Ben Mboi. Kata-kata sifat itu, diucapkannya begitu saja tanpa beban, entah diarahkan kepada masyarakat biasa, birokrat eksekutif, bahkan juga kepada para sahabatnya anggota DPRD dan petugas hukum. Lambat laun, kata-kata yang dipakainya dirasakan lumrah. Bahkan, terasa sebagai refleksi atas kebenaran empiric tentang kita kini dan di sini.

Dalam sebuah pertemuan dengan bupati. Bupati berkata, kebijakan Gubernur membangun jalan propinsi sangat syarat imainasi dan romantisme politik balas dendam lantaran proyek jalan propinsi dipindahkan dari satu wilayah kabupatennya ke kabupaten lain yang telah dipatok sebelumnya.

Dengan lantang, Victor berkata: "Berhenti kau bicara soal politik itu. Jika saya mau berpolitik dengan cara pikir kampungan begitu, saya tidak akan membangun jalan propinsi di Ngada, Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat, karena saya tidak didukung oleh pendukung politik electoral di situ. Saya kalah telak di situ.

Tetapi saya harus membangun jalan propinsi di semua kawasan yang disebutkan itu karena memang rakyat di situ sungguh-sungguh membutuhkan pelayanan jalan propinsi yang berkualitas baik. Kita harus kontrol kontraktor buruk yang mengerjakan proyek berkualitas rendah. Saya pasti tindak dan seret kontraktor ke ranah hukum jika kerja main-main. Jadi, stop omongan gak bermutu itu ya Bung," ujarnya.

Sekali lagi, tercatat, banyak serat-serat motivasi diucapkan gubenur dan wakil gubenur yang sekiranya jika diikuti tekun khalayak, maka NTT segera bersalin rupa dari wajah compang camping kemiskinan ke muka suka bersinar penuh pesona. Misalnya, soal maksimalisasi ladang pertanian yang diimpikan Gubernur. Pertanian menjadi sektor andalan selain pariwisata, pabrik garam industri, kelornisasi, sophianisasi dan peternakan sapi, babi dan lainnya.

Gubernur Victor yakin seyakin-yakinnya, jika mobilisasi dan maksimalisasi seluruh lahan pertanian rakyat, yang dikerjakan dengan teknologi, bibit berkualitas, sistem kerja tepat, maka tak ada cukup alasan bagi NTT untuk tetap menetap dalam pelukan kemiskinan.

Victor Laiskodat selalu kepada stafnya menekankan pentingnya data akurat, agar kebijakan pembangunan NTT presisif.

Namun, sialnya, serbuk bibit motivasi, dorongan, dan cahaya perspektif perubahan cepat itu, justru disiram pada taman lama yang di tengahnya ditumbuhi rumput tantangan pemerintah yang tetap sama dari waktu ke waktu. Lamban, pelan dan minus kreativitas dan inovasi.

Semua jenis motivasi briliant itu, masuk dalam kawah kultur kerja petani ladang dan ternak. Waktu selalu dipandang sebagai lingkaran siklis. Bagi para petani dan peternak, waktu akan selalu datang kembali. Karenanya, tak perlulah tergesa-gesa. Santai saja. Kultur ini bersarang rapuh sangat lama, sehingga menjadi kepercayaan bahkan berubah menjadi sejenis keyakinan. Itulah juga yang menyebabkan Victor Jos, terdorong bicara kasar kepada staf di lingkungan birokrasi.

Namun, Victor Jos menempatkan staf yang diduga tepat, profesional, dan jauh dari imajinasi balas dendam balas jasa itu. Balas dendam, menyemai bibit dendam baru. Balas jasa dimungkinkan peluang penempatan orang yang tidak layak dan pantas.

Victor Jos mau membangun postur birokrasi superteam, bukan superman. Di situlah ujian Victor Jos di waktu tiga setengah tahun tersisa.

Di Tesbatan

Victor Bungtilu Laiskodat melakukan peletakan batu pertama pembangunan Gereja Lahairoi Tubu, di Desa Tesbatan, Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang, Minggu, 21 April 2019. Dia meminta seluruh jemaat mengembalikan Amarasi lumbung pangan di Kupang (Sumber: Biro Humas dan Protokol Pemprov NTT).

"Dulu, sebelum pemekaran, Amarasi memiliki Camat cerdas. Namanya Feky Koroh. Dia mampu membuat Amarasi diperhitungkan di NTT, mulai dari pertanian, perkebunan dan peternakan. Sebagai Gubernur saya akan mengembalikan kejayaan Amarasi. Saya tidak mau, kerja saya kalah dari Camat. Oleh karena itu, saya minta pola pikir dan kerja kita tidak biasa-biasa saja. Kebiasaan lama harus ditinggalkan. Berpikir out of the box, bekerja luar biasa," katanya.

Diingatkannya, masyarakat tidak boleh lupa menanam marungga secara masif. Diyakininya, tanaman ini tak hanya kasiatnya dikenal sejak lama, tetapi juga dari aspek bisnis, kelor dapat dikembangkan untuk kepentingan eksport. Saya minta kita terus menanam marungga, apalagi Amarasi adalah daerah tropis yang sangat cocok untuk pertumbuhan marungga. Marungga pun menjadi bahan dasar untuk membuat sabun dan shampo," jelas Gubernur Viktor.

Menurutnya, dalam satu tahun orang NTT menghabiskan Rp. 3 triliun, untuk pemakaian sabun dan shampo. "Saya berupaya agar dalam waktu yang tidak terlalu lama, NTT memproduksi sabun dan shampo sendiri dengan bahan dasar marungga," jelasnya. Selain marungga, Viktor minta masyarakat menanam pinang.

"Orang NTT pemakan pinang nomor satu di Indonesia. Tapi, herannya, pinang yang dikonsumsi itu kurang lebih 60 persen dari Sumatera Barat. Sayangnya provinsi kita miskin, malah menyumbang daerah lain demi konsumsi barang yang dapat diadakan sendiri. Nominalnya Rp. 1 miliar/hari. Sekali lagi, saya ingatkan para pengunyah pinang, tanam pinang di halaman rumahnya sendiri," katanya.

Sejak awal kepemerintahannya, Victor Jos tak tinggal diam. Karena pasangan ini bertekad untuk menyelesaikan kemiskinan NTT dalam batas waktu yang tidak terlalu lama. Karena itu, meski jebakan penjara wabah Corona-19 mengurung semua kawasan, pasangan ini tampak terus bergerak, mencari cara yang pas, meski jauh dari publikasi. Tetapi, disadarinya, banyak opini beredar luas di luar, terutama dari kalangan terbatas yang berupaya menyihir khalayak dengan isu, sinisme dan framing media yang tak seimbang, seolah-olah pemerintah Victor Jos, selain berkata-kata kasar, tetapi juga tak berbuat apa-apa dan membuat keputusan strategis tanpa dasar wenang yang kuat.

Tercatat, kunjungan rutinnya di berbagai kampung, tak terpantau media. Sementara rapat koordinasi yang dilangsungkan secara teleconference ke Jakarta, kabupaten dan internal kantor Gubernur berlangsung justru lebih rutin sejak corona-19 menghajar daerah ini tiga bulan silam.

Keputusan strategis dan taktis yang diambil bukan kumpulan tindakan spekulatif tanpa dasar wenang dan arah jelas. Karena itu framing yang diciptakan kalangan tertentu, jelas agak melukai kebenaran fakta itu, apalagi secara sepihak melakukan publikasi murahan dengan tudingan tanpa data kuat. "Saya minta data, data, dan data. Bukan, katanya, katanya dan katanya, atau kabarnya," katanya.

Tatkala diwawancarai di kantor Gubernur NTT, pekan lalu, Gubernur dan Wakil Victor dan Josef Nae Soi barusan usai online dengan petugas WHO, Gugus Tugas Pempus, terkait gerakan muhibah sebar virus dan kecenderungan slow downnya. Informasi yang diperolehnya itulah yang menjadi alasan kuat Gubernur Victor berani mengambil sikap membuka aktivitas rutin pemerintah.

Apakah Gubernur antikritik? Tanya saya enteng. "Sejak kapan Anda berpikir saya berpikir seperti itu? Saya suka pemikiran kritis. Saya suka orang cerdas dan saya sering bergaul dengan banyak orang sangat cerdas. Tetapi, kecerdasan yang tidak dibimbing oleh semangat negatif, apalagi mengandalkan pengandaian analisis dari sumber media sosial tanpa basis data kuat. Saya ke NTT ini untuk menolong manusia. Saya tidak pernah libur untuk urusan perang pembebasan kaum miskin. Saya ingin memerangi kemiskinan itu karena saya sangat obsesif dengan ajaranNya," katanya sambil mengutip spirit moral pembebasan dari Dia Yang Tersalib di Golgota. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved