Ganti Helmi Yahya, Iman Brotoseno Dihujat, Roy Suryo Bongkar Masa Lalu Dirut TVRI Itu, Sebut PKI
Ganti Helmi Yahya, Iman Brotoseno Dihujat, Roy Suryo Bongkar Masa Lalu Dirut TVRI Itu, Sebut PKI
Itu kan merupakan rangkaian kultwit dari bedah buku Memahami Konroversi sejarah Orde Baru dimana merangkum berbagai sejahrawan seperti Taufik Abdullah, Anhar Gonggong, Asvi Warman Adam dll.
Terlebih kalau melihat rekam jejak saya, saya terbiasa bicara tentang sejarah. Karena saya memang penyuka sejarah.
Tulisan saya banyak, tidak saja soal sejarah.
• Nyaris Bentrok, Polisi dan TNI Redam Konflik Sengketa Lahan di Were 2 Golewa Selatan
• Sampah Menggunung di Jembatan Mangulewa 1 Kabupaten Ngada, Simak Info
• Sampah Menggunung di Jembatan Mangulewa 1 Kabupaten Ngada
• GKS Payeti Waingapu Berbagi Kasih di Tengah Pandemi Covid-19
• GKS Payeti Waingapu Berbagi Kasih di Tengah Pandemi Covid-19
Tapi juga soal Islam dan Kebangsaan. Saya selalu berprinsip dengan sejarah kita melihat cermin kita sendiri.
Pak Roy sebagai intelektual sebaiknya tidak memframing.
Apalagi Pak Roy juga seorang pelaku fotografi, dimana perpaduan intelektual dan seni biasanya menghasilkan pemikiran yang jernih dan berbasis pengetahuan.
Kalau Pak Roy ingin membaca koleksi buku buku saya dan berdiskusi soal sejarah, maka dengan senang hati saya akan berbagi. Siapa tahu saya juga bisa belajar Fotografi sama Pak Roy.
Ini memang merepotkan dimana hal hal seperti ini selalu dijadikan plintiran dan framing.
Sehingga lebih baik saat ini saya memilih mengnonaktifkan akun twitter saya agar saya bisa focus bekerja saja.
Pesan saya, agar masyarakat harus membiasakan dengan budaya literasi yang sehat, termasuk melakukan check balance, sehingga keakuratan informasi terjaga.
Sekali lagi pemikiran dan tulisan intelektualitas saya bisa jadi pencarian jawaban atas ruang dialektika yang terjadi di masyarakat termasuk sejarah, sosial bahkan agama .
Terkait twitt soal hari kesaktian pancasila, Iman brotoseno menjelaskan, “Sekali lagi sengaja memframing. Ini diambil dari tulisan saya 5 tahun lalu. Bukan sekarang. Bahkan itu sebuah pertanyaan rekonsilasi kebangsaan. Makanya judul aslinya pakai tanda tanya ? Cuma sama media sengaja dibuat seolah pernyataan.
Itu pemikiran saya dengan tak ada hibungan dengan jabatan sekarang. Sekali lagi pemikiran dan tulisan intelektualitas saya bisa jadi pencarian jawaban atas ruang dialektika yang terjadi di masyarakat termasuk sejarah, sosial bahkan agama.
Bahkan kesimpulan yang diambil dari renungan terhadap tulisan soal Kesaktian Pancasila.
Tidak ada salahnya, jika bangsa ini meminta maaf terhadap kesalahan-kesalahan masa lampau. Ketakutan bahwa permintaan maaf akan membuka luka lama, tak perlu ditakuti, karena sejarah tak harus ditutupi. Kalau kelak rekonsiliasi ini tercipta, Pancasila tak perlu lagi diperingati kesaktiannya. Ia cukup dihayati karena kebajikannya.