Breaking News

Opini Pos Kupang

Gejolak Pangan dan Daya Beli Masyarakat

Pandemi Covid-19, mengganggu sistem pangan nasional. Menurut Presiden Jokowi ada 17 provinsi, 88 kabupaten/kota, rawan pangan kronis

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Gejolak Pangan dan Daya Beli Masyarakat
Dok
Logo Pos Kupang

Kedua, ketimpangan pendapatan meningkat seiring laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Rasio Gini meningkat hingga mencapai 0,382 pada 2019 (rentang Rasio Gini antara 0-1, dimana angka 1 berarti ketimpangan sempurna).

Hal ini karena misalnya, pertumbuhan antarsektor ekonomi semakin pincang. Pada 2019, sektor pertanian hanya tumbuh 13,45 persen dan sektor industri 19,62 persen. Jika dibuat rata-rata, kedua sektor itu tumbuh 6,17 persen saja.

Sebaliknya, sektor non-tradeable yang tidak banyak menyerap tenaga kerja justru tumbuh rata-rata 7,7 persen. Inilah sumber terpenting ketimpangan tersebut.

Ketiga, tingkat pengangguran terbuka menurun tipis dari 5,01 persen pada Februari 2019 menjadi 4,99 persen pada Februari 2020. Fenomena ini terjadi antara lain karena desain insentif yang tidak bekerja di sektor pertanian, akses permodalan tidak memadai, dan lemahnya perlindungan hukum terhadap sektor informal, sehingga menimbulkan komplikasi masalah ekonomi, khususnya pengangguran.

Keempat, khusus determinan kenaikan harga beberapa komoditas strategis, disparitas harga domestik dan internasional dan ketidaberadaban ekonomi secara umum tidak hanya ditentukan keseimbangan pasokan dan permintaan, tapi juga oleh struktur pasar, tingkah laku pasar, dan praktik persaingan usaha sepanjang rantai nilai komoditas.

Kelima, pemberlakuan PSBB, untuk menahan laju transmisi Covid-19, mengakibatkan rantai produksi bukan hanya terganggu, bahkan terputus. Gangguan suplai juga menjalar ke sisi permintaan, konsumsi turun signifikan, dan perdagangan sangat lesu. Turunnya aktivitas perekonomian dan terbatasnya mobilitas barang dan jasa, serta pembatasan interaksi manusia, akhirnya memukul pendapatan perusahaan dan masyarakat, akibatnya daya beli masyarakat menjadi melorot tajam.

Solusi Kebijakan

Pemerintah tentunya tidak tinggal diam, sehingga untuk memitigasi problem gejolak pangan agar tidak menggerogoti daya beli masyarakat, khususnya kaum miskin, saat Covid-19. Pertama, pemerintah mesti menyiapkan skema bantuan pangan kepada penduduk yang diidentifikasi sebagai kelompok miskin versi BPS, yang jumlahnya sekitar 24,79 juta jiwa. Sementara itu, bagi kelompok "hampir miskin" skenario yang mesti disiapkan adalah kegiatan crash program jika memang kenaikan harga pangan sudah lebih dari 20 persen.

Kedua, manajemen impor dan distribusi pangan harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan pasokan cukup tanpa merugikan kepentingan petani. Di sini diperlukan tiga kriteria penting: (i) akurasi data yang betul-betul presisi sehingga jumlah impor sesuai dengan kebutuhan. (ii) mengontrol pelaku, jumlah, dan momentum impor, khususnya beras, gula, dan kedelai. Monopoli/oligopoli impor untuk beberapa komoditas pangan, harus diakhiri; dan (iii) memberikan penalti yang keras bagi pelaku di pasar distribusi yang melakukan tindakan tercela, seperti penimbunan atau melakukan kontrol harga.

Ketiga, menempatkan (kembali) sektor pertanian dan industri (yang berbasis pertanian) sebagai sektor basis. Dua manfaat penting akan diraih dari upaya ini. Disatu sisi, ketahanan pangan secara otomatis akan menguat dan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, baik lewat kegiatan produksi maupun perdagangan (ekspor).

Disisi lain, masalah kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran dapat diatasi dalam satu hentakan. Sektor pertanian dan industri memiliki ciri penyerapan tenaga kerja yang banyak sehingga pengangguran bisa diatasi, ketimpangan juga hilang karena pertumbuhan sektor pertanian dan industri mengimbangi sektor non-tradeable, dan kemiskinan berkurang secara masif karena mereka bekerja sehingga pendapatan dan daya belinya meningkat.

Keempat, penerapan protokol manajemen penanggulangan Covid-19, secara ketat, terukur dan komprehensif. Meskipun begitu, pembahasan dan analisis maupun solusi yang lebih mendalam tentu amat diperlukan, terutama karena karakter pembentuk gejolak pangan dan daya beli masyarakat sangat kompleks, sehingga tidak menggerogoti kesejahteraan masyarakat. *

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved